Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Lulus Ujian, Posisi Jenderal Tito Kian Kuat

24 Mei 2019   13:32 Diperbarui: 24 Mei 2019   16:53 3895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolri menunjukkan senjata yang diselundupkan untuk Aksi 22 Mei. Foto: KOMPAS.com/Antara

Aksi 21-22 Mei 2019 menjadi ujian bagi Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian. Berbeda dengan Aksi Bela Islam 212 akhir tahun 2016 yang berlangsung damai, aksi memprotes keputusan KPU terkait penetapan pemenang hasil Pilpres 2019, sempat ricuh karena ulah penyusup.

Apresiasi tinggi layak diberikan kepada pasukan Brigade Mobile dari Polri dan juga kesatuan lain dari TNI, seperti Marinir dan Kopassus, yang berhasil meredam pelaku anarki yang menyusup dalam kegiatan demo pendukung Prabowo Subianto. 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal tegas mengatakan massa yang membuat kerusuhan berbeda dengan massa demo di depan Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat.

Kesigapan Kapolri menangani tindakan anarki yang memanfaatkan demo di Bawaslu, menjadi jaminan tidak akan ada pergantian di pucuk pimpinan Polri. Jenderal Tito tetap akan memimpin Korps Bhayangkara hingga 2022 mendatang.

Namun demikian ada beberapa catatan menarik yang perlu penelaahan lebih jauh. Sulit dipungkiri aksi 21-22 Mei memang menjadi "kepentingan" banyak pihak. Pihak pertama tentu kubu Prabowo beserta elemen pendukungnya. Penolakan yang disuarakan Prabowo dan pasangannya, Sandiaga Salahudin Uno, baik sebelum maupun sesudah KPU menetapkan pemenang Pilpres 2019, mematik pendukungnya untuk ikut menolak melalui - meminjam istilah Titiek Soeharto, aksi jalanan.

Dengan demikian, mengingkari massa demo sebagai bukan pendukung Prabowo, ibarat menutup wajah dengan satu jari. Terlebih, selain Mbak Titiek, pentolan Badan Pemenangan Prabowo (BPN) Prabowo-Sandi sudah sering menggaungkan people power yang belakangan oleh Amien Rais diganti dengan istilah gerakan kedaulatan rakyat.

Pihak kedua yang berkepentingan dengan Aksi 21-22 Mei adalah kelompok-kelompok yang memang ingin membuat kerusuhan sehingga menurut Menko Polhukam Wiranto dan juga Kapolri ada setingan dalam kerusuhan tersebut. Mereka menumpang demo pendukung Prabowo untuk tujuan sendiri.

Fakta demikian mestinya bisa menjadi pegangan semua pihak bahwa demo 21-22 Mei yang dilakukan pendukung Prabowo sudah sesuai aturan dan konstitusional. Bahwa ada perusuh, tidak dapat dijadikan alasan untuk mendiskreditkan, apalagi antipati terhadap kegiatan demontrasi yang menjadi salah satu ciri negara demokratis.

Adalah tekad kita semua untuk menolak kalah oleh kelompok-kelompok perusuh, terorisme, dan sejenisnya. Oleh karenanya, mestinya pemangku kebijakan juga tidak membuat keputusan yang menunjukkan kelemahan terhadap aksi teror tersebut. Keputusan memblokir sejumlah fitur media sosial adalah contohnya.

Meski bertujuan baik agar tidak dijadikan sarana penyebar hoaks yang bisa memanaskan situasi, namun keputusan tersebut kurang tepat, bahkan menyenangkan pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun