Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen | Kabut Tak Pernah Berujar Janji

10 Januari 2019   22:55 Diperbarui: 10 Januari 2019   23:00 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kabut malam ini begitu pekat. Butir hujan pun masih bersisa. Jarak pandangku sereguk nafas perenang kampung. Kau akan tertawa kecil atau tersenyum simpul. Jika kuingatkan istilah itu. Sependektahuku, tak pernah ada perenang di kampung itu. Area kecil di Kaki Bukit. 

kau menyukai kabut. Usai shubuh. Kala pagi menguak hari, adalah waktu istimewa bagimu. Seraya menunggu air mendidih untuk segelas kopiku. Kau akan duduk berdiam diri di pintu dapur. Melempar pandangmu ke puncak Bukit. Kau tahu. Takkan kuusik itu. waktu pagi, kubuka dengan aneka ternak unggasku.  

atau di sore hari. Kau akan temaniku di halaman rumah. Sore kuhabiskan untuk  menyirami aneka bunga dan sayuran. Kau akan bawa segelas teh hangat. Sekali waktu. pernah kuajukan inginku. agar tersedia segelas kopi sore. Rajukmu segera matikan itu. Aku tahu. Aturanmu pasti berlaku. 

Berbeda dengan pagi. kau ingin sendiri dalam sunyi. Kabut sore, kau nikmati sambil bercerita tentang harimu. Pun aneka tingkah murid di sekolahmu. Jika sudah begitu. Kuambil posisi sebagai pendengar. Sesekali kutimpali agar terjaga antusiasmu berkisah. Matamu akan ikuti arah dan gerak tubuhku. kursi plastik ukuran kecil berwarna biru. Adalah singgasanamu. satu lagi untukku. berwarna abu-abu. 

Jelang senja. Aku akan duduk disisimu. Dua tanganmu akan merengkuh erat lengan kiriku. Kepalamu bersandar pelan dibahuku. Bertahun bersama nikmati senja. Tak bicara atau bercerita. Berdua duduk dalam diam. 

Kabut adalah filosofis rasamu. Jika bagi orang lain. Kabut adalah sekat. Bagimu adalah perekat. 

"Bukankah kabut berarti penghalang?"

"Tidak! Aku akan menemukan, Mas!"

"Lah? Tapi jarak pandang..."

"Mas tak akan pergi,  kan?"

Rengkuhmu semakin erat dilenganku. Tatap manik matamu menikam mataku. Senyummu tertahan berbentuk garis lurus. Dan segera melengkung indah. Saat kuanggukkan kepala sembari usap pelan kepalamu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun