Kematian Paus Fransiskus menyedot perhatian banyak orang dari berbagai kalangan. Bahkan, film terkait kehidupan paus makin popular ketika Paus Fransiskus menutup mata selamanya.
Laman variety.com melaporkan penonton film "Conclave" yang rilis 2024 meningkat tajam di berbagai platform PVOD setelah Paus Fransiskus meninggal pada 21 April 2025. PVOD atau Premium Video On Demand adalah layanan video yang memungkinkan kita menonton film-film terbaru segera setelah dirilis di bioskop.
"Saat ini sedang ditayangkan di Amazon Prime Video tanpa biaya tambahan bagi pelanggan," tulis laporan tersebut. Film drama ini berkisah tentang pemilihan paus baru.
Jumlah penonton "Conclave" melonjak 283% pada hari Senin, 21 April 2025, ketika berita meninggalnya Paus Fransiskus menyebar ke seluruh dunia. "Conclave" menghasilkan sekitar 1,8 juta menit penayangan pada tanggal 20 April. Jumlah tersebut melonjak mencapai 6,9 juta menit penayangan keesokan harinya, atau saat kematian Paus Fransiskus diumumkan.
Dampak kematian Paus Fransiskus juga berimbas pada film bertema Vatikan lainnya yakni "The Two Popes." Â Film drama yang tayang di Netflix tahun 2019 itu berhasil melonjak 417%. Penonton di hari Minggu tercatat 290.000 menit penayangan. Namun hingga hari Senin, keesokan harinya, mencapai 1,5 juta menit penayangan.
Seperti apa film "Conclave" yang berhasil membetot rasa penasaran publik tentang kehidupan kaum berjubang elit di balik tembok Basilika Santo Petrus, Vatikan itu? Berikut adalah ulasan filmnya yang pernah saya tulis di blog saya, fransalchemist.com.
Film "Conclave" yang berhasil meraih piala Oscar 2025 melalui Best Adapted Screenplay itu berkisah tentang proses pemilihan seorang Paus baru dalam Gereja Katolik Roma. Di awal film, langsung dikisahkan kematian Paus yang sekarang. Seolah film sudah mengantisipasi kematian Paus Fransiskus.
Berdasarkan novel Robert Harris tahun 2016 dengan judul yang sama, konklaf dipimpin oleh sebagai Kardinal Thomas Lawrence (Ralph Fiennes). Dia dikisahkan sebagai Kardinal Dekan atau pemimpin persekutuan para kardinal yang disebut kollegium para kardinal (College of Cardinals).
Walaupun kisah yang diangkat fiktif, namun film ini membuka realitas manusiawi tentang pemilihan Paus. Sebuah proses yang sebagian besar umat Katolik pun tidak mengetahuinya. Walaupun Kuria Roma dan kollegium para kardinal dianggap sebagai kumpulan orang suci, namun mereka tak lepas dari intrik politik, kekuasaan, harta, sampai skandal seksualitas.
Uniknya, ragam intrik tersebut tidak membuat film ini menyudutkan Gereja Katolik. Pun saya juga tidak merasa malu atau takut jika akan ada tafsir liar terhadap aib di lingkaran kepausan. Menurut saya, gejolak dalam film berhasil diredam dan ditarik ke dalam refleksi mendalam yang disampaikan oleh Kardinal Thomas Lawrence. Hal ini akan saya bahas di bagian akhir tulisan.