Belum lagi program BPJS dilaksanakan ada beberapa teman kompasianer yang berprofesi sebagai dokter berkeluh-kesah. Ada yang menyatakan mereka akan dijadikan alat politik pemerintah, mereka jadi kuli berdasi dan ada Juga yang meminta dinaikkan gaji.
Sebagai dokter seharusnya mereka menunjukkan saja keprofesionalan, kesungguhan dan keseriusan mereka dalam bekerja. Pekerjaan mereka adalah pekerjaan sangat mulia. Membantu dan menolong sesama. Harus bekerja penuh rasa keikhlasan, dedikasi tinggi, tanpa pamrih dan tanpa melihat upah. Tunjukan bahwa mereka bekerja, tanpa embel-embel mencari keuntungan.
Mereka bekerja di negara Indonesia, jadi harus patuh terhadap apa yang diputuskan pemerintah Indonesia, tanpa harus curiga bahwa mereka dijadikan alat politik atau apapun. Yakin bahwa apa yang telah dirumuskan pemerintah itu sudah benar, demi kebaikan bangsa dan negara.
Pemerintah tidak bodoh, pasti menghargai kinerja para tenaga kesehatan yang ditunjuk sebagai tim BPJS. Kalau benar para tenaga kesehatan tim BPJS, terutama para dokter, menunjukan keseriusan dan keprofesionalannya, niscaya gaji mereka akan dinaikkan.
Salah satu kunci kesuksesan program BPJS yang akan mulai dilaksanakan 1 Januari 2014 adalah keprofesionalan tim tenaga kesehatan yang ditunjuk BPJS. Seperti rumah sakit, dokter, perawat, bidan, apoteker, asisten apoteker dan apotik dan prasana penunjang BPJS lainnya.
Saya mau berbagi pengalaman dan cerita tentang ketidak profesionalan para tenaga kesehatan dengan yang berbau murah atau bertema gratisan di pelayanan kesehatan pemerintah.
Teman saya yang bekerja di rumah sakit pernah cerita, kalau pasien yang berbau murah dan gratisan, seperti jampersal, jamkesda dan jamkesprov kadang-kadang dilayani asal-asalan dan tidak serius. Ada beberapa tenaga kesehatan yang melayani tidak sungguh-sungguh. Ya, tidak serius, mentang-mentang gratis.
Contoh ketidak-seriusannya adalah, seorang pasien yang memerlukan operasi pembedahan, pasien gratisan program pemerintah, operasi bedahnya harus menunggu jadwal dari sang dokter bedah. Kenyataan di lapangan, sang dokter bedah lebih mengutamakan mengoperasi pasiennya di rumah sakit swasta yang jelas bayaranya lebih mahal, daripada mengoperasi pasien di rumah sakit pemerintah yang bayarannya lebih murah atau gratis.
Contoh lain, ketika anda periksa kesehatan di rumah sakit pemerintah menggunakan kartu askes atau mandiri dengan membayar. Ada sikap-sikap profesional ditunjukan para dokter. Biasanya pasien askes gratis dan pasien mandiri membayar biaya periksa di loket. Dokter mendapat upah jasa pemeriksaan tergantung jumlah pasien. Upah dokter berkisar antara 10 ribu sampai 25 ribu perpasien, tergantung keputusan rumah sakit.
Inilah kenyataan di lapangan, sang dokter yang memeriksa anda di rumah sakit pemerintah; saat memeriksa, saat bertanya, lamanya periksa dan detailnya pemeriksaan; tidak seramah dan tidak selama, tidak sedetail ketika sang dokter memeriksa di tempat prakteknya. Atau tidak sebaik saat ia memeriksa di rumah sakit swasta. Mungkin alasannya bayaran di tempat praktek dan di rumah sakit swasta lebih mahal dari rumah sakit pemerintah.
Adik saya yang kuliah di kebidanan cerita tentang saat ia magang di rumah sakit pemerintah, RS yang ditunjuk sebagai tempat program Jampersal. Katanya, ketika ada pasien yang diharuskan mendapatkan tindakan medis yakni operasi bedah cesar, terkadang sang dokter kandungan yang ditunjuk pemerintah sebagai dokter kandungan program Jampersal belum mau datang atau terlambat membantu. Rupanya sang dokter kandungan lebih mementingkan operasi cesar di rumah sakit swasta daripada pasien malang Jampersal tersebut. Pasti alasannya bayaran. Gratis sama bayar mahal, pasti pilih yang bayar mahal.
Jadi program mulia BPJS yang sebentar lagi akan dilaksanakan pemerintah, mesti memerlukan keseriusan, kesungguhan, keprofesional para tenaga kesehatan yang ditunjuk sebagai tim tenaga kesehatan BPJS. Jangan karena alasan pribadi, alasan bayaran atau alasan apapun, para tenaga kesehatan itu jadi meremehkan dan menelantarkan pasien BPJS.