Mohon tunggu...
Yudo Mahendro
Yudo Mahendro Mohon Tunggu... Ilmuwan - sosiologi, budaya, dan sejarah

Alumni UNJ, belajar bersama Masyarakat Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Pisang: Anugrah Tropis yang Tak Disyukuri

30 Maret 2020   07:44 Diperbarui: 30 Maret 2020   07:43 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Ampar-ampar pisang, pisang ku belum masak. Masak bigi dihurung bari-bari.

Bagi kita orang Indonesia, pisang sudah akrab dengan lidah kita sejak kecil. Sebagaimana potongan lagu yang berasal dari Kalimantan Selatan di atas. Sebelum kita makan nasi, orang tua kita memberi makan kita dengan buah segar ini. Bahkan di wilayah Indonesia bagian Timur, pisang masih menjadi menu utama sehari-hari. Menjadi makanan pokok yang disajikan dengan ikan. Pisang memiliki banyak jenis, ada yang bisa dimakan langsung, atau perlu diolah terlebih dahulu, seperti digoreng, direbus, atau dikukus. Pisang juga bisa disajikan bersama es, sambal, bahkan menjadi bagian dalam sayuran.

Demikianlah keistimewaan pisang. Ia memiliki banyak varian dan setiap daerah pun memiliki cara tersendiri untuk menikmatinya. Lagu ampar-ampar pisang sesungguhnya menggambarkan proses pembuatan pisang rimpi di wilayah Kalimantan Selatan. Prosesnya seperti membuat selai. Pisang dibuat membusuk kemudian dijemur diterik matahari.

Pada suatu saat saya di Kupang, NTT, saya menyantap pisang tembaga. Pisang ini kulitnya berwarna kemerahan, seperti tembaga. Awalnya saya pikir pisang rebus, ternyata bukan. Pisang ini baru dipetik dari pohon dan bisa langsung dimakan. Ukurannya yang besar dan rasanya yang manis, selalu membawa kenangan tentang indahnya Nusa Tenggara Timur.

Waktu saya ke Aceh, saya diajak menyantap gulai kambing. Ketika mengambil salah satu bagian dari gulai tersebut, ternyata ada pisang mengkal yang ikut dimasak bersama daging kambing. Rasanya sepat, saya tidak makan potongan pisang tersebut. Kata mereka, kehadiran pisang dalam gulai kambing sebagai netralisir bau daging kambing yang berlebihan.

Kemudian di Makassar, pisang goreng dinimkati dengan saus sambal. Sambil nyeruput minuman sarabah, saya menghindari menyocol pisang dengan sambal. Bagi orang Sulawesi Selatan, ya begitulah cara menyantap pisang. Walaupun demikian, saya sangat menikmati pisang epe, pisang yang dibakar kemudian diberi cairan gula dan coklat. Apalagi es pisang hijau, nikmatnya tak tergantikaan saat disantap di bulan Ramadhan. Setelah waktu berbuka tentunya.

Pergi lagi kita ke Maluku Utara. Di sini pisang menjadi salah satu makanan pokok. Ada satu pisang yang khas, ada yang bilang pisang gororo, atau pisang mulut bebek. Pisang ini memiliki rasa tawar, yang sangat nikmat disajikan dengan sambal dengan ikan bakar. Saat di Makassar saya tidak menikmati perpaduan pisang dengan sambal. Di Maluku Utara saya ketagihan, pisang goreng dengan sambal ikan roa dan kacang goreng, punya sensasi tersendiri untuk dinikmati, apalagi disantap dipinggir pantai dengan menikmati angin dan ombak.

Itulah sekelumit pertemuan saya dengan pisang dibeberapa wilayah di Indonesia yang menunjukan begitu beragamnya pisang dan cara menikmatinya.Di Jakarta kita juga bisa menyantap beberapa jenis pisang, ada pisang ambon, lampung, kapok, raja, tanduk, batu, dan lain sebagainya. Hampir di semua pasar tradisional ada yang menjual pisang. Olahan kue basah dan keripik juga sudah mudah didapatkan dimana-mana.

Beberapa pedagang juga sudah ada yang menjual pisang goreng Pontianak dan juga pisang barangan yang berasal dari Sumatera Utara. Ada satu makanan khas, yaitu rujak bebek, makanan khas Betawi yang menggunakan pisang batu mentah dicampur dan ditumbuk dengan buah-buahan lain beserta bumbu. Makanan ini nikmat dimakan pada saat panas terik.

Pisang menjadi Mangga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun