Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menuju Final Piala Presiden 2019

7 April 2019   22:16 Diperbarui: 7 April 2019   22:53 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum melangkah lebih jauh, izinkan saya menjelaskan, bahwa tulisan ini adalah pendapat saya, setelah jadwal final Piala Presiden 2019 diputuskan PSSI, Sabtu, (6/4) lalu. Penjelasan ini saya anggap perlu, untuk menghindari "misleading", karena pertandingan final Piala Presiden 2019 baru akan berlangsung pada 9 dan 12 April 2019 mendatang.

Seperti diketahui bersama, final Piala Presiden edisi tahun ini mempertemukan dua tim rival bebuyutan asal Jawa Timur, yakni Arema FC dan Persebaya Surabaya. Arema FC lolos ke final setelah mengalahkan tim kejutan Kalteng Putra dengan skor agregat 6-0. Sementara itu, Persebaya sukses menyingkirkan Madura United dengan skor agregat 4-2 di semifinal.

Tapi, lolosnya kedua tim ke final, rupanya membuat PSSI memutuskan untuk menerapkan kebijakan khusus, dengan membuat partai final Piala Presiden kali ini digelar dengan format 2 leg. Pada leg pertama, Persebaya akan menjamu Arema di Stadion Gelora Bung Tomo, dan pada leg kedua, giliran Arema yang menjamu Persebaya di Stadion Kanjuruhan. Kebijakan ini menjadi sebuah kejutan, karena untuk pertama kalinya final Piala Presiden tak digelar di tempat netral (dalam hal ini Stadion Utama Gelora Bung Karno) seperti sebelumnya.

Kalau melihat kebiasaan PSSI yang selama ini suka membuat "perkecualian" atas aturan yang mereka buat sendiri, sebenarnya ini bukan hal baru di persepakbolaan nasional. Tapi, bagi saya, ini adalah keputusan blunder yang sangat buruk dari PSSI.

Oke, PSSI bisa saja berargumen format dua leg ini adalah cara terbaik untuk meredam potensi gesekan antara Bonek dan Aremania, dua kelompok suporter yang selama ini dikenal punya hubungan kurang harmonis. Tapi, saya justru melihat, ini adalah satu sikap "cuci tangan" dari PSSI. Karena, mereka sama sekali belum (kalau tak mau dibilang tidak) ada keinginan dan tindakan serius untuk mengedukasi suporter kita.

Padahal, ini adalah salah satu tugas utama PSSI sebagai induk sepak bola nasional. Seharusnya, mereka lebih cermat dalam membuat keputusan. Karena, dengan memainkan dua leg final, beban kerja aparat keamanan makin berat. Apalagi, bulan ini akan diselenggarakan Pemilu. Sudah pasti aparat keamanan kita siaga penuh, dan tak seharusnya diberi tugas tambahan (yang seharusnya bisa langsung beres dalam satu pertandingan di tempat netral).

Tentunya, kita semua berharap, final Piala Presiden 2019 berjalan dengan lancar, tanpa ada aksi anarkis oknum suporter manapun, dan tim yang menjadi juara memang adalah tim yang layak untuk mendapatkannya. Tapi, jika ternyata hal-hal negatif tersebut masih terjadi, PSSI adalah pihak pertama yang layak disalahkan, karena ini adalah buah dari keputusan yang mereka buat sendiri. Dari sini saja, kita akan bisa melihat, seberapa semrawutnya Liga 1 musim 2019, karena di turnamen pra-musim saja, PSSI masih lalai dalam membuat keputusan.

Semoga ini tak menjadi keputusan blunder berikutnya dari PSSI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun