Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat Islam dan komunitas terbanyak adalah perempuan (muslimah), sehingga sudah sewajarnya kalau kaum perempuan selalu menjadi bahan perbincangan.Â
Sebagai komunitas terbanyak, perempuan dituntut sekaligus menuntut untuk lebih berperan, tidak saja di sektor domestik (dalam rumah tangga), tetapi juga perlu persiapan matang untuk menghadapinya agar tidak terbawa arus.Â
Pada era sekarang, segala informasi bisa mudah masuk, sehingga perlu ada penyaringan dalam diri untuk membedakan mana informasi yang perlu diserap dan mana yang perlu dibuang.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai tuntutan perempuan, seperti emansipasi wanita, kesetaraan jender, dan sebagainya.Â
Dengan demikian, ini berarti pula bahwa perempuan tidak saja menuntut berbagai macam peran, hak, dan kesetaraan dengan kaum pria terutama di era globalisasi ini, tetapi perempuan, khususnya kaum muslimah, dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya, sekaligus mewaspadai dirinya agar tidak terjerumus ke dalam pengaruh era informasi dan transformasi yang dapat merusak citra muslimah.
Bahaya era globalisasi adalah ancaman perang nilai, seperti masuknya unsur-unsur dan nilai budaya luar yang dapat mempengaruhi budaya kita yang datang secara diam-diam. Senjatanya adalah materi hiburan, pergaulan bebas, mode yang datang dengan seperangkat teknologi.Â
Korbannya adalah masyarakat, keluarga, dan anak-anak, karena rumah tidak lagi menjadi hijab dan pelindung yang tepat, karena alat teknologi komunikasi dan informasi tersimpan dalam rumah kita.
Kalau kita mau jujur, problem sosial seperti kejahatan seksual, kekerasan, dan sebagainya, korbannya kebanyakan perempuan. Perempuan akan memikul dan menanggung akibatnya karena akan mengandung dan melahirkan di luar pernikahan.
Masalah yang paling buruk sebenarnya bahwa sampai sekarang belum ditemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan semua permasalahan ini.Â
Selama ini mungkin orang hanya berkotak[1]katik pada usaha-usaha yang sifatnya parsial, kondisional tanpa koordinasi. Yang paling parah usaha-usaha itu kurang mengarah pada inti permasalahan.Â