Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dua Target Utama Bila Seseorang Membeli Saham di Bursa Efek

30 Maret 2020   01:21 Diperbarui: 30 Maret 2020   06:21 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (1/7/2018). IHSG dibuka pada 6.381,18 naik 22,56 poin dibandingkan penutupan perdagangan Jumat lalu.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Penyebab Pergerakan Harga Saham
Perilaku para investor yang melakukan jual dan atau beli saham di bursa efek akan menentukan pergerakan dari suatu harga saham setiap sesi perdagangan, maupun mingguan, bulanan bahkan tahunan. Artinya, secara teknikal naik atau turunnya harga saham di bursa efek tergantung dari tarik menarik antara para pembeli dan penjual.

Cara memahaminya demikian, kalau yang membeli saham jumlah lebih banyak dari yang menjual saham, maka harga saham cenderung akan naik. 

Kencenderungan ini akan semakin kencang kalau yang membeli semakin banyak dan memaksa untuk membeli, sementara yang menjual semakin bertahan untuk tidak melepas atau tidak bersedia menjual.

Hal sebaliknya yang akan terjadi, ketika para penjual lebih banyak dari yang mau membeli, maka dipastikan harga saham cenderung akan turun. Dan dorongan turunnya harga saham semakin kencang kalau yang menjual semakin banyak sementara yang beresedia membeli tidak banyak.

Sesungguhnya keadaan ini sangat wajar dan lumrah, yang bisa dimengerti sebagai hukum permintaan dan penawaran, yang juga berlaku di pasar modal, yang memperjualbelikan efek (saham, obligasi, reksa dana atau turunannya).

Keadaan seperti inilah yang terjadi di Bursa Efek Indonesia, BEI, selama beberapa minggu terakhir hingga saat ini. Ketika harga saham di BEI, dalam bentuk IHSG turun hingga melebihi 35%, maka itu pertanda banyak investor yang melepaskan sahamnya di bursa efek. 

Saking ingin melepaskan, mereka beresedia menjual dengan harga murah sekalipun, maka pembeli terus menekan agar harga terus menurun ke bawah.

Kendati BEI dan juga OJK memberlakukan standar auto rejaction, bahkan juga memberlakukan trading halt, tetap saja harga saham meluncur ke bawah hingga di bawah 4000-an IHSG yang sebelumnya masih berada di angka 6000-an sebelum wabah virus Covid-19 menghantam Indonesia. Mengapa? 

Karena memang pemegang saham sedang mengalami "kepanikan" dan "ketakutan" akan risiko yang semakin berat, sedemikian rupa hingga tidak mau memegang saham lagi, dan melepaskan walaupun dengan harga murah.

Nah, pada saat yang sama pula, ada para pembeli saham yang memiliki keyakinan bahwa situasi yang akan terjadi tidak seburuk yang dibayangkan oleh si pembeli, sementara harga saham sudah sangat rendah, sudah undervalued, dan kesempatan untuk membeli bahkan memborong untuk dikoleksi.

Situasi ini juga yang terjadi pada hari Kamis dan Jumat tanggal 26 dan 27 Maret 2020. Para pemburu saham yang harga murah sudah melebihi jumlah yang terus menjual. Dan mendorong harga saham, IHSG, naik kembali. Tidak tanggung-tanggung, misalnya salah satu harga saham sebuah Bank yang pada hari Selasa 24 Maret 2020 sekitar Rp 22.000-an, dan pada Kamis 26 Maret 2020, langsung naik menjadi sekitar Rp 26.000,-.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun