Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengurus Yayasan Mahakarya Bumi Nusantara

Pribadi yang ingin memaknai hidup dan membagikannya. Bersama Yayasan MBN memberi edukasi penulisan dan wawasan kebangsaan. "To love another person, is to see the face of God." http://fransalchemist.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Catatan Sejarah Klenteng Tertua di Jawa Justru Ada di Belanda

6 Juni 2019   07:00 Diperbarui: 7 Maret 2020   16:32 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Klenteng Cu An Kiong tampak depan | Dokumentasi Cynthia Iskandar

Mendadak mata begitu berat. Pundak lemah tak berdaya. Di ujung gedung bertingkat itu, perlahan mentari menampakkan dirinya. Kembali tubuh merasakan ketidakberdayaan.

Kini kaki kanan yang tampak menyerah walau sekadar mempertahankan posisi rem. Sesaat saya menyadari, saat ini seharusnya saya mengolet dan memanjakan diri di atas kasur. Tapi nyatanya, saya berada di daerah Bekasi, Jalan Tol Capek, dan sudah berkendara di belakang kemudi selama 2 jam.

Kami memutuskan untuk berlibur sejenak saat Bulan Ramadhan memasuki hari ketujuh. Sabtu subuh berangkat ke Lasem, dan kembali ke Jakarta keesokan harinya. Inilah cara kami rehat di luar waktu libur. Alasannya sederhana, yakni menghindari kemacetan dan biaya tinggi, khususnya tarif hotel dan tempat-tempat wisata.

Secara umum, perjalanan darat Jakarta menuju kota yang masuk Kabupaten Rembang cukup lancar. Sebagian jalan menggunalan tol, mulai dari Gerbang Tol Kelapa Gading sampai Semarang.

Tak dipungkiri, pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah memberikan banyak manfaat. Bahkan, bagi mereka yang belum bisa membawa kendaraan sendiri, pilihan menggunakan bus umum pun pasti lebih cepat dan murah.

Catatannya adalah minim rest area, utamanya di jalur Palimanan - Semarang. Namun demikian, karena perjalanan lancar, kami hanya berhenti dua kali di rest area untuk buang air kecil. 

Sedangkan BBM baru isi saat di Semarang. Lepas dari Kota Lumpia, kami menggunakan arteri Pantura. Di Kudus kami berhenti untuk makan siang. Bagi yang bingung mau makan apa ketika melewati Kota Kretek ini, cobalah menyantap Garang Asem di Rumah Makan Sari Rasa. Enak, murah, bumbu nampol, dan membuat badan kembali segar untuk melanjutkan perjalanan.

Klenteng Cu An Kiong yang mengadopsi gaya Tiongkok bagian selatan pada masanya. Tampak jelas dari bentuk atapnya yang menyerupai ekor walet atau serin
Klenteng Cu An Kiong yang mengadopsi gaya Tiongkok bagian selatan pada masanya. Tampak jelas dari bentuk atapnya yang menyerupai ekor walet atau serin

Hampir 10 jam perjalanan, sampailah kami di perhentian pertama di Lasem. Kami tidak istirahat di hotel atau tempat makan, tetapi di Klenteng Cu An Kiong. Menurut Cynthia, Kakak Ipar yang ikut dalam perjalanan dan sudah lima kali ke Lasem, Klenteng ini paling terkenal dari banyak tempat serupa di Lasem. 

Tak lama turun dari mobil, dengan sendirinya kami menyebar. Istri menemani ibunya keliling dan sesekali ngobrol dengan ibu penjaga klenteng. Cynthia sudah sibuk dengan kameranya. Saya sendiri asyik mendokumentasi apa saja, sembari sedikit wawancara dengan bapak penjaga klenteng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun