Mohon tunggu...
Zulfikar Syamsi
Zulfikar Syamsi Mohon Tunggu... -

Dari Orator Inovasi ke Pakar Provokasi.\r\nMereview tulisan di Redaksi Lege Artis KEMAFAR UH.\r\nDalam lingkaran Komunitas Kita Bisa ID.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Benarkah Apoteker Tidak Terlibat dalam Kasus ‘Modus Medis Palsu’?

22 Juli 2016   02:07 Diperbarui: 22 Juli 2016   03:35 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ada yang menarik dari pemaparan Ketua IAI dalam acara diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) beberapa malam lalu. Ada satu statement yang cukup menarik untuk dibedah dalam perpektif komunikasi. Pak Nurul Falah, selaku Ketua Ikatan Apoteker Indoensia (IAI) yang hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa “Sampai saat ini belum ada apoteker yang terlibat dalam kasus ini dan mudah-mudah tidak pernah ada.” Sepintas pernyataan penegasan beliau bila kita dengarkan cukup sederhana. Namun, bisa mengandung beberapa pesan intrinsik di dalamnya.  

Sebelumnya, kira harus sadar dengan pola komunikasi kita di Indonesia. Dengan gaya ketimuran kita, pola komunikasi yang kita bangun cenderung bersesuaian dengan kebudayaan yang kita anut. Berdasarkan konteks kebudayaannya, teori Edward T. Hall (1976) yang dibedah oleh Prof. Dr. Tjipta Lesmana dalam buku Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para Penguasa, bangsa Indonesia umumnya, menganut kebudayaan konteks tinggi yang berkorelasi dengan pola komunikasi yang sering digunakan, yakni komunikasi konteks tinggi.

Komunikasi konteks tinggi ini umumnya menggunakan bahasa bersayap yang oleh penggunanya biasanya menyampaikan maksud dan pesannya tidak secara ekstrinsik dan lugas, melainkan disisipkan lewat bahasa verbal atau lewat kata-kata tertentu yang bukan makna sebenarnya. Hal inilah yang justru mengakibatkan dalam ilmu Bahasa Indonesia dikenal adanya majas.

Bila meninjau konteks kalimat yang disampaikan oleh pak Nurul Falah, saya menganggap bahwa beliau menggunakan majas untuk menyampaikan pesan tertentu. Penegasan beliau dalam hal ini mengandung dua makna menurut referensi yang saya gunakan. Pertama, beliau menggunakan kalimat penegasan ini sebagai media klarifikasi.

Sebelumnya, sebagaimana kita ketahui bahwa banyak viral yang beredar di media sosial yang mengutip tayangan salah satu media TV swasta yang mengatakan bahwa rata-rata pembuat vaksin adalah apoteker.  Meskipun organisasi profesi apoteker telah melayangkan somasi dalam bentuk surat resmi kepada media TV swasta tersebut, namun kehadiran Ketua IAI tersebut sebagai narasumber di acara ILC dimanfaatkan (sekali lagi) untuk melakukan klarifikasi sekaligus menyembuhkan kembali citra apoteker dengan gaya komunikasi publik imperatif. Seolah dari kalimat tersebut, beliau ingin menyampaikan bahwa BUKAN KAMI YANG TERLIBAT. JADI, MOHON BERHENTI MENUDUH KAMI.

Pesan yang kedua, lewat penegasan itu beliau ingin menyampaikan pesan yang lebih bersifat deklaratif. Dengan gaya bahasa yang cenderung repetitif, beliau menyampaikan pengulangan kata-kata tertentu sebagai inti penegasan dalam berbagai bentuk frase. “Sampai saat ini belum ada apoteker yang terlibat dalam kasus ini, dan mudah-mudah tidak pernah ada.” Kata BELUM ADA dan TIDAK PERNAH ADA dalam kalimat tersebut ingin menguatkan sebuah pesan deklarasi bahwa APOTEKER PUNYA INTEGRITAS DALAM MENJALANKAN TANGGUNG JAWABNYA, SEHINGGA TIDAK TERLIBAT DALAM KASUS TERSEBUT. Pesan ini juga kian diperkuat dengan gestur beliau saat pemaparan yang cenderung ‘berapi-api’ atau sangat bersemangat. Hal ini menandakan bahwa beliau sangat percaya diri ketika hadir dalam forum diskusi sebagai narasumber karena beliau mengantongi clean sheet dari Direktur Tindak Pidana Ekonomi & Khusus Bareskrim Polri yang menyatakan bahwa tidak ada keterlibatan tenaga kefarmasian dalam kasus tersebut.

Selain itu, dalam kesempatan yang digunakannya, beliau juga menyampaikan pesan bernuansa kampanye dalam bentuk kalimat berikut, “Tanya obat, tanya apoteker.” Seolah Ketua IAI mengawinkan dua pesan sekaligus, antara pesan kampanye untuk mendukung eksistensi profesi apoteker dan pesan deklarasinya untuk mendukung integritasnya.

Namun, apakah benar bahwa apoteker tidak terlibat dalam skandal tersebut? Oleh karenanya, saya akan mengajak pembaca untuk fokus pada pesan kedua dari kalimat penegasan pak Nurul Falah.  Ketika beliau menyampaikan pernyataan penegasan ini, beliau telah mendapat konfirmasi sebelumnya dari pihak berwenang yang memastikan bahwa tidak ada pelaku yang berlatar belakang profesi apoteker. Sehingga, bisa dikatakan bahwa ini adalah sebuah kewajaran.

Namun, dalam saat yang bersamaan ketika beliau juga mengkampanyekan eksistensi profesi apoteker, beliau seolah menyampaikan pesan bersayap dari “Tanya obat, tanya apoteker,” bahwa DALAM PROSES DISTRIBUSI, COMPOUNDING SAMPAI DISPENSING SANGAT PENTING UNTUK MENGHADIRKAN EKSISTENSI APOTEKER. Bahkan, beliau dengan lugas menyampaikan sekali lagi dalam pernyataan, “Peran apoteker untuk menjamin mutu obat.” Sehingga, jika dinterpretasikan sekali lagi, tautan pernyataan ini bisa jadi menyampaikan maksud dan pesan yang lebih jelas di baliknya, yakni KASUS INI TIDAK AKAN TERJADI JIKA APOTEKER DILIBATKAN DALAM PROSES VAKSINASI KARENA TUGAS APOTEKER ADALAH MENJAMIN MUTU SEDIAAN VAKSIN MULAI DARI DISTRIBUSI SAMPAI VAKSIN TERSEBUT DISERAHKAN KEPADA TENAGA MEDIS.

Antara pernyataan dan pesan-pesan ini bisa menyimpulkan maksud Ketua IAI yang sesungguhnya bahwa kasus ini bisa jadi adalah sebuah kelalaian karena ketidakhadiran peran apoteker di sana (dalam proses vaksinasi).  Lebih lanjut lagi, maksud dari tautan pernyataan-pernyataan Ketua IAI ini akan menimbulkan pertanyaan. Kelalaian apa atau siapa? Jika ini merujuk pada kelalaian apa, hal ini berarti merujuk pada kelalaian sistem. Bagaimana jika merujuk pada kelalaian siapa? Secara otomatis, tautan pernyataan ini justru merujuk pada profesi apoteker. Karena dari penjelasan Pak Nurul Falah sendirilah baik secara eksplisit atau inplisit, yang menegaskan fungsi pemastian mutu sediaan hanya ada pada apoteker. Artinya, ini akan menjadi boomerang kembali pada profesi apoteker yang bisa merubah makna pesan bersayap sebelumnya bahwa KASUS INI TIDAK AKAN TERJADI JIKA APOTEKER DILIBATKAN DALAM PROSES VAKSINASI KARENA TUGAS APOTEKER ADALAH MENJAMIN MUTU SEDIAAN VAKSIN MULAI DARI DISTRIBUSI SAMPAI VAKSIN TERSEBUT DISERAHKAN KEPADA TENAGA MEDIS. OLEH KARENA ITU, INI ADALAH KELALAIAN APOTEKER.  

Namun, kita juga perlu pertanyakan bahwa apakah benar peran apoteker tidak dilibatkan (sebagaimana mestinya) dalam proses vaksinasi tersebut? Untuk menjawab ini hal ini, kita perlu menulusuri dari pola distribusi, compounding, dan dispensing obat-obat dan alat kesehatan di semua rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu menurut daftar resmi yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun