Mohon tunggu...
Yovita Amalia
Yovita Amalia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bedah Buku Jurnalisme Keberagaman bersama Usman Kansong

25 Maret 2017   06:47 Diperbarui: 25 Maret 2017   16:00 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bedah buku Jurnalisme Keberagaman di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dok. Pribadi

Jurnalisme Keberagaman, merupakan fenomena terbaru dalam dunia jurnalistik. Berbeda dengan jurnalisme lain, jurnalisme keberagaman menawarkan pengangkatan hak-hak kaum marginal untuk bersuara. Jurnalisme keberagaman disusun bersama serikat jurnalis berdasarkan pengalaman meliput konflik.  Etnik, gender dan agama menjadi fokus utama dalam pembahasan jurnalisme keberagaman. 

Bedah buku Jurnalisme Keberagaman dilakukan pada Jumat (24/3) di Auditorium gedung Theresa Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Buku Jurnalisme Keberagaman ditulis oleh Usman Kansong, Direktur Pemberitaan di Media Indonesia. Terdapat tiga orang penanggap yang dihadirkan dalam bedah buku Jurnalisme Keberagaman. Penanggap dari sisi akademis dilakukan oleh Lukas Ispandriarno sebagai dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang pernah menjabat sebagai penasehat di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta. Penanggap dari sisi pemberitaan dilakukan oleh Widiarsi Agustina sebagai Kepala Biro Tempo D.I Yogyakarta dan JAwa Tengah. Selain itu terdapat penanggap dari perwakilan kelompok marginal, Agnes Dwi Rusjiyati dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika. Serta Anang Zakaria dari AJI Yogyakarta sebagai moderator dalam acara ini. 

Bedah buku Jurnalisme Keberagaman ini membahas mengenai isu keberagaman yang lahir dari politik identitas. Hal ini dikarenakan semua orang saat ini mulai berani mengungkapkan identitas mereka masing-masing, termasuk kelompok marginal. Serikat Jurnalis Keberagaman (SEJUK) merupakan sekumpulan wartawan yang berkumpul untuk mempelajari jurnalisme keberagaman. SEJUK pertama kali didirikan di Surabaya dengan menghadirkan para wartawan yang sering meliput konflik yang terjadi karena adanya penguatan identitas. 

"Pers digunakan untuk melembagakan keberagaman", ujar Usman. Hal ini dikatakan oleh Usman sebagai bentuk kekhawatirannya kepada para jurnalis dalam hal meliput keberagaman. Pers saat ini dirasa lebih mempercayai sosial media dibandingkan fakta yang terjadi di lapangan. Sistem verifikasi yang seharusnya dilakukan oleh jurnalis semacam lebih dihiraukan. "Pers terkadang belum bisa ikut serta dalam konsolidasi demokrasi. Hal ini dikarenakan pers masih takut dan khawatir jika di demo oleh kelompok intoleran", tambah Usman. 

Berbeda dengan jurnalisme damai, prinsip jurnalisme keberagaman adalah fokus kepada empati dan advokasi. Jurnalisme damai merupakan bagian dari jurnalisme keberagaman. Inti dari jurnalisme keberagaman adalah membela korban dari kelompok marginal, mengedepankan jurnalisme damai, dan berperspektif gender. Buku jurnalisme keberagaman ini terdapat keterbukaan akademik mengenai media-media di Indonesia. 

Acara bedah buku ini dihadiri oleh beberapa kelompok yang dianggap marginal seperti Ahmadiah dan Gafatar. Tujuan diberlangsungkan acara ini adalah untuk melihat jurnalisme keberagaman sebagai salah satu jurnalisme yang harus dimiliki oleh jurnalis saat ini. "Tidak mudah memanfaatkan media utk menjelaskan sesuatu terutama dalam hal konflik.Kita harus menyerang dahulu untuk mendapat suatu kejelasan dalam media", ujar Lukas sembari menutup acara. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun