Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Amien Rais "Kecolongan" di Kandang Sendiri

1 Desember 2018   12:21 Diperbarui: 1 Desember 2018   13:07 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais. Foto: KOMPAS.com/Garry Andrew Lotulung

Muktamar ke XVII Pemuda Muhammdiyah untuk memilih ketua umum memang sudah berakhir dengan terpilihnya Sunanto, menggantikan Dahnil Anzar Simanjuntak. Namun kekalahan Ahmad Fanani,  yang dijagokan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais cukup mengejutkan. Mengapa Amien Rais bisa "kecololongan"?

Jauh sebelum pemilihan, Dahnil yang sudah menyatakan tidak akan mencalonkan diri, merilis dugaan adanya aparat kepolisian yang melakukan geriya di kalangan pengurus Pemuda Muhammadiyah. Dahnil menyebut polisi seperti mengarahkan untuk memilih calon tertentu.

Tidak lama setelah itu, meledak kasus dugaan korupsi dana Apel dan Kemah Kebangsaan Pemuda Islam Indonesia. Polda Metro Jaya menduga ada mark up anggaran dan kegiatan fiktif. Dahnil dan Ahmad Fanani selaku ketua panitia kegiatan dari pihak PP Muhammadiyah, diperiksa sebagai saksi pada 23 November 2018.

Seperti diketahui, Apel dan Kemah Kebangsaan yang diinisiasi Kementerian Pemuda dan Olahraga diikuti oleh Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor,  dua ormas kepemudahaan di bawah dua organiasi Islam terbesar yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Namun Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menyebut pihaknya tidak menemukan penyimpangan anggaran di kepanitiaan GP Ansor.

Di tengah sorotan tajam kasus dugaan korupsi tersebut PP Muhammadiyah menggelar Muktamar XVII di Universitas Muhammadiyah Bantul, Yogyakarta. untuk memilih pengurus pusat masa bakti 2018-2022. Secara mengejutkan, Sunanto terpilih secara meyakinkan dengan mengantongi 590 suara. Ketua Hikmah dan Hubungan Antar Lembaga PP Pemuda Muhammadiyah periode 2014-2018 ini berhasil mengalahkan Ahmad Fanani. Bahkan Fanani hanya berada di urutan ketiga dengan hanya memperoleh 266 suara, di bawah Ahmad Labib yang didukung 292.

Hasil itu seperti olah menampar Amien Rais yang sebelumnya ikut menyeru agar peserta muktamar memilih Fanani. Bahkan Amien Rais menyebut ada kekuatan berbahaya yang mengintervensi pemilihan ketua umum Pemuda Muhammadiyah melalui Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.

Kekalahan Amien Rais kian sempurna ketika Sunanto menegaskan Pemuda Muhammadiyah mengikuti kittah Muhammadiyah. Oleh karenanya Sunanto berjanji tidak akan membawa organisasi yang dipimpinnya ke ranah politik. Padahal sebelumnya Amien Rais sempat "mengancam" akan menjewer Haedar Nashir jika membebaskan kader Muhammadiyah dalam memilih capres dan cawapres.

Mari kita asumsikan memang benar ada kekuatan luar yang mengintervensi pemilihan  ketua umum Pemuda Muhammadiyah. Sebab justru aneh jika posisi ketua umum Pemuda Muhammadiyah tidak dilirik oleh kekuatan politik, terlebih di tengah proses Pemilu dan Pilpres 2019. Terlebih saat menjadi ketua umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil juga berstatus sebagai Koordinator Juru Bicara pasangan Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno.

Pertanyaannya, mengapa mayoritas peserta muktamar mengabaikan pesan Amien Rais? Dari 1152 suara sah, ternyata hanya 266 peserta yang "nurut" sama Amien Rais. Ada banyak dalih yang bisa disodorkan untuk memahami kekalahan Fanani seperti mencuatnya kasus dana kemah dan mungkin juga imbauan pengurus Muhammadiyah . Tetapi hal ini tetap membuiktikan Amien Rais tidak memiliki cukup cengkeraman di kalangan anak-anak muda Muhammadiyah, setidaknya yang memiliki hak suara dalam muktamar.

Kita tidak meragukan kepiawaian Amien Rais dalam berpolitik. Secara keilmuan dan juga rekam jejaknya, tak terbantah. Tetapi mungkin sikap frontal dan pernyataan-pernyataan kerasnya selama beberapa tahun terakhir, kurang diterima warga Muhammadiyah.

Namun terlalu dini, bahkan kurang tepat, jika menyimpulkan  kekalahan jagoan Amien Rais sebagai gambaran suara Muhammadiyah di pentas Pilpres 2019 yang mempertemukan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan Prabowo-Sandiaga. Sebab tidak membawa organisasi ke politik praktis sesuai keinginan Amien Rais, bukan berarti mendukung Jokowi. Tidak hitam putih seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun