Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Perintah Djoko Santoso Tidak Efektif dan Berbahaya

5 Desember 2018   10:06 Diperbarui: 5 Desember 2018   11:00 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Djoko Santoso saat peresmian posko relawan Prabowo-Sandiaga. Foto: detik.com

Antisipasi terhadap potensi pelanggaran dalam kontestasi demokrasi memang harus dilakukan semaksimal mungkin. Namun menandai rumah pendukung pasangan calon presiden, sangat berbahaya karena dapat memicu gesekan  di level akar rumput (grass root).

Perintah agar menandai rumah pendukung pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno disampaikan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Jenderal (Purn) Djoko Santoso saat meresmikan posko relawan dan sarasehan pemenangan di jalan lingkar Ngembal, Kudus, kemarin.

Penanda yang dimaksud Djoko Santoso adalah bendera bergambar Prabowo-Sandi. "Di setiap rumah pendukung harus terpasang bendera Prabowo-Sandi," perintah mantan Panglima TNI ini.

Kita mengapresiasi langkah BPN Prabowo-Sandi untuk memastikan jumlah pendukung dan  mengawal proses pemilihan presiden untuk mengantisipasti potensi kecurangan kubu lawan atau pihak-pihak yang tidak menghendaki jagoannya menang.

Tetapi instruksi agar rumah para pendukung diberi penanda, sekali pun bentuknya bendera bergambar pasangan  yang didukung, bukan saja tidak efektif namun juga berbahaya.

Pertama, instruksi tersebut berpotensi menjadi blunder karena tidak semua pendukung peserta kontestasi politik mau terang-terangan  menyatakan dukungannya. Bukan hanya di tengah masyarakat, bahkan di media sosial pun, umumnya pendukung kedua kubu menggunakan akun-akun anonim atau palsu.

Artinya, mereka tidak ingin diketahui sebagai pendukung pasangan calon tertentu karena mungkin untuk menjaga keselamatan, pekerjaan, hubungan baik dengan teman atau keluarga yang tidak seaspirasi dan lain-lain. Mereka tergolong kelompok pendukung diam (silent voters) yang jumlahnya justru lebih besar (silent majority) dibanding pendukung yang berani unjuk diri.

Kedua, berpotensi menjadi pemicu ledakkan sosial di level akar rumput. Kontestasi politik adalah ajang yang sangat rawan karena mudah memicu gesekan di tengah masyarakat akibat perbedaan pilihan. Terlebih ketika diselipi jargon-jargon agama dan ujaran provokatif. Manakala beda pilihan politik dianggap sebagai "tidak beragama", "tidak nasionalis" dan sebutan-sebutan lain yang mudah menyulut emosi, benturan hanya tinggal menunggu waktu.  

Peristiwa yang merenggut nyawa Subaidi, seorang tukang gigi di Sampang Madura setelah ditembak dengan pistol rakitan oleh Andika hanya puncak gunung es.  Potensi ledakan yang lebih besar sudah terbentuk, tinggal menunggu pemicunya akibat kuatnya polarisasi dua kubu. Seseorang dianggap  lawan hanya karena tidak berada dalam barisannya. Tidak ada lagi ruang untuk mengekspresikan pendapat karena dibayang-bayangi bully dan pengucilan di tengah komunitasnya, manakala pendapatnya berbeda.

Pemasangan bendera di rumah-rumah pendukung pasangan calon, baik Prabowo-Sandiaga maupun Joko Widodo-Ma'ruf Amin,  berpotensi menjadi pemicu ledakan tersebut. Jangankan satu kampung, satu RT, bahkan dalam satu rumah pun sangat mungkin antar penghuninya berbeda pilihan. Sulit dibayangkan apa yang akan terjadi manakala mereka kemudian bertengkar karena masing-masing ingin memasang bendera jagoannya.

Kita menyeru kepada elit politik, tokoh-tokoh di pentas nasional dan terutama tim pendukung kedua kubu, untuk tidak berpikiran menjadikan massa pendukungnya sebagai kekuatan penekan, mengagitasi  dengan program-program yang berpotensi menimbulkan benturan dengan pihak-pihak yang berbeda pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun