Mohon tunggu...
Yogi Ikhwan
Yogi Ikhwan Mohon Tunggu... -

Mantan jurnalis, kini pelayan publik. Bekerja di Pemprov DKI Jakarta. Tulisan-tulisan di sini tentu subjektif :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

DKI Kembangkan Bank Sampah

26 Februari 2013   07:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:40 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain membangun berbagai fasilitas pengolahan sampah berbasis teknologi modern, Pemprov DKI Jakarta juga giat mengembangkan pengolahan sampah di sumber melalui kegiatan 3R (reduce, reuse, dan recycle) dengan skema bank sampah. Hal ini sesuai amanat UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Kepala Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, Unu Nurdin, mengatakan, untuk mengatasi persoalan sampah di Ibu Kota memang menuntut keterlibatan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), termasuk masyarakat. “Salah satunya, penyediaan fasilitas pemilahan sampah (3R). Aktifitas ini bertujuan untuk mengambil manfaat ekonomi dari sampah. Implementasinya dapat dikelola dalam bentuk Bank Sampah di lingkungan sekitar tempat tinggal warga,” kata dia.

Menurut Unu, pengolahan sampah secanggih apapun di Tempat Pengolahan Akhir (TPA) akan berkurang efektifitasnya, jika sampah tidak dikelola sejak dari sumber. “Melalui Program 3R kita budayakan warga untuk melakukan pemilahan dan pengumpulan sampah, sehingga kandungan sampah yang masih mempunyai nilai manfaat dapat didayagunakan,” katanya, Selasa (26/2).

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 UU 18/2008, kata Unu, secara tegas mengamanatkan kegiatan penanganan sampah melalui Program 3R, yang terdiri dari pengurangan sampah (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendaurulangan sampah (recycle). Saat ini, ungkap Unu, Pemprov DKI dan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta juga sedang membahas Raperda Pengelolaan Sampah. “Perda ini akan mengatur secara teknis pengelolaan sampah di Ibu Kota, termasuk juga ketentuan pengelolaan sampah di sumber,” katanya.

Kader Kebersihan

Salah satu langkah yang ditempuh Dinas Kebersihan untuk meningkatkan kegiatan 3R dan Bank Sampah, Dinas Kebersihan secara rutin mengelar pelatihan-pelatihan dan penyuluhan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) dengan modul yang telah disiapkan Dinas Kebersihan. Pelatihan ini diberikan antara lain kepada warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Lingkungan (Formapel), Persatuan Wanita Betawi (PWB), dan Tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), “Kami secara rutin memberikan bimbingan teknis kepada mereka, saat ini sudah tercetak 254 kader Fasilitator Lapangan, ” kata Unu.

13618650841166833642
13618650841166833642

Tujuan utama pelatihan ini, kata Unu, adalah untuk menambah jumlah dan meningkatkan kualitas kader kebersihan sebagai penggiat program 3R dan Bank Sampah. “Karena memang ujung tombak kegiatan ini adalah peran aktif masyarakat,” kata Unu.

Kader Kebersihan tersebut akan menjadi fasilitator dan motivator aktifitas 3R di lingkungan masing-masing. “Diharapkan Kader Kebersihan ini akan menjadi perpanjangan tangan Dinas Kebersihan di tingkat RW untuk menggalakan program penanganan sampah berbasis masyarakat. Mereka secara operasional menjadi bagian dari Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) serta PKK di tingkat RW masing-masing,” terang Unu.

Bank Sampah

Bank Sampah merupakan salah satu kegiatan 3R untuk mengambil manfaat dari nilai ekonomis sampah dengan menerapkan mekanisme perbankan secara sederhana. Hal ini dalam upaya meningkatkan Ekonomi masyarakat. Caranya, Unu menerangkan, masyarakat secara swadaya menyetorkan sampah terpilah ke Bank Sampah. Untuk selanjutnya, sampah tersebut ditimbang dan dinilaikan ke rupiah. “Harga yang berlaku saat ini untuk botol plastik sekitar Rp. 2.700/kg, kaleng Rp. 2.000/kg dan Kertas putih Rp. 1.500/kg. Meniru sistem bank, uang tersebut tidak langsung dibayarkan, akan tetapi dicatatkan ke dalam buku Tabungan Bank Sampah milik nasabah,” papar Unu.

Di wilayah Jakarta sekarang tersebar puluhan Bank Sampah atau Bank Daur Ulang Sampah. Sebagai contoh di RW 12, Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan.

Menurut Ngasimun ketua RW setempat sekaligus penanggungjawab Bank Sampah Soka 12, kegiatan Bank Sampahnya mampu mereduksi hingga 30 persen sampah yang dihasilkan warga.

“Saat ini terdapat 98 anggota aktif bank sampah kita, mereka secara swadaya mengantarkan sampahnya ke Bank Sampah. Setelah kita timbang, kita catatkan di buku tabungan. Per tiga bulan, baru kita bayarkan,” kata Ngasimun.

Sampah-sampah tersebut, kata Ngasimun, diolah sesuai jenisnya. Untuk sampah organik dilakukan komposting dengan mesin ataupun manual. “Ibu-ibu kader kebersihan juga giat membina warga untuk membuat kompos di rumahnya masing-masing,” kata dia.

1361865210387606597
1361865210387606597

Sedangkan sampah anorganik, diolah menjadi bahan kerajinan tangan seperti tas, dompet, dan hiasan dinding. “Khusus sampah ban bekas dari bengkel-bengkel di sekitar sini, kita buat jadi pot bunga. Itu yang kita jejerkan di sepanjang jalan lingkungan untuk penghijauan, pupuknya pun dari kompos yang kita hasilkan,” kata dia.

Sementara itu, Bank Sampah di RW 09 Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur menerapkan sistem koperasi. Ketua RW setempat, Karnan menerangkan, Koperasi Bank Sampah yang beri nama Koperasi Warga Mandiri Terpadu ini berdiri pada Februari 2012. Saat ini, anggotanya sudah mencapai 87 orang. “Mereka membayar simpanan pokok koperasi sebesar Rp. 20.000 dan simpanan wajib Rp. 5.000 yang dibayarkan dengan sampah. Walau baru beberapa bulan terbentuk, rata-rata setiap anggota telah memiliki tabungan sampah senilai Rp. 200-300 ribu,” kata Karnan.

Selain di lingkungan, kegiatan 3R juga digalakan di sekolah-sekolah. Salah satunya di SMAN 12 Jakarta. Di sini kegiatan 3R masuk dalam kurikulum Muatan Lokal (Mulok) Lingkungan Hidup.

Guru Mata Pelajajaran Mulok Lingkungan Hidup SMAN 12, Teti Suryati menerangkan, bahwa salah satu standar kompetensi yang diajarkan ke siswanya adalah memahami tehnik pengelolaan limbah padat, “Seperti praktek membuat kompos, lubang biopori, daur ulang kertas dan mengubah plastik kemasan menjadi berbagai jenis kerajinan. Prakteknya pun tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah siswa masing-masing, sehingga turut mengedukasi keluarganya,” kata dia.

Bahkan, kata Teti, kurikulum Mulok Lingkungan Hidup di sekolahnya tekah dijadikan percontohan oleh UNESCO untuk diterapkan di beberapa negara. “Agustus tahun ini, saya diundang UNESCO untuk memberikan paparan di Jepang mengenai silabus dan materi ajar Mulok Lingkungan Hidup dalam acara Regional Workshop for Green School Action in East Asia on Theacher Capacity Building in Climate Change Education,” kata dia.

Teti yang merupakan kader Dinas Kebersihan ini juga telah menyusun sebuah buku berjudul ‘Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah’, yang isinya mengajarkan tata cara pembuatan kompos dari sampah rumah tangga.

twitter/@yogiikhwan

Photo’ s Courtesy of Dinas Kebersihan DKI Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun