Mohon tunggu...
Yudi Kurniawan
Yudi Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Psikolog Klinis, Dosen

Psikolog Klinis | Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang | Ikatan Psikolog Klinis Indonesia | Contact at kurniawan.yudika@gmail.com | Berkicau di @yudikurniawan27 |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak di Pusaran Konflik

16 Juni 2016   12:06 Diperbarui: 16 Juni 2016   18:34 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi di Kebonharjo pascapenggusuran (www.koran-sindo.com)

Anda masih ingat konflik pengusuran lahan antara PT KAI dan warga Kebonharjo, Semarang? Saya ingin membahas dari pespektif perlindungan anak saat konflik. Perlindungan terhadap anak tentu menjadi prioritas saat konflik terjadi. Tak terkecuali pada konflik penggusuran antara PT KAI dan warga Kebonharjo, Semarang. Meski berada dalam situasi konflik, hak anak untuk pendidikan dan bermain tetap harus diberikan. Sejak pertengahan Mei hingga awal Juni lalu, sekitar 150 anak belajar di posko yang disediakan oleh relawan untuk warga Kebonharjo. Kehilangan tempat tinggal tak menghalangi semangat belajar mereka. Tidak sekadar belajar, anak-anak juga mendapatkan suasana baru karena bisa berkenalan dengan relawan dari berbagai elemen masyarakat.

Agar anak tidak terseret dalam pusaran konflik, orang dewasa perlu menyediakan ruang untuk ekspresi emosi mereka. Caranya adalah dengan memberikan ruang bermain bagi anak. Sederhana namun kerap sulit dilakukan dalam situasi konflik, karena orang dewasa biasanya fokus pada inti konflik, bukan pada anak-anak. Padahal, terpapar konflik dalam waktu yang lama berpotensi meninggalkan luka psikis bagi anak.

Saya bersama mahasiswa psikologi ikut mendampingi anak-anak Kebonharjo. Mahasiswa ditugaskan untuk melakukan pengamatan terhadap kondisi psikologis anak. Salah satu faktor risiko yang berpotensi menimbulkan kerentanan psikologis bagi anak adalah perubahan lingkungan dan sikap orang terdekat mereka akibat konflik. Jadi, anak harus diberikan ruang senyaman mungkin, sehingga mereka tidak merasa terasing dari lingkungan yang selama ini menjadi tempat tinggalnya.

Pendampingan Orangtua

Relawan pendamping anak bersifat sementara, sehingga orangtua juga patut mendapatkan pendampingan untuk mengenal emosi dan perilaku anak. Orangtua sebenarnya lebih memahami kondisi psikologis anak, sehingga bisa menjadi pelindung dalam situasi konflik.

Untuk mengurangi potensi masalah kesehatan jiwa, orangtua bisa memberikan jarak psikologis antara anak dan sumber konflik. Caranya? Tentu saja dengan bermain. Akan lebih baik bila orangtua ikut terlibat bersama anak. Aktivitas seperti menggambar, mewarnai, bercerita, dan bernyanyi sangat efektif sebagai media belajar, ekspresi emosi, sekaligus membuat mereka tetap ceria.

Jangan biarkan konflik memberikan dampak negatif terhadap perkembangan mental anak. Menjadi tugas kita bersama untuk mendampingi dan melindungi anak agar tidak tenggelam dalam pusaran konflik.

@yudikurniawan27

Psikolog dan staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Semarang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun