Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fear Arousing dalam Propaganda Politik

10 November 2018   09:02 Diperbarui: 10 November 2018   09:25 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketakutan itu bisa menjadi sentimen positif maupun negatif, tergantung konteks perlekatan situasional. Ketakutan akan terorisme membuat kita menyusun langkah membangun benteng anti terorisme.

Pada sisi bersamaan, eksploitasi rasa takut yang menjurus pada kekhawatiran berlebih tanpa dasar rasionalitas secara logis, hanya akan sampai pada ilusi akan ketakutan itu sendiri -paranoid.

Salahkah? Ditingkat yang terakhir tersebut, ada deviasi normalitas. Kemelencengan rasa takut lebih disebabkan karena ketidakmampuan mengelola rasa takut itu sendiri.

Lantas bagaimana isu ketakutan tersebut dimanifestasikan dalam persoalan politik? Ingat bahwa politik adalah proses pertarungan kepentingan yang berujung pada rotasi kekuasaan.

Dengan demikian, kemunculan dan penggunaan rasa takut sesungguhnya adalah bagian dari upaya untuk memainkan isu yang dianggap dapat membangun pertalian kesamaan pandang.

Logika terbalik yang hendak dibangun, karena populasi mengalami kecemasan dalam ketakutan bersama sebagai masalah komunal, maka dibutuhkan agregasi serta kanalisasi atas perlindungan kepentingan bersama pula yang merujuk figur individu -aktor maupun partai politik tertentu.

Dalam pengalaman kesejarahan khususnya perang dunia ke II, Partai Nazi Jerman menggunakan teknik propaganda, yang dapat dinyatakan sebagai metode persuasi keras alih-alih membangun kesepahaman dengan soft power, justru propaganda menggunakan posisi hard power untuk melakukan persuasi publik termasuk memakai pendekatan akan ketakutan -fear arousing.

Dari Sontoloyo ke Genderuwo

Jadi kalau ada statemen tentang "politik genderuwo" karena mencoba membangun korelasi pola komunikasi atas ketakutan sebagai konsumsi kampanye maka hal itu sah-sah saja.

Tetapi perlu cermat dan kritis dalam melakukan telaah wacana, semua kelompok politik yang tengah berebut pengaruh sejatinya menggunakan ketakutan sebagai upaya memperteguh pilihan politik.

Premisnya mudah saja, kalau bukan memilih saya maka pembangunan terhenti, atau bisa juga jika bukan memilih kami maka kita hanya akan menjadi orang asing di negeri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun