Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Batik Tiga Negeri: Pewarnaan dari 3 Kota, Seharga 2 Sapi, sampai Merah Darah Ayam

30 Juni 2019   07:10 Diperbarui: 7 Maret 2020   16:03 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mempelajari motif batik dan membelinya di rumah Bapak Sigit Witjaksono di Lasem | Foto Cynthia Iskandar

Tanda nama pada kain Batik Tiga Negeri di kota-kota utamanya memiliki kekhasan. Lasem membubuhkan cap tinta bak di pinggir kainnya. Di Solo, Keluarga Tjoa membatik tanda nama sang nyonya dengan nama suami. Di Pekalongan, tanda nama menggunakan nama si empunya batik generasi pertama.

Warna-warna Batik Tiga Negeri merupakan khasanah tiga warna dari tiga daerah yang mengedepankan pewarnaan alami, sekalipun pewarna sintetis sudah muncul di Eropa sejak abad 19. Warna merah dari pembatik Lasem, berasal dari ekstrak akar pohon mengkudu (pace) yang dicampur dengan minyak jarak. 

Warna merah ini tidak lepas dari representasi warna khas keturunan Tionghoa yang saat itu menjadi penduduk mayoritas di Lasem. Bagi mereka, sebagaimana dikutip dari The World of Chinese, merah antusiasme, semangat, keberuntungan, dan kebahagiaan.

Namun tiap pembatik di Lasem membawa ciri warna merahnya sendiri-sendiri. Bahkan ada yang meyakini warna merah darah ayam. "Ada yang (motif) sinografi, yang pake warna merah darah ayam." 

Dari pemiliknya hanya beberapa, salah satunya Bapak Sigit. Dia adalah masternya pembatik di Lasem. "Warna merah darahnya tidak ada di tempat lain," tutur sang pemandu.

Kemudian, warna biru dari Pekalongan adalah hasil dari fermentasi tumbuhan indigofera. Biru menjadi tren warna Eropa sejak abad 18. Maka tidak heran, ada sumber yang mengatakan bahwa indigofera dibawa oleh bangsa Eropa ke Indonesia. 

Dari sisi religius, biru berhubungan erat dengan representasi figur Bunda Maria dalam tradisi Katolik. Makna biru merupakan simbol kepercayaan, kedamaian, ketenangan, dan berasosiasi dengan warna maskulin, walaupun warna biru juga bermakna kesedihan.

Catatan sejarah tentang Batik Tiga Negeri, termasuk peta perjalanan pewarnaan batik ini, mulai dari memberi warna biru di Pekalongan, coklat di Solo dan merah di Lasem. | Dokumentasi Pribadi
Catatan sejarah tentang Batik Tiga Negeri, termasuk peta perjalanan pewarnaan batik ini, mulai dari memberi warna biru di Pekalongan, coklat di Solo dan merah di Lasem. | Dokumentasi Pribadi

Terakhir adalah warna coklat soga dari Solo. Disebut soga karena warna coklat yang dihasilkan berasal dari ekstrak warna pohon soga. Warna ini merupakan representasi warna filosofi budaya Jawa yang menghangatkan, memberikan ketenangan, dan penuh semangat kebersamaan.

Seorang peneliti asal Belanda, Harman C. Veldhuisen dalam bukunya Batik Belanda 1840-1940: Dutch Influence in Batik from Java, History and Stories (1993) menambahkan keistimewaan Batik Tiga Negeri dari sisi motifnya. 

Batik Tiga Negeri memiliki kombinasi motif pesisir dan pedalaman. Ia banyak menggunakan motif buketan, flora, fauna (ragam khas Cina, Belanda, Jawa) yang populer di pesisir utara Jawa. Bahkan pada akhir tahun 1800an tersebut, Batik Tiga Negeri terpengaruh oleh motif gaya Art Nouveau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun