Mohon tunggu...
Puji Sasongko
Puji Sasongko Mohon Tunggu... -

Langkah sekecil apapun dia telah membawa menuju perubahan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengapa Musik Keroncong Tidak Diminati Kalangan Muda?

23 Oktober 2012   23:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:28 7264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Mengapa Musik Keroncong Tidak Diminati Kalangan Muda?

Minat kalangan muda pada genre musik keroncong rendah. Dari sekian banyak stasiun televise di Tanah Air sangat sedikit yang memiliki acara music keroncong. Hanya TVRI dan beberapa stasiun televise local. Lebih lanjut jika ditilik para penikmatnya adalah para kalangan sepuh. Sangat sedikit bahkan cenderung tidak ada kalangan muda yang mau menikmatinya. Gambaran tersebut merupakan fakta tentang betapa marginalnya Musik Keroncong di kalangan muda. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Musik keroncong merupakan musik Indonesia dalam kepribadiannya yang utuh. Walaupun sejarahnya berasal dari Barat yaitu musik rakyat Portugis pada abad XVII, namun dalam perjalanan sejarahnya telah diolah sedemikian rupa oleh para seniman Indonesia sehingga tidak lagi menjadi budaya asalnya, tetapi telah menemukan konteksnya yang baru dalam alam lingkungan budaya Indonesia. Asal kata keroncong sendiri sangat kabur karena adanya beberapa pendapat yang berlainan. Menurut Harmunah, Keroncong adalah terjemahan bunyi alat musik Ukulele yang dimainkan secara arpegio (rasqueado-Spanyol), dan menimbulkan bunyi: crong, crong, akhirnya timbul istilah “Keroncong” (1987: 9).

Musik keroncong merupakan salah satu genre musik yang berkembang di Indonesia. Sebagai sebuah genre musik, keroncong memiliki kehasan dalam banyak hal. Mulai dari alat yang digunakan, alat musik keroncong memiliki keunikan berbeda dibanding dengan alat-alat musik band yang berkembang di kalangan muda. Cara memainkan alat-alat musik tersebut juga memiliki karakteristik permainan yang khas. Pembawaan vokal ternyata juga memiliki corak tersendiri yang berbeda dengan vokal musik populer. Bila dilihat secara detail kekhasan yang ada pada musik keroncong akan tampak sangat banyak. Namun secara menyeluruh kekhasan musik keroncong bisa dikelompokkan dalam beberapa segi, yaitu tampak pada: bentuk, harmoni, ritme, jenis alat musik yang digunakan, dan pembawaan. (Harmunah. 1987: 16).

Tidak bisa dipungkiri mengikuti perkembangan musik di tanah air ternyata musik keroncong merupakan salah satu musik yang digemari, terutama di kalangan orang-orang tua dan jarang sekali para remaja (Harmunah. 1987: 7). Kenapa musti kalangan tua? Benarkah di kalangan muda musik keroncong kurang mendapat tempat (diminati)? Untuk menjawab pertanyaan tersebut memang tidak mudah. Kalaupun bisa mengungkapkan dengan kalimat barang kali hanya mampu mewakili sekian persen argumen dan ungkapan dari analisa yang mampu kita buat. Selebihnya hanya bisa diikuti, dirasakan dan dinikmati.

1.Karakteristik musik keroncong.

Musik keroncong termasuk kelompok musik yang nikmatnya bila disajikan di dalam ruangan. Ritme yang mendayu-dayu, mengalir, dan seolah tanpa hambatan serta sentakan yang mengejutkan. Meskipun dalam permainan musiknya sering muncul hentakan vokal maupun jeritan filler biola serta flute (seruling) namun semua masih dalam koridor akord yang sedang dimainkan. Rupanya semua lentingan yang melesat itu justru menambah tatanan sajian musik keroncong semakin cantik.

Musik keroncong secara umum dibawakan dengan tempo andante, moderato (Harmunah. 1987: 30). Pemilihan tempo demikian bukan tanpa alasan. Dengan tempo lambat memberi kesempatan pada para pemain untuk bisa mencacah ketukan dalam ritme-ritme permainannya. Tempo lambat juga memberi kesempatan pada para pemain/penyanyi untuk bisa leluasa berimprovisasi pada bagian-bagian frase tertentu dimana mereka bisa melakukan itu. Tempo lambat juga dimaksudkan untuk lebih bisa menyampaikan ‘pesan’ dari lagu yang dibawakan. Hal paling utama tempo lambat lebih bisa membawa suasana damai, tenang, dan tentram. Rupa-rupanya hal inilah yang akhirnya membentuk karakter genre musik ini ‘lambat’ dan lebih dekat ke ‘ngantuk’ bahkan ada yang menilai (maaf) malas. Bila hal ini yang menonjol dalam tampilan musik keroncong maka ada benarnya jika kawula muda akhirnya kurang meminati musik dari genre ini.

Tempo permainan musik keroncong cenderung lambat. Harmoni yang telah pakem membuat sajian musik keroncong bisa hadir seperti apa yang dimau, semua teratur sesuai tatanan. Puncaknya musik keroncong bisa membawa penikmatnya berada pada suasana damai, tenang, dan tentram (tidak bising) Hal ini signifikan dengan perkembangan psikologi orang tua. Kalangan orang tua suka yang namanya keteraturan, suka segala sesuatu yang sesuai rencana dan tidak keluar dari tatanan. Kondisi ini tentu agak bertentangan dengan jiwa muda yang suka akan tantangan. Masa yang sedang berada pada masa keemasan untuk memunculkan daya kreasi yang ditandai dengan munculnya keinginan-keinginan untuk membuat yang serba beda, penuh kejutan dan tentu glamor.

Musik keroncong memiliki kekhasan yang unik dan berbeda dengan musik-musik yang berkembang di kalangan muda jaman sekarang. Karena unik, ternyata menimbulkan kesan sulit. Apakah musik keroncong memang sulit untuk dipelajari dan dimainkan? Jawaban bisa tidak dan bisa ya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, secara menyeluruh kekhasan musik keroncong bisa dikelompokkan dari beberapa segi, yaitu tampak pada: bentuk, harmoni, ritme, jenis alat musik yang digunakan, dan pembawaan. Untuk bisa bermusik keroncong suatu group musik dituntut untuk sudah memiliki kemampuan dasar dalam bermain musik. Kemampuan dasar ini yang nantinya menuntun pemain hingga bisa mencerna teknik permainan pada musik keroncong. Kemampuan mencerna teknik permainan musik keroncong akan menghasilkan individu pemain yang mampu dengan mudah memainkan musik keroncong secara teknik individu maupun kekompakan secara kelompok. Kita harus berprinsip bahwa segala apapun yang sulit kalau kita ikuti, perhatikan, pelajari dan lakukan dengan seksama tentu bisa. Begitu juga dengan musik keroncong jadi tidak benar ada alasan bahwa bermain musik keroncong sulit. Sekarang tinggal personal individunya mau atau tidak!?

2.Lagu-lagu keroncong terdengar asing dan cenderung monoton.

Lagu-lagu keroncong di telinga kalangan muda memang terasa asing dan aneh. Penyajian vokal yang dibawakan oleh para penyanyi keroncong memberi kesan lamban dan melankolis. Lamban karena memang lagu keroncong sebagian besar menggunakan tanda tempo andante yang berarti lambat. Pembawaan melodi dan syairnya (vokal) bersifat improvisatoris, bercengkok dan gregel, juga secara portamento, sedangkan ritme sering tidak tepat pada pukulan yang seharusnya. Jadi agak ditunda sedikit, yang dalam istilah keroncong disebut “menggantung matt”, atau istilah lain dalam bahasa Jawa disebut “nggandhul”. (Harmunah. 1987: 30). Pembawaan vokal yang demikianmemberi kesan tidak tegas dan semau-maunya. Hal ini bertentangan dengan karakteristik jiwa muda yang serba menghentak, tegas, cepat, dan gemerlap, meskipun kadang muncul juga lembut dan manisnya.

Dari segi lagu-lagu yang dibawakan rupa-rupanya kazanah kekayaan lagu-lagu dari musik keroncong lamban dalam pertambahan referensiya. Sehingga yang muncul dalam setiap kali penampilan lagu-lagunya cenderung itu-itu saja (monoton). Ditambah bila dilihat dari bentuk lagunya, lagu-lagu keroncong memiliki beberapa bentuk yang sudah tetap (baku). Bentuk-bentuk itu adalah: keroncong asli, langgam keroncong, stambul I, stambul II. Meskipun pada perkembangannya akhirnya muncul lagu bentuk “ekstra”. Untuk lagu-lagu dari jenis keroncong asli, langgam keroncong, stambul I, stambul II memiliki pola baku. Memang ada benarnya bila ada pandangan bahwa lagu dan musik keroncong itu monoton bahkan cenderung kurang bisa berkembang. Namun perlu ditengok pula bahwa pada bentuk lagu ekstra, musik dan lagu keroncong memiliki keleluasan untuk bisa digarap dan berkembang dalam permainannya sesuai keinginan individu maupun kelompok penyaji. Contoh-contoh tersebut bisa dilihat pada lagu-lagu Pop Keroncong (Hetty Koes Endang), lagu-lagu pop keroncong manca negara, lagu-lagu pop keroncong instrumentalia, dan lain-lain. Sedangkan grup musik keroncong yang bisa membawa keinginan jiwa muda bisa dicontohkan seperti grup “Klanting” (IMB-RCTI).

3.Tidak ada ruang untuk berekspresi.

Sejak awal perkembangannya sampai sekarang musik keroncong mau tidak mau telah masuk dalam masa dimana musik keroncong kurang diminati dan mulai kehilangan penggemar. Kutipan dari radar madiun di atas merupakan kenyataan pahit yang memang harus diterima.Dari 38 peserta tidak satupun siswa yang memilih menyanyikan lagu keroncong. Kalau diambil prosentase berarti tidak sampai 3% dari kalangan muda yang berminat pada genre musik ini. Melihat kenyataan ini perlu ditanya lagi pada diri. Ketika beberapa tahun lalu kita marah karena musik keroncong diklaim oleh negara Malaysia sebagai warisan budaya miliknya. Seberapa besar kepedulian kita terhadap keberadaan musik keroncong? Lalu tindakan apa yang telah diperbuat untuk memelihara musik keroncong agar tetap eksis? Langkah apa yang telah dilakukan untuk mewariskan musik keroncong kepada para generasi pelanjut? Sudah adakah atau seberapa banyak “ruang” yang disediakan untuk menumbuhkan proses pewarisan kepada penerus? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang bisa diutarakan.

Kurikulum SMP mata pelajaran Seni Budaya kelas VIII ada diuraikan pada Kompetensi Dasar 11.1 yaitu: mengidentifikasi jenis karya seni musik tradisional nusantara, dan Kompetensi Dasar 11.2. yaitu: menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan seni musik tradisional nusantara. Pada pengembangannya guru bisa memasukkan musik keroncong sebagai salah satu alternatif pilihan dari musik tradisional dimaksud. Kalaupun musik keroncong dipilih sebagai alternatifnya sangat sedikit waktu yang bisa digunakan siswa untuk bisa bercengkerama (berapresiasi) dengan musik keroncong, dan terlalu jauh untuk bisa mempraktekkannya. Alternatif terakhir adalah kegiatan ekstra kurikuler sebagai pilihan pengembangan. Kalau itu yang kemudian dituju, maka tidak adanya peralatan musik di sekolah, tidak adanya tenaga pengajar dibidang itu, tidak adanya perhatian serius dari pimpinan di sekolah, merupakan alasan klasik yang dengan mudah segera muncul sebagai jawaban.

Sedikitnya “ruang” yang tersedia sebagai tempat berkreasi dan berekspresi makin mengucilkan musik keroncong dari gebyar kemegahan dan kemeriahan suasana berkesenian di negeri ini. Musik keroncong di daerah-daerah telah menjadi seni marginal yang sangat sedikit penggemarnya dan lebih sedikit lagi pelakunya.

4.Tidak ada masa depan yang menjanjikan, dan sulit regenerasi.

Permasalahan yang ada pada musik keroncong banyak memiliki kesamaan dengan permasalahan yang dialami oleh seni-seni marginal lain. Hal ini disebabkan musik keroncong berada pada posisi sebagai seni marginal juga. Orang akan berfikir dua kali untuk memutuskan diri menggeluti musik keroncong sebagai pilihan dalam profesional berkeseniannya. Sikap dan tindakan yang mereka lakukan terhadap musik keroncong yang demikian amat bisa dimengerti dan realistis. Orang-orang yang menggantungkan hidup dan penghidupannya dari berkesenian di daerah-daerah saat ini jelas tidak akan memilih musik keroncong sebagai pilihannya. Penyebabnya sudah jelas, karena musik keroncong tidak bisa menjanjikan untuk bisa menghasilkan pendapatan yang bisa dipakai hidup sehari-hari. Kenyataan ini yang kemudian membuat musik keroncong dijauhi oleh para pelakunya. Karena para pelaku musik keroncong telah pada meninggalkannya otomatis berpengaruh terhadap para penggemarnya yang kemudian juga berpengaruh pada intensitas kemunculan dan gaungnya di masayarakat. Dari sini lambat laun musik keroncong mengalami kemunduran seiring pergantian dari generasi ke generasi.

Selain agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat dan lingkungannya, manusia memerlukan materi dan biaya untuk melaksanakan tugas hidup di kehidupannya. Kawula muda masih memiliki masa yang panjang untuk menyelesaikan tugas hidupnya. Sadar akan hal itu, mereka menyiapkan diri dengan membekali diri dengan itu semua. Kebutuhan bekal itu (utamanya materi dan biaya) rupa-rupanya tidak akan bisa terpenuhi dari berkesenian lewat musikkeroncong saja. Tidak adanya masa depan yang bisa diharapkan dari berkesenian lewat musik keroncong termasuk salah satu penyebab kenapa musik ini dijauhi kawula muda. Kawula muda menjauh berarti muncul masalah dengan proses regenerasi. Proses regenerasi gagal berarti punah.

Menurut hemat saya untuk bisa mengembangkan musik keroncong di daerah-daerah bisa dimulai dari: (1) memberi “perhatian” kepada pengembangan musik ini; (2) menyediakan “ruang” bagi para pelakunya untuk bisa berkreasi dan berekspresi; (3) promosi perlu dilakukan; (4) mendekati para kawula mudha dengan cara mengajak memainkan musik/lagu mereka dengan irama keroncong; (5) menggarap lagu-lagu keroncong disesuaikan dengan keinginan mereka (jenis lagunya, tempo, dan penggarapannya lebih dinamis); (6) memberikan pembinaan-pembinaan dan dorongan semangat terhadap kelompok-kelompok musik yang telah ada agar lebih bergairah serta punya pandangan optimis dengan perkembangan musiknya; (7) memancing dan memfasilitasi tumbuhnya kelompok-kelompok baru utamanya dari kawula muda. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2008. Kurikulum Mata Pelajaran Seni Budaya SMP. Jakarta. Depdiknas

Harmunah. 1987. Musik Keroncong. Yogyakarta. Pusat Musik Liturgi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun