Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Revolusi Turnamen Sepak Bola ala Benua Afrika

24 Juli 2017   14:24 Diperbarui: 24 Juli 2017   15:37 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Piala Afrika 2017. AFC

Di level antarnegara, tiap benua pasti punya turnamen tingkat benua masing-masing, termasuk Benua Afrika dengan Piala Afrika-nya. Dilihat dari waktu pelaksanaannya, turnamen tingkat benua satu ini cukup eksentrik. Karena rutin digelar tiap dua tahun sekali, di awal tahun kalender, dimulai sejak tahun 1957, lalu dijadwal ulang tahun 1968, dan 2013. Memang, selain Piala Afrika, turnamen tingkat benua lain, yang rutindigelar tiap 2 tahun adalah Piala Emas CONCACAF (Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Karibia). Tapi, Piala Emas CONCACAF digelar pada pertengahan tahun kalender (bulan Juni-Juli).

Jika dibandingkan dengan Piala Emas CONCACAF, yang rutin didominasi timnas Amerika Serikat dan Meksiko, atau Piala  Asia, yang rutin didominasi timnas negara Timur Tengah, dan Asia Timur, Piala Afrika tergolong dinamis, karena, negara yang langganan juara, dan bertabur bintang pun belum tentu bisa selalu lolos. Seperti dialami timnas Nigeria (juara edisi 2013), yang gagal lolos di dua edisi terakhir (2015 dan 2017).

Piala Afrika sendiri biasa digelar pada awal tahun kalender, dengan pertimbangan; pada waktu ini, kebanyakan kompetisi liga, atau turnamen antarklub, baik tingkat domestik, maupun benua, di Afrika, sudah berakhir menjelang akhir tahun, dan sedang dalam masa libur kompetisi. Tapi, belakangan, pemilihan waktu penyelenggaraan turnamen ini, diprotes klub-klub Eropa, terutama oleh klub-klub Liga Inggris, yang diperkuat bintang-bintang asal Afrika. Karena fase persiapan akhir, dan turnamen Piala Afrka berlangsung di tengah puncak periode sibuk kompetisi di sana.

Berangkat dari protes itulah, pada Kamis (20/7) lalu, Konfederasi Sepak bola Afrika (CAF), selaku induk tertinggi sepak bola Afrika menetapkan beberapa perubahan, yang akan mulai dijalankan, pada Piala Afrika edisi 2019 mendatang. Pertama, Piala Afrika akan diikuti 24 tim, yang akan dibagi dalam 6 grup. Sebelumnya, turnamen ini hanya diikuti 16 tim, yang dibagi dalam 4 grup. Agaknya, CAF terinspirasi dari pola perombakan format sejenis pada turnamen Piala Eropa oleh UEFA, yang cukup sukses di gelaran Piala Eropa 2016 lalu.

Selain itu, CAF juga mengubah format waktu pelaksanaan turnamen antarklub tingkat benua (Liga Champions Afrika dan Piala CAF), dari yang sebelumnya berlangsung mengikuti tahun kalender, menjadi seperti di Eropa, yang dimulai tiap bulan Agustus dan selesai bulan Mei. Bisa dipastikan, perubahan ini akan membuat liga-liga domestik di Afrika menyesuaikan diri. Tidak menutup kemungkinan, liga-liga domestik di Afrika nantinya akan merombak format waktu penyelenggaraan kompetisi, dengan mengikuti format waktu pelaksanaan turnamen tingkat benua yang dihelat CAF.

Kedua, CAF menetapkan, Piala Afrika akan digelar pada bulan Juni-Juli, bukan Januari-Februari seperti sebelumnya. Keputusan ini, jelas menguntungkan klub-klub Eropa. Karena, bulan Juni-Juli adalah masa libur pascakompetisi di Eropa.

Secara teknis, perubahan waktu penyelenggaraan ini juga cukup menguntungkan. Karena, klub-klub Eropa bisa memantau secara intens, dan merekrut pemain-pemain potensial, yang muncul di turnamen ini. Seperti kita ketahui bersama, dari masa ke masa, selalu muncul pesepakbola berkualitas dari Benua Hitam, misalnya Roger Milla (Kamerun), Toure bersaudara (Kolo dan Yaya, Pantai Gading), dan Michael Essien (Ghana). Bahkan, dari Afrika, pernah muncul sosok pemenang Ballon d'Or dalam diri George Weah (Liberia).

Secara komersial, pemindahan waktu turnamen ini juga menguntungkan. Karena, Piala Afrika akan mampu lebih menarik minat sponsor, dan media penyiaran. Ini dapat menjadi jalan Piala Afrika untuk "go international" seperti Piala Eropa, dan Copa America, dua turnamen tingkat benua yang rutin disiarkan secara global, dengan nilai pendapatan dari hak siar dan sponsor yang jumlahnya cukup fantastis.

Ketiga, CAF menetapkan kualifikasi bersistem zona regional. Di sini, setiap negara akan ditempatkan menurut letak geografisnya. Misalnya, Ghana ditempatkan di zona Afrika Barat, Mesir di Afrika Utara, Kenya di Afrika Timur, Zimbabwe di Afrika Selatan, dan Kongo di Afrika Tengah. Perubahan format ini bertujuan, untuk mengurangi kesenjangan prestasi sepak bola tiap regional di Afrika. Maklum, selama ini juara Piala Afrika biasa didominasi negara dari  Afrika Barat dan Utara. Jika terus dibiarkan, pola dominasi semacam ini justru akan merusak kualitas turnamen.

Dengan diubahnya format Piala Afrika, peluang para pemain muda berbakat, untuk bisa berkarir di Eropa akan semakin terbuka. Bagi negara-negara Afrika, perubahan format ini, akan membuat persaingan lebih terbuka. Dari sinilah, kualitas kemampuan sepakbola Afrika akan meningkat. Ini akan jadi modal bagus bagi negara-negara Afrika, untuk mengejar prestasi tinggi di ajang Piala Dunia.

Perubahan format kompetisi yang dicanangkan CAF ini memang radikal. Tapi, perubahan radikal CAF ini bertujuan, untuk meningkatkan kualitas kompetisi, dan tata kelola kompetisi sepak bola di Afrika. Apa yang dilakukan CAF sekali lagi membuktikan; sebuah perubahan radikal adalah sesuatu yang baik, hanya jika maksud dan tujuannya demi mewujudkan kebaikan bersama, tanpa memandang setiap perbedaan yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun