Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mata Rantai yang Hilang dalam Proses Pembelajaran Kita

13 Desember 2019   11:17 Diperbarui: 17 Desember 2019   04:52 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.china.org.cn/opinion/2010-06/17/content_20278893.htm

4 Inisiatif Merdeka Belajar

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim  menyampaikan sejumlah perubahan yang akan terjadi dalam proses pembelanjaran di sekolah-sekolah di Indonesia, dan mulai akan berlaku setahun kedepan.

Yang paling update dalam dijelaskan oleh Nadiem Makariem akan menjadi prioritas ada 4 hal, yaitu (i) Ganti USBN, (2) Hapus UN, (3) Dokumen RPP cukup satu halaman, dan (3) Melonggarkan Zonasi. Dan ke-4 hal ini disebut sebagai inisiatif Merdeka Belajar, yang sudah dilontarkan pada saat memberikan pidato tanpa teks dalam acara serah terima Rektor UI, Rabu 4 Desember 2019.

Merdeka belajar dengan 4 inisiatif gaya Nadiem memang menimbulkan pro dan kontra. Dan seperti biasanya lebih banyak yang kontra ketimbang yang pro. Alasannya juga sudah bisa diduga bagi yang kontra, karena sudah berada di zona nyaman dan malas untuk berubah. Sementara yang pro dan mendukung penuh Merdeka Belajar karena menginginkan perubahan dalam proses pendidikan di tanah air ini yang nampaknya APBN 400-an triliun setiap tahun tidak sepadan dengan hasil yang dicapai.

Sesungguhnya, bila semua orang jujur mengakui maka sepakat untuk menyadari bahwa ada yang tidak beres dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan negeri ini hingga saat ini. Ada mata rantai yang hilang yang harus ditemukan dan disambung kembali. Dan sepertinya, Nadiem Makarim sedang mencari dan berusaha menemukan bagian rantai yang hilang itu.

Bukan Nadiem tidak mengerti tentang sistem pendidikan selama ini, yang bertahun tahun dijalankan dengan segala macama tetek bengeknya. Tetapi kerisauannya hanya satu saja yaitu lulusan pendidikan kita tidak siap bekerja, tidak berkompeten, tidak mampu menjadi pemimpin, dan tidak membawa perubahan nyata dalam kehidupan masyarakat.

Bagian ini, harus dimengerti dan diterima dengan pemikiran yang terbuka. Karena dunia usaha dan industri kita masih harus bekerja keras lagi untuk memproses lulusan perguruan tinggi agar siap bekerja dalam bidang pekerjaan yang ada. Dan ini menjadi indikator ada yang salah dengan proses pembelanjaran yang dilakukan selama ini.

Guru dan dosen dan para instruktur, nampaknya waktu, energi dan keterampilannya lebih banyak terserap dalam urusan administrasi pendidikan ketimbang orientasi pada kompetensi output lulusan pendidikan itu. Akibatnya sudah bisa diduga, siswa dan mahasiswa lulus dengan selembar ijaZah tetapi tidak memiliki kompetensi yang sesuai kebutuhan perubahan di dunia usaha dan dunia industri.

Kemerdekaan Belajar menjadi kata kunci dan pengikat semua mimpi yang ada di dalam kepala Mendikbud saat ini. Dan publik meyakini juga bahwa itulah yang dimimpikan oleh Jokowi agar 5 tahun kedepan negeri ini memasukan lompatan perubahan besar bagi Indonesia mengejar segala macam ketertinggalan. Betul juga, waktunya tidak terlalu banyak untuk membawa perubahan yang mendasar. 

Situasi Problematik - Masalah Pembelajaran

Sistem pendidikan nasional yang berlaku saat ini, terbentang mulai dari level Pendidikan Usia Dini atau PUD, lanjut ke level TK, SD, SMP, SMA, Diploma, S, S2, dan S3. Tidak ada yang salah dengan jenjang-jenjang ini semua. Masing-masing memiliki terminal sendiri-sendiri. Tetapi yang menjadi peroslan pokok pendidikan adalah output tidak berubah secara signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun