Mohon tunggu...
Yosepha D
Yosepha D Mohon Tunggu... Mahasiswa - VL-XXI

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maling Berteriak Maling

3 April 2016   02:15 Diperbarui: 3 April 2016   02:46 1981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya, ada suatu hal yang terus mengganjal dan berputar dalam benakku. Saya pun bingung akan menulis dari mana. Yah, ini sebenarnya suatu permasalahan yang sering kita jumpai. Suatu hal yang telah membudaya dalam kehidupan kita. Banyak orang membenci tindakan korupsi. Tak heran, kita pun akan menghujat para koruptor yang ketahuan melakukan hal biadab itu.

Namun, disadari atau tidak, banyak dari kita mulai memupuk tindakan biadab itu sejak kecil. Banyak dari kita terus membandingkan sistem pendidikan yang ada di Indonesia dengan negara-negara lainnya. Saya akui, bahwa sistem pendidikan kita memang belum sebaik di luar sana. Namun, suatu sistem tidak akan berubah baik jika tidak didukung oleh para pelaku pendidikan itu sendiri.

Ironisnya, terkadang kita merasa bangga akan perbuatan yang telah dilakukan. Memang sebuah contoh klise, tapi tetap saja terus terjadi. Ya, apalagi kalau bukan mencontek. Ini semua terjadi entah karena tuntutan yang tinggi demi mendapatkan nilai serba sempurna, atau memang mental kita masih ciut dibandingkan negara lain.

Buktinya, perhatikan meme yang sedang digandrungi para anak muda zaman ini. Tanpa disadari, itu menjadi sebuah cerminan kehidupan para remaja pada umumnya. “Ujian Nasional di mana kreativitas kita diuji” atau bahkan, “Orang yang pelit ngasih contekan ke temennya itu lebih dari sampah”, beberapa contoh meme populer di media sosial. Rasa bangga terhadap tindakan itu, disadari atau tidak akan terus tumbuh. Rasa bangga yang salah. Segala sesuatu mulai diputarbalikkan. Yang salah dibenarkan, begitupula sebaliknya, yang benar disalahkan.

[caption caption="Sumber: mememaker.net"][/caption]Bukan sepenuhnya salah generasi ini, hingga kebanggaan timbul justru dari perbuatan mencontek. Pasti banyak faktor lain yang juga menyebabkan kemerosotan moral tersebut. Para pendidik yang seharusnya memberi teladan, menciptakan ide dan inisiatif, dan di belakang memberi dorongan malah memutarbalikkan prinsip-prinsip tersebut. Teladan, ide, dan dorongan itupun bahkan diciptakan, diberikan untuk suatu hal yang buruk. Lihat, betapa lunturnya esensi dalam pendidikan kita saat ini.

Sadarkah, bahwa nilai tanpa proses adalah 0? Meskipun tantangan di Indonesia saat ini, orang berbondong-bondong mengejar nilai karena itulah tuntutannya.

Sadarkah, bahwa perbuatan mencontek tak ada bedanya dengan tindakan para koruptor yang sering kita hujat? Sadarkah, jika perbuatan mereka sebenarnya sebuah cerminan atas apa yang sering kita lakukan dan banggakan?

Memperbaiki suatu tatanan yang telah rusak memang sulit. Namun, tak ada kata terlambat untuk memperbaiki. Perbaikan itupun tak bisa dilakukan, jika hanya berasal dari segelintir orang tanpa dukungan dari pihak lainnya. Oleh karena itu, perbaikan harus digerakkan oleh para pelaku pendidikan, tentunya dengan beragam dukungan pula.

Kita dapat belajar dengan menghargai suatu proses dan memahami suatu kerja keras. Para pendidik, tak hanya melihat usaha anak didik dari hasil akhir. Toh, pada akhirnya nilai hanyalah angka-angka di atas kertas. Cara dan gemelut yang dirasakan itulah yang menentukan kualitas seseorang hingga ia menjadi ‘orang’. Sedangkan orang tua, tak terus menuntut anak dengan nilai dan nilai yang tinggi. Bimbingan dan dukungan untuk berproses juga sangat dibutuhkan. Untuk mencapai perubahan yang besar, semua pihak memang harus melakukan tugasnya sesuai porsinya.

Saya menuliskan ini, bukan karena saya sok naïf atau seseorang yang bernilai moral tinggi dan tak pernah bertindak biadab. Dalam tulisan ini, saya pun meggunakan kata sebut “kita” yang artinya “saya dan Anda”, bukan “kalian”. Sehingga, tak ada maksud menghakimi atau apapun. Saya juga seorang manusia yang tak lepas dari tindakan buruk lainnya. Wajar saja, jika Anda mungkin tak menyukai tulisan ini. Karena tulisan ini sebuah opini dan bersifat relatif. Hanya saja, tulisan ini sebagai bentuk curahan unek-unek atas tindakan yang sering terjadi. Terakhir, jangan menjadi maling yang berteriak ‘maling’.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun