Mohon tunggu...
Zulfikri Nurfadhilla
Zulfikri Nurfadhilla Mohon Tunggu... Politisi - Live, Work, Create

Defear no time, delays have dangerous ends - William Shakespeare

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Public Dignity dan Positivisme Pemilu 2019

18 April 2019   16:59 Diperbarui: 18 April 2019   19:50 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang energi positifnya jauh melebihi energi negatifnya. Banyak orang yang mengagumi Cina, Amerika Serikat, Jepang, Jerman sebagai bangsa-bangsa yang tumbuh pesat di dunia. Namun jangan lupa mereka pun pernah terjerumus dalam kegelapan dan dirasuki energi negatif. Jika kita sedikit menarik sejarah tentang perkembangan negara-negara yang saya sebutkan barusan. Maka akan banyak pula riwayat dan histori tentang kegelapan mata dalam setiap bungkus kebencian yang juga dari sanalah menyebabkan bangsa mereka menyisir segala energi negatif yang mengikat. 

Ketika bicara bangsa Cina semisal, pada era 60-an mengalami apa yang dinamakan revolusi budaya. Kader-kader muda partai komunis melakukan teror terhadap kelompok kelompok lain yang dianggap mengabaikan revolusi. Banyak sekolah dan pabrik dibakar, para pejabat dihina di muka umum. Dalam waktu singkat, Cina lumpuh dalam kondisi anarkis. Sampai pada akhirnya gerakan ini dihentikan oleh sang pengagas revolusi budaya, mao tse tsung.

Jika kita melihat negara Adikuasa, Amerika Serikat dengan segala kekuatan senjata dan ekonominya hari ini, pun pernah mengalami masa perpecahan. Di pertengahan abad ke-19, meletusnya perang saudara yang dahsyat antara kelompok unionis di utara dan kelompok separatis confederates di selatan. Enam ratus ribu orang tewas dalam konflik antar saudara itu. Kerugian ekonominya tidak terhitung. Dari kejadian itu, muncullah seorang pahlawan yang kemudian berkat jasanya memenangkan perang saudara dan mencegah Amerika Serikat terpecah menjadi dua. Kita mengenal sosok Abraham lincoln presiden AS yang sangat legendaris. 

Tak ubahnya Amerika Serikat dan Cina. Jepang, Jerman dan Italia dalam paruhan pertama abad 20 dirasuki oleh setan fasisme untuk menguasai dunia dan memperbudak bangsa-bangsa lain. Karena ambisi yang sesat ini, negara mereka menjadi puing-puing perang. 

Dalam setiap episode ini, Cina, Amerika, Jerman, Jepang, Italia, hidup dalam gelombang energi negatif yang menenggelamkan energi positif. Semuanya ambruk. Karena dalam dunia modern, sistem politik yang didominasi oleh energi negatif tidak akan pernah tahan lama.  Energi negatif adalah energi yang memancarkan aura buruk, gelap, kebencian, negativisme, rasialisme, pemaksaan kehendak, arogansi, iri hati, sikap tak peduli, ekstremisme, fitnah, pesimisme dan sebagainya. Sebaliknya, energi positif adalah energi yang memancarkan aura sehat dan terang, positivisme, optimisme, idealisme, menghargai pendapat orang lain, politik santun, sikap moderat, pluralisme, toleransi, harmoni dan yang lainnya. 

Sedikit menilik keadaan dalam negeri hari ini. Gonjang-ganjing dan lembaran amarah pemilu 2019 mengalami pasang surut. Detik-detik akhir perhitungan suara kian dekat dari pemilihan yang telah berlangsung kemarin. Sistem hasil hitung cepat pun sudah menampilkan demografi persentasi pemenang. Namun sikap publik banyak yang masih belum bisa menerima tatkala calon yang dipilihnya berada di bawah keunggulan lawan. Sejujur-jujurnya, dalam menulis artikel ini, saya benar-benar tidak sedang membanggakan keunggulan salah satu kubu, atau mendiskreditkan salah satu paslon. Keberhadiran dan maksud tulisan ini tak lain menyulut kecambah energi positif pembaca dalam menyikapi hajat yang berlangsung 5 tahun sekali ini. 

Kita bisa menghadirkan dan menularkan sikap sportivitas sebagai pemilih dalam partisipasi pemilu tahun ini. Dengan bisa melebarkan dada yang tak lain bukan untuk membusungkannya melainkan melampangkan sikap dalam menyikapi setiap fenomena dan kejadian dengan kedewasaan berfikir, kebersihan pandangan, dan kejernihan batin. Karena mesti kita sadari bersama bahwa nasionalisme yang berlandaskan energi negatif akan menjadi ultra-nasionalisme yang sempit. 

Juga sebaliknya, nasionalisme yang dilandasi energi positif akan membuahkan nasionalisme yang sehat dan produktif. Maka dalam momentum hari ini, mana yang akan kita pilih. Positivisme atau negativisme? Terlepas dari segala bentuk politik subversif. Karena siapapun yang terpilih, masa depan bangsa juga berasal dari pancaran energi sosial yang kita keluarkan. 

Kita memiliki kewajiban yang sama untuk bisa menjaga keutuhan bangsa ini kedepan. Kendati tugas kita tetap mengawal bangsa untuk menghentikan kesuburan oligarki, pemberantasan korupsi dan kooptasi negara. Siapapun memiliki tugas besar dalam menyebarkan energi positif ini, dalam skala yang jauh melebihi energi negatif.  Setiap sejarah adalah pembelajaran. Maka dalam setiap kesempatan sejatinya kita patut untuk belajar. 

Semua dari kita tidak ada yang berharap, dampak dari pemilu adalah pertikaian, perselisihan, hingga perpecahan. Dignitas masing-masing harus selalu dijaga. Tumbuhkan sikap sportivitas. Dengan acuan bangsa mereka yang hari ini kita kagumi juga pernah mengalami kegetiran sejarah yang kelam. Maka jangan sampai keberlangsungan negativisme tetap menjalar apalagi merajalela. Toh jika memang sudah merambat, kita berkesempatan untuk menguranginya. Kita punya hak yang sama, kita juga punya kewajiban yang sama. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun