Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Surat Terbuka untuk Pengelola Kompasiana

20 Agustus 2017   14:17 Diperbarui: 23 Agustus 2017   14:25 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salam hangat,

Tidak terasa sudah lima tahun aku memiliki akun di Kompasiana meski baru benar-benar aktif ikut berbagi tulisan sejak tahun 2015. Kompasiana menjadi wadah penyaluran menulis yang benar-benar efektif setelah media (umum) tempatku bekerja tutup dan kini hanya bekerja di media dengan segmen khusus (misteri). Ibarat ronin, aku menemukan "tuan" pada Kompasiana untuk kembali mengabdi pada negeri ini melalui tulisan.

Alasan utama mengapa aku memilih Kompasiana, tentu popularitas dan jumlah anggota Kompasiana yang mencapai ratusan ribu. Sebab tujuanku menulis adalah menawarkan pemikiran, melihat persoalan (politik) yang ada dari sisi berbeda, kepada masyarakat, terlepas apakah hal itu berguna atau tidak. Bukankah tidak semua karya tulis (wartawan) berguna bagi masyarakat? Untuk mencapai tujuan itu tentu aku punya target agar tulisan dibaca oleh banyak orang.

Tiadalah guna sebuah karya (tulis) jika tidak dibaca oleh orang lain.

Dari pemikiran tersebut, aku mengemas tulisanku agar menarik dan syukur memancing perdebatan dan pertarungan gagasan/pendapat . Dengan demikian akan semakin banyak yang membacanya dan tercapailah tujuanku. Namun demikian, aku tidak pernah membenarkan penulisan atas dasar fitnah, kebencian, apalagi sentimen SARA, demi mencapai target tersebut. Meski sebagian besar tulisan (politik)-ku bersifat spekulatif, prediksi, aku tetap mendasarinya dengan fakta (berita) dari media-media mainsteam agar balance.

Jika boleh berbangga, maka aku yang (mungkin) pertama kali menulis (prediksi) di Kompasiana tentang kekalahan Ahok di Pilkada DKI Jakarta, jauh sebelum ada aksi Bela Islam 212, lengkap dengan segala argumen dari berbagai sisi, tanpa unsur kebencian apalagi sentimen kesukuan. Dari survei-survei (independen) terbukti, kekalahan Ahok (sebagian) disebabkan oleh hal-hal yang pernah aku tulis di tahun 2016.  

Namun belakangan aku merasakan ketidaknyamanan ketika memposting tulisan di Kompasiana. Aku merasa "dibedakan". Padahal aku sama sekali tidak pernah minta diistimewakan, sehingga aku juga menolak ketika dibedakan. Aku masih berkeyakinan Kompasiana media keroyokan (milik) publik sehingga setiap anggotanya (mestinya) mendapat perlakuan yang sama sepanjang memenuhi dan mematuhi aturan yang diterapkan.

Sejak perubahan tampilan Kompasiana, setiap aku memposting tulisan dan diberi label Pilihan, tidak muncul di layar utama (front page) hingga beberapa jam. Demikian juga ketika sudah mendapat nilai lebih dari 5 besar yang terindeks, ternyata juga tidak muncul di kolom Nilai Tertinggi. Dampaknya sangat fatal karena dengan sendirinya tulisan itu tertindih tulisan lain dan hilang. Tulisan baru muncul setelah beberapa jam, mendapat views 100-200 lalu hilang kembali, karena gagal masuk indek Terpopuler maupun Nilai Tertinggi.

Puncaknya terjadi saat aku memposting artikel berjudul "Panah Sang Presiden Melukai Gerindra". Setelah mendapat label PIlihan, hingga beberapa lama tidak muncul di halaman utama sebagaimana tulisan yang mendapat label serupa. Bahkan tulisan lain yang mendapat label belakangan, sudah terlebih dulu muncul di posisi tersebut. Mirisnya, setelah mendapat lebih dari 600-an views dan 6 nilai ternyata tidak juga muncul di kolom Nilai Tertinggi dan Terpopuler padahal pada saat bersamaan, views tulisan yang masuk indeks Terpopuler di bawah artikelku. Demikian juga di indeks Nilai Tertinggi di mana urutan terbawah hanya memiliki 4 nilai. Jika views mungkin dikira aku memakai bot (Ya Allah, jangan beri aku umur panjang jika aku pernah menggunakan bot atau alat sejenis untuk menaikkan hits) dan terkait dengan google analytics, bagaimana dengan nilai? Apakah pemberi nilai di artikelku juga dicurigai sebagai akun kloninganku? Aku sempat melayangkan protes melalui Group WA K-250, namun tidak mendapat respon.

Akhirnya, aku hapus tulisan tersebut. Namun hanya dalam hitungan menit, tulisan tersebut diberi label headline dan judulnya muncul di slide. Aku benar-benar kecewa dan mengirim surel ke pengelola Kompasiana meminta agar dihapus karena isinya juga sudah dihapus. Aku malu ketika beberapa orang yang sempat membukanya dan menanyakan alasan mengapa aku menghapus tulisan tersebut. Hal itu juga yang akhirnya menginspirasi surat (tulisan) ini.    

Jika memang tulisanku jelek, tidak perlu juga diberi label. Sama halnya manakala tulisanku tidak memiliki nilai, tidak pula aku protes harus masuk kolom Nilai Tertinggi. Jika tulisanku hanya dibaca 2-3 orang, tidak pula aku meminta masuk kolom Terpopuler. Aku ingin semua fair dan di situ nilai diri kita dipertaruhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun