Dua kali datang dan pergi. Begitulah alur perjalanan karir Alvaro Morata (24) dan Real Madrid. Pada kesempatan pertama, Morata pergi ke Juventus, pada tahun 2014, untuk kembali ke Real Madrid tahun 2016. Morata sendiri, kala itu dipulangkan Real Madrid, berkat performa bagusnya di Juventus, dan kejelian Real Madrid, yang menyelipkan klausul pembelian kembali  seharga 30 juta euro. Bersama Juventus, Morata mencetak total 27 gol dari 93 laga.
Sekembalinya ke Real Madrid, Morata mampu tampil produktif. Meski tak selalu jadi starter, penyerang lulusan akademi Real Madrid ini mampu tampil produktif, dengan mencetak 20 gol dari 43 laga pada musim 2016/2017. Catatan ini, lebih baik dari periode pertamanya di Santiago Bernabeu (2010-2014), yang hanya mencetak 11 gol dari 52 laga.
Performa bagusnya bersama El Real, mampu menarik minat dua klub raksasa Inggris, yakni Manchester United dan Chelsea. Kedua klub sama-sama sedang mencari penyerang tengah ideal. Kebetulan, Morata sendiri sedang galau, karena tidak selalu jadi starter di Real Madrid. Situasi ini, memaksa Real Madrid membuka pintu negosiasi dengan duo EPL itu, untuk menguangkan Morata.
Awalnya, Manchester United (MU) maju duluan mendekati Morata. Dari sisi teknis, rencana transfer ini cukup cerdik. Karena, Jose Mourinho (pelatih MU), adalah pelatih Morata saat debut di Real Madrid. Jadi, ia cukup mengenal gaya main Morata. Tapi, belakangan MU mundur dari pengejaran Morata, setelah sukses menggaet Romelu Lukaku (Belgia) dari Everton seharga 75 juta pounds. Pada prosesnya, United sukses menikung Chelsea yang juga mengincar Lukaku.
Berangkat dari kegagalan menggaet Lukaku inilah, Chelsea lalu serius mengejar Morata. Akhirnya, setelah melalui negosiasi intens, Real Madrid bersedia melepas Morata ke Chelsea, dengan harga total 70 juta pounds, tanpa klausul pembelian kembali, pada Jumat (21/7 GMT) lalu. Nantinya, Morata, yang dikontrak Chelsea selama 5 tahun, akan dijadikan pengganti Diego Costa, penyerang bengal yang masuk daftar jual Si Biru, akibat berkonflik dengan pelatih Antonio Conte.
Di Chelsea sendiri, Morata akan dihadapkan dengan dua tantangan. Pertama, ia akan rutin menjadi pemain starter, di liga yang cenderung mengandalkan aspek fisik. Situasi ini belum pernah dihadapi Morata sebelumnya. Karena, sepanjang karirnya, ia tidak selalu menjadi pemain starter, dan bermain di liga yang cenderung mengandalkan aspek teknik/taktik (La Liga dan Serie A). Ditambah lagi, Morata masih perlu membuktikan diri sebagai penyerang yang tajam.
Tantangan lainnya, Morata kini dilabeli status sebagai penyerang termahal Chelsea. Harga 70 juta pounds atas namanya, sukses memecahkan rekor lama klub, atas nama Fernando Torres (digaet seharga 50 juta pounds dari Liverpool). Di Chelsea sendiri, sejak pembelian sukses Didier Drogba (2004), status penyerang termahal menjadi sebuah beban berat. Tercatat, ada sosok Andriy Shevchenko (2006), dan Fernando Torres (2011), yang sama-sama gagal bersinar di Chelsea, meski berstatus penyerang termahal klub. Memang, ada Diego Costa (2014) yang cukup tajam. Tapi, ia terlanjur akrab dengan masalah indisipliner.
Kedua tantangan ini, akan menemani Morata, dalam petualangan barunya di Inggris. Jika sukses melewatinya, ia akan menjadi bintang. Tapi jika gagal, ia akan mengikuti jejak Sheva dan Torres di Chelsea. Mampukah Morata bersinar di Chelsea?
