Mohon tunggu...
oranggunung
oranggunung Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Media Sosial, Nasi Putih Abad Ini

4 Desember 2015   16:27 Diperbarui: 11 Juni 2017   18:11 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock (Kompascom)

Media sosial hari ini seperti nasi putih, makanan pokok anak Indonesia. Lalu lauknya apa supaya jadi empat sehat lima sempurna? Lauknya pamer goreng, galau rebus, tumis iri dan simpatik palsu dipresto. Oh ya, motivator dadakan dijuice, menggenapi. 

Coba akui bahwa kita tidak bisa seharipun tanpa online di media sosial. Saya juga mengakui kok. Memang dengan berbagai motif sih. Dan saya tidak akan membahas motif itu, karena.. kebanyakan.

Baru-baru saja saya memiliki pengalaman unik antara batas dunia maya dan dunia nyata. Saya memiliki seorang kenalan ketika kami bersekolah di sekolah yang sama beberapa tahun lalu. Selepas lulus sekolah, kami tidak pernah bertemu lagi. Suatu hari ketika media sosial sedang mewabah, tiba-tiba saya lihat namanya di layar ponsel dan dia mengajak saya berteman.Lalu saya sering melihat pembaruan tentang aktivitas-aktivitasnya, foto diri, lokasinya saat ini, bahkan apa yang ia makan detik ini. Saya juga sering memberi tanda "suka" pada beberapa aktivitasnya tersebut (hehehe). Demikian juga dirinya. Hebat sekali bukan media sosial itu. Ia telah mempertemukan saya dengan seorang kerabat yang sudah tahunan tak jumpa. Wajahnya yang tambah cantik jadi sangat jelas. Kesuksesannya tercermin dari check-in check-in nya di berbagai kota untuk event perusahaan. Selera makanannya juga sangat baik. Kadang saya suka menanyakan es salju bentuk beruang itu, ada di mana sih? 

Namun yang saya sayangkan, ketika kami berpapasan sungguhan, ia bahkan tidak berani menoleh ke arah saya. Apabila kata tidak berani di sini terdengar otoriter sekali di pihak saya, maka mungkin kata yang lebih tepat adalah enggan. Mengapa bukan saya yang menyapa duluan? Inginnya sih begitu, tapi bayangkan bila orang yang anda tuju seperti tidak ingin melihat anda (saya yakin pembaca tahu persis seperti apa kondisi itu) pasti anda juga jadi segan untuk berinisiatif memberi sapa. Saat itu, saya tidak kaget. Mungkin ia malu, mungkin segan, mungkin tidak tahu apa yang akan dibicarakan.

Atau mungkin, di dunia nyata kami memang tidak berteman? Saya jadi blunder sendiri. 

Pengembang atau developer media sosial itu pasti memiliki tujuan mulia dan niat baik. Selain mendekatkan yang jauh, media sosial juga berperan sebagai pengeras suara orang-orang yang dalam kehidupan nyata, tidak bersuara. Apa maksudnya?

Coba tengok sebentar timeline media sosial anda. Adakah orang-orang yang anda kenal di dunia nyata sebagai orang yang pendiam, tidak banyak bicara, pemalu, tidak responsif dan seringnya tidak berkomentar pada saat diskusi terbuka di kelas, di tempat kuliah, atau di meeting-meeting kantor. Namun ketika mereka sudah masuk ke dalam akunnya di media sosial, mereka seperti orang yang kalap ingin beropini. Mereka mendadak jadi responsif, kritis, lincah beraksara, dan sangat aktual. Mereka memuntahkan bejibun komentar-komentar dengan lancar seperti sedang dalam diskusi live. Menggelikan. 

Mungkin mereka malu bila berbicara langsung, mungkin mereka grogi, mungkin mereka takut, mungkin mereka tidak pede, dan seribu mungkin lainnya yang dapat mendukung tingkah mereka yang demikian.

Tulisan opini ini bukan untuk menghakimi pengembang media sosial ataupun penggunanya. Hanya sangat disayangkan apabila niat baik malah dikelirukan.

Pernahkah anda menoleh sebentar ke daftar teman di media sosial anda? Ada berapa banyak? 100, 200, atau malah 1000 dan lebih dari 5000? Saya pernah berada pada jaman "memiliki ribuan teman pada F***b*** itu keren and means you're famous!"

Mari kita cek daftar teman kita di media sosial sekali lagi. Berapa banyakah dari daftar itu, yang benar-benar berkomunikasi dengan anda secara nyata? Berapa banyakah yang memang selalu kita sapa? Berapa banyakah yang.... teman sungguhan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun