Mohon tunggu...
Yuzelma
Yuzelma Mohon Tunggu... Guru - Giat Literasi

Ilmu adalah buruan, agar buruan tidak lepas, maka ikatlah dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bekerja itu Berkeringat Dulu Baru Dilap, Jangan Dilap Dulu Baru Berkeringat

21 Februari 2018   21:02 Diperbarui: 22 Februari 2018   22:02 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: thinkstock

Ada suatu jawaban yang menggelitik dari seorang pemimpin yang selama ini mempunyai komitmen penuh dalam menyejahterakan karyawannya. Namun ia terkadang wajar dan manusiawi ketika ada karyawan yang merasa tidak puas dengan upah yang diterimanya (walau sudah ada kenaikan gaji secara berkala berdasarkan prestasi kerja, tambahan uang transpor, bonus makan siang, dan bahkan banyak bonus-bonus lainnya yang sudah diberikan).

Namun masih ada saja saat meeting, salah seorang karyawan menanyakan sesuatu yang tidak relevan dengan pembahasan kala itu. Topik diskusi saat rapat sesunggunya adalah tentang peningkatan laju produksi, tetapi karyawan yang selama ini agak vokal tersebut malah menanyakan tentang kesejahteraan karyawan.

Jawaban yang menggelitik, sederhana, dan penuh makna dari seorang pemimpin di saat itu adalah:

"Berkeringat dulu baru dilap, jangan dilap dulu baru berkeringat."

Semua orang yang hadir memahami apa yang dimaksud oleh pemimpin sehingga sebagian besar karyawan jadi tersenyum dikulum. Sebabnya mereka paham bahwasanya karyawan yang vokal ini adalah salah seorang karyawan yang kurang disiplin dan sering malas-malasan dalam bekerja. Sehingga banyak target kerja yang tidak tuntas. Tentu saja ini menjadi catatan penting bagi seorang pemimpin dalam hal memberikan reward dan bonus atas prestasi kerja.

Ilustrasi: uchikanpo.com
Ilustrasi: uchikanpo.com
Perusahaan tersebut sudah memberikan upah layak sesuai dengan standar yang berlaku. Bahkan telah memberikan reward bulanan kepada karyawan-karyawan yang memiliki karakter kerja yang baik, disiplin, bertanggung jawab. Karena pada dasarnya laju produksi sebuah perusahaan akan berbanding lurus dengan kinerja. Hak tersebut layak diberikan jika karyawan sudah memiliki etos kerja yang baik, motivasi yang tinggi, insiatif, inovatif, dan responsif serta memiliki hubungan kekeluargaan yang baik (antarkaryawan, karyawan dengan pimpinan, dan dengan masyarakat sekitar).

Kembali ke kalimat sederhana namun sarat makna, "Berkeringat dulu baru dilap, jangan dilap dulu baru berkeringat". Bagi yang paham makna besar dari pernyataan pimpinan tersebut, tentu ini akan memberikan suatu peringatan kepadanya, bahwasanya segala seuatu itu diraih tidaklah segampang yang dia kira. Kerja sedikit gaji besar, itu rasanya mustahil kalau kita bekerja di perusahaan swasta. Beda halnya dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) meski kerja sedang sedikit, gaji yang akan diterima jumlahnya tetap. Penanya di atas adalah oknum-oknum yang selalu berdalih hidup tidak sejahtera dan menyalahkan perusahaan yang kurang memperhatikannya.

Mungkin ia memiliki keheranan mengapa karyawan yang sama levelnya sama dengannya bisa hidup sejahtera. Jawabnya mungkin karena banyak karyawan yang sudah menyadari tentang dedikasi dan pengabdian dalam bekerja. Mungkin di awal masa kerjanya dulu, reward lah yang mereka kejar. Namun di saat mengejar reward tersebut, akhirnya ada pembiasaan-pembiasaan yang pada akhirnya dapat mengubah perilaku karyawan tersebut.

Saya masih meyakini profesional dalam bekerja maka hidup akan sejahtera. namun di saat kita tidak profesional dalam bekerja, maka hidup tidak akan sejahtera.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun