Mohon tunggu...
Yety Ursel
Yety Ursel Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu merasa kurang banyak tau

Menulis untuk menyalurkan energi

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Giska Mogok Sekolah

10 Oktober 2012   13:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:58 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upacara bendera senin pagi baru saja usai, Ibu guru Anisa, melangkahkan kakinya dengan ringan menuju kelas VII A. Kelas yang menjadi asuhannya sebagai wali kelas. Sudah menjadi kebiasaanyamemberikan pembinaan disela-sela istirahatmenjelang pelajaran pertama hari senin di mulai.

Memasuki ruang kelas, Didapatinya para siswa sudah berkumpul. Mereka memang telah membuat kesepakatan untuk selalu bertemu di senin pagi, tentunya bila upacara tidak berakhir terlalu siang.

“Assalamu’alaikum” Sapanya dengan ramah sambil melangkah menuju meja guru yang berada di sebelah kanan bagian depan ruang kelas itu. Anak-anak yang tadinya masih bergerombol di beberapa sudut bersegera menuju bangkunya masing-masing.

“Wa’alaikum salam” Serempak mereka membalas salam itu.

“Bagaimana kabar kalian pagi ini?. Mudah-mudahan semuanya sehat dan membawa semangat yang tinggi untuk belajar”

“Baiiiik, Siaaaap” jawab para siswa dengan penuh semangat”

“Siapa yang tidak hadir hari ini?”

“Giska, Buuuuu”

Bu Nisa mengernyitkan dahinya. Giska adalah murid yang baru masuk di sekolah ini tiga hari yang lalu. Sebelumnya dia sekolah di SMP yang ada di Ibu kota Provinsi. Setahu Ibu Anisa, Giska adalah anak yang rajin dan penuh semangat, itu diketahuinya ketika mereka sempat bertemu danberbincang di hari pertama ketika dia diantar orang tuanya untuk mendaftar.

“Ada pemberitahuan atau surat dari keluarganya tidak?”

Beberapa anak langsung berteriak “Tidaaaak” sementara sebagian yang lain masih menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memastikan.

Setelah beberapasaat, akhirnyaperbincangan akrab itupun berakhir.

“Baiklah, sebentar lagi pelajaran pertama akan segera dimulai, jangan lupa tetap semangat dan…”

“Siap meraih prestasi” lanjut anak-anak dengan penuh semangat.

Sesampainya di ruang guru, Ibu Anisa masih memikirkan ketidak hadiran Giska yang tanpa kabar. Sempat terpikirkan untuk menelepon orang tuanya, tetapi bu Anisa belum menyimpan nomor kontak mereka, begitu juga di bagian Tata Usaha sekolah, Dia juga tidak mendapatkannya.

Bu Anisa sejenak berhenti memikirkan masalah Giska karena harus melaksanakan tugas mengajar di kelas VII B dan VIIC. Hari ini dia biarkan berlalu tanpa mendapatkan kepastian tentang ketidak hadiran Giska. “Mungkin mereka sekeluarga masih sibuk dengan berbagai urusan, mereka kan baru pindah beberapa hari yang lalu” pikirnya mencoba meredakan rasa penasarannya.

_________@@@@@_____

Udara segar pegunungan mengiringi langkah Ibu Anisa menuju ke sekolah. Tepat pukul 07.00, Ibu Guru muda yang cantik itu sudah memasuki gerbang sekolah dengan kendaraan Yamaha Mio-nya. Satu tekadnya ingin mengetahui apakah Giska hari ini hadir di sekolah atau tidak.

Bel masuk belum lagi berbunyi, Bu Anisa telah berada di depan kelas VII A, Dia tidak menemukan Giska di sana.

“Ada yang melihat Giska?” tanyanya kepada sekelompok anak yang berada di depan kelas.

“Tidak, Bu” Jawab mereka hampir berbarengan.

Bu Anisa menyapu semua sudut yang terjangkau pandangannya. Giska tidak juga ditemukan.

“Hari ini saya tidak ada jam mengajar, saya mohon izin untuk mengunjungi Giska, murid baru itu, Pak. Sampai hari ini dia belum juga masuk” Ibu Anisa meminta izin untuk melakukan home visit.

Rumah dinas yang ditempati keluarga Giska terlihat lengang, Ibu Anisa melangkah ragu memasuki halaman rumah itu. Sebelum Dia sempat mengetuk pintu seorang ibu muda kira-kira berusia 37 tahun muncul dari balik pintu dan menyambut Ibu Anisa denganramah.

“Oh, ada Ibu guru rupanya. Silakan masuk, Bu…?”

“Anisa” Bu Guru Anisa menyebutkan namanya

“Oh ya, Ibu Anisa, maaf, mungkin karena baru bertemu satu kali, saya belum hafal nama Ibu”Ibu guru Anisa hanya tersenyum. Mereka kemudian beriringan masuk dan duduk berhadapan di ruang tamu.

Setelah sedikit berbasa-basi, akhirnya Ibu Annisa mengutarakan maksudnya. Pembicaraan berubah serius, air mukaorang tua Giska pun terlihat berubah. Senyum yang sedari tadi mengembang tiba-tiba menghilang.

“Saya juga cemas dan bingung, Bu. Saya sudah berusaha membujuknya tetapi sampai tadi pagi dia masih belum mau diajak bicara. Dia terus menerus mengurung dirinya di kamar”

“Ibu sudah tahu, apa sebetulnya yang terjadi pada Giska?” Ibu Anisa mencoba mencari tahu.

“Itulah, Bu Guru. Giska selalu bungkam setiap kali saya tanyakan alasannya, jika saya agak keras dia menangis dan masuk ke kamarnya”

“Boleh saya bertemu Giska sekarang, Bu?”.

“Silakan, Bu Guru, mari saya antar ke kamarnya”

Kamar Giska berada di dekat ruang makan, pintu kamar itu tertutup rapat.

“Giska, ini ada Ibu guru Anisa, kami boleh masuk kan?” Ibu Anisa sedikit terkejut sekaligus kagum mendengar kata-kata ibu Giska itu. Meskipun Anisa masih kecil tetapi ibunya sudah menghargai privasinya.

“Ya, ma. Giska saja yang keluar” Giska muncul dari balik pintu, kemudian mencium tangan Bu Guru Anisa. Bu Anisa beserta Giska dan mamanya kembali menuju ruang tamu.

“Giska, apa kabar?, Ibu kangen sama Giska”

“Baik, Bu” jawabanGiska sengkat saja.

“Ibu ingin Giska kembali ke sekolah” lanjut Ibu Anisa

Giska hanya diam dengankepala tertunduk. Samar terlihat dia menggeleng lemah.

“Giska marah sama Bu Guru?” kembali Ibu Anisa membujuk dan kembali Giska menggeleng.

Pertemuan Ibu Anisa dan Giskahari ini belum membuahkan hasil sesuai yang diharapkannya. Ibu Anisa akhirnya berpamitan dengan satu tekad “Aku harus tahu, apa yang terjadi sebenarnya”

___________________@@@@@____________________

“Windi, Giska waktu hari jum’at sebangku dengan kamu, kan?” Bu Anisa mulai menanyai beberapa murid kelas VIIA, Dia tidak memanggilmereka ke ruang guru ataupun ke ruang BP. Ibu Anisa melakukannya di kantin.

“Iya, Bu” jawab Windi polos.

“Giska tidak bercerita apa-apa?, misalnya dia tidak ingin pindah ke sini, atau dia marahatau kecewa pada seseorang?”

Sejenak Windi mengingat-ingat apa yang telah Dia dan Giska lakukan selama hari Juma kemudian dia menggeleng. “Tidak, Bu, Dia tidak mengatakan apa-apa. Keliatannya sih dia senang sekolah di sini” lanjut Windi.

“Selain bersama kamu, hari itu Giska bermain dengan siapa lagi?”

“Hari itu Giska hanya bersama dengan saya, Bu. Bahkan saat pulang sekolah dia mengajak saya mampir ke rumahnya”

Ibu Guru Anisa mencatat setiap jawaban yang dianggapnya pentinglayaknya detektif professional yang tengah menyelidiki sebuah kasus besar.

“Mega, waktu hari Sabtu, Ibu lihat saat istirahat kamu bersama Giska, betulkan?”

“Iya, Bu” Mega menjawab dengan raut wajah sedikit bingung. “Memang kenapa Bu?” Dia balik bertanya.

“Tidak ada apa-apa, Ibu hanya ingin tahu mengapa tigahari ini Giska tidak datang ke sekolah”

“Mungkin Dia sakit, Bu” Mega menduga-duga. Ibu Anisa hanya tersenyum.

“Kamu sempat melihat hal aneh atau apalah…yang pasti sebuah kejadian terhadap Giska padahari itu?” lanjut Ibu Anisa

“Maksud ibu, hal aneh apa Bu?” Mega masih bingung.

“Misalnya, ada teman yang menjaili Giska atau adayang mempermalukannya, atau ada yang menakut-nakutinya, seperti itu”

“Oh iya, Bu. Waktu itu…” Tiba-tiba terdengar suara menyela dari samping kanan Ibu Anisa. Mila berdiri di situ dengan senyum manisnya.

“Oh, kamu Mila, apa yang terjadi pada Giska pada hari itu?”

“Giska bilang,dia ingin ke toilet dan minta antar kepada saya, karena saya males nganternya, saya tunjukkan saja tempatnya”

“Lalu, Giska pergi sendiri ke toilet?”

“Iya, Bu. Tapi cuman sebentar, saya lihat dia lari ke kelas. Mukanya pucat”

“Apa yang terjadi dengan Giska?”

“Gak tahu, Bu”

Ibu Anisa mulai merasa menemukan titik terang, untuk memperjelas masalahnya diapun melanjutkan penyelidikannya ke toilet siswa.

Masih dua meter menjelang pintu toilet, ada aroma menyengat yang menusuk lubang penciumannya. Ibu Anisa terus masuk, suasana mencekam menyergapnya. Matanya tertumpu kepada sarang laba-laba yang bergayut di langit-langit, hampir menutupi setiap sudut ruangan itu. Saat melihat ke lantai, beberapa keramik telah terlepas. Pada bagian yang terlepas itu telah ditumbuhi oleh lumut dan berwarna hijau kehitam-hitaman.

Ibu Anisa terusbertahan, lalu pandangannya diarahkannya ke dinding yang sudah tidak jelas warnanya. Kepala Ibu Anisa mulai terasa pusing, perutnya mual. Dia menyerah dan bergegas meninggalkan ruangn itu.

_________________@@@@@_______________

“Pak, saya ingin mengusulkan sesuatu” Pagi ini Ibu Anisa kembali menghadap Bapak Kepala Sekolah di ruangannya.

“Silakan, siapa tahu usulan itu memang kita perlukan” Sambut Bapak kepala sekolah dengan ramah.

“Saya ingin mengajak seluruh warga sekolah, mulai dari penjaga, siswa, juga, maaf, Bapak tentunya bergotong royong membersihkan dan merenovasi kamar mandi siswa.

“Kalau merenovasi, dananya belum ada, Bu”

“Saya pikir, kita tidak butuh dana terlalu besar, Pak. Paling-paling hanya untuk membeli cet dan sedikit semen, untuk tenaga dengan bergotong royong saja” Ibu Anisa begitu bersemangat menyampaikan usulannya.

“Ibu, yakin bisa mengondisikannya?”

“Dengan izin dan dukungan Bapak tentunya

Tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengatasi hal itu, Sehari berselang ruang toilet siswa itu sudah sangat bersih dan sehat.

Ibu Anisa dengan senyum mengembang dan penuh keyakinan menyampaikan hal itu kepada Giska. Sejak hari itu Giska kembali ke sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun