Mohon tunggu...
Alfina Hikmah Ramadhan
Alfina Hikmah Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - She/Her

3th year ungraduate student at Maulana Malik Ibrahim State Islamic University in Malang, majoring in Management. Passionate about social issues, art and designing. Actively involved with student organizations and happy to be a drawing teacher. I spend my time learning by doing volunteering activity, and discuss about education and mental health.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Kekeliruan Persepsi Budaya Hustle di Dunia Kerja

28 September 2021   15:31 Diperbarui: 28 September 2021   15:34 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://repeller.com/

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa dalam setiap ruang lingkup mempunyai prinsip dan nilai yang dianut untuk kepentingan berjalannya sebuah kegiatan. 

Peradaban manusia yang kian maju menciptakan banyak budaya, keadaan ini juga terjadi dalam ruang lingkup kerja. Nilai yang dianut dalam sebuah organisasi tentunya memiliki keunikan masing-masing sehingga, terdapat berbagai budaya yang hadir dari pola tersebut.

Budaya kerja yang diciptakan seiring berjalannya waktu akan terus menerus berkembang. Berikut beberapa faktor yang membuat dinamika dalam budaya organisasi:

  • Rutin orang berinteraksi.
  • Norma dalam sebuah kelompok.
  • Nilai-nilai yang dominan dalam kelompok.
  • Filosofi sebagai dasar untuk menentukan kebijaksanaan organisasi.
  • Aturan-aturan yang berlaku dalam organisasi.
  • Iklim dalam organisasi.

Dinamika dalam sebuah organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor namun, dewasa ini nilai-nilai yang dominan dalam sebuah kelompok memiliki role/ pengaruh yang besar terhadap budaya kerja. Salah satu budaya yang sedang menjadi sebuah hot issues yakni budaya hustle.

Kontroversi dari budaya hustle

Hustle culture sebuah gaya hidup dimana seseorang merasa bahwa dirinya harus tetap bekerja, kapanpun dan dimanapun tanpa meluangkan waktunya untuk beristirahat, seseorang merasa dengan melakukan pola hidup tersebut dapat menganggap dirinya sukses. Dalam gaya hidup ini apabila seseorang mempunyai waktu rehat yang cukup lama akan diasosiasikan sebagai seorang yang pemalas.

Mindset ini sangat popular dan dilihat sebagai hal yang keren seakan sebuah hal yang “patut” untuk dibanggakan. Fenomena ini sudah lama hadir di tengah kehidupan kita namun, pasca Pandemi Covid-19 pola hidup ini mulai melekat di masyarakat. Karena terbatasnya ruang interaksi secara langsung maka, semua kegiatan dialihkan secara online. 

Untuk tetap terhubung dengan kerabat maupun rekan kerja maka kita menggunakan platform social media, nah dari sini terdapat akun-akun yang memberikan tips untuk kita hidup tetap produktif meskipun dalam keadaan pandemi. 

Namun umumnya masyarakat salah menangkap pesan dari produktif yang disampaikan, banyak orang beranggapan bahwa untuk tetap produktif kita harus melakukan berbagai hal dalam satu waktu. Sehingga harus meminimalisir waktu istirahat.

Pola hidup ini juga diadopsi oleh seorang CEO asal California, Amerika Serikat yakni Elon Musk. Dalam twitternya ia menyebutkan bahwa “Orang-orang yang bekerja hanya dalam kurun waktu 40 jam tidak akan bisa mengubah dunia”.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun