Mohon tunggu...
Yuanita Hidayati
Yuanita Hidayati Mohon Tunggu... -

Tulisanku adalah wujud dan gambaran aku.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jilbab: Tubuhku Milikku, Bukan Milik Pak Ustadz

31 Mei 2013   11:06 Diperbarui: 4 April 2017   17:50 42007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mau menulis tentang jilbab. Tapi aku bingung. Tapi akhirnya aku mantap menuliskan keyakinan aku ini. Aku nulisnya pas hari ultahku juga. Nah selama ini aku pembaca Kompasiana. Ada banyak pro-kontra soal pemakaian hijab dan jilbab. Aku sendiri tak menentang pemakaian jilbab. Yang menjadi masalah sebenarnya urusan personal. Tapi justru urusan personal itu semakin membuat aku yakin tentang pendapatku, tentang jilbab adalah pilihan pribadi sekali.

Inilah ulang tahunku yang aku tidak pernah menunggu. Males. Ulang tahun artinya umur gue berkurang dan aku mendekati kematian. Jadi mendingan nggak usah mikir ulang tahun. Namun, namanya juga aku yang kebetulan banyak teman, aku banyak mendapat ucapan selamat. Aku tak tertarik. Tapi aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Ucapan selamat ulang tahun mengalir sejak pukul 00:01. Yang ngucapin itu adalah orang spesialku yang kini aku tinggalkan. Dia orang terkenal. Kini aku sendiri saja sambil mengurus tiga anak-anakku yang tengah remaja. Life begins at 23 aku pikir. Bukan at 40 diyakini kebanyakan orang.

Saat usia 23 itu kali pertama aku mencampakkan lelaki yang telah memberiku 3 anak. Nanti aku cerita anak-anakku yang lucu. Lelaki yang menjadi ayah bagi ketiga anakku ini yang membuat aku sekarang mandiri. Aku tak membutuhkan lelaki. Justru para lelaki yang membutuhkan aku. Buktinya aku selalu dikejar oleh banyak lelaki. Ha ha aha. Maaf sok pede tapi emang bener sih.

Nah, ini alasan aku tak memakai jilbab lagi.

Sejak usia 12 tahun, karena aku bongsor, maka aku disuruh Mama berhijab. Alasannya agar aku terlindungi. Wah berarti kalau aku tak memakai jilbab tak terlindungi. Padahal kalau aku diganggu berarti ada orang di luar aku yang salah. Orang lain mengganggu aku, kok malah aku yang disalahkan. Saya sampai tertawa dulu waktu gubernur Foke bilang perkosaan akibat perempuan mengundang dan memakai rok mini. Pernyataan Foke belakangan itu semakin membenarkan pendapat aku tentang cara pandang lelaki.Seolah perempuan sumber nafsu. Lelaki saja yang bejat dan kotor otaknya. Paha mulus dan indah bukan berarti penggoda nafsu. Otak ngeres lelaki.

Itu pendapat aku. Namun karena Mama, ya aku mau pakai saja. Aku juga ikut modeling. Pas jadi model aku copot jilbabku. Aku tidak merasa bersalah karena aku tak setuju dengan alasan memakai jilbab untuk melindungi dari ancaman lelaki.

Aku mulai beranjak dewasa. Aku tetap memakai jilbab. Aku pun kuliah di perguruan tinggi ternama di Kota Depok yang saingannya hanya ITB. Universitasku ini dulu sumber dan langganan pemasok para menteri pendidikan RI. Rektor terakhir saja yang error hingga tak jadi menteri, malah dipecat karena ribet urusan penghargaan ke Raja Arab Saudi.

Saat semester satu aku dipanggil Mama. Intinya aku dijodohkan dengan seorang Ustadz. Ustadz ini tak pernah muncul di televisi. Namun soal kekayaan wuih jangan ditanya. Sumbernya tak perlu disebutkanlah. Ini justru salah satu alasan aku tak memakai jilbab. Perempuan berjilbab hanya dimanfaatkan lelaki: kalau bukan untuk hiasan ya alasan melindungi syahwat lelaki. Perempuan dianggap sebagai obyek. Aku tak setuju. Aku memilih dan meyakini tubuhku milikku.

Nah, suamiku yang ustadz ini justru yang membuat aku mencampakkan dia. Dia mengajarkan banyak hal tentang kebaikan, namun dia justru sangat menghinakan perempuan. Aku adalah istri keduanya. Dengan janji aku istri terakhirnya. Namun nyatanya dia malah menceraikan istri pertama dan menikahi 3 perempuan lain yang usianya belia. Dan, semuanya awalnya berjilbab. Ketiga istri suamiku ini sekarang masih kuliah dan tinggal di tiga tempat berbeda.

Dan, anehnya ketiga istri suamiku itu semuanya menjadi tidak berjilbab begitu menikah dengan suamiku. Aku tak tahu alasan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun