Mohon tunggu...
Langit Halilintar
Langit Halilintar Mohon Tunggu... Wiraswasta -

...Jujur itu sedikit gelisah di awal, namun menghilangkan banyak kepedihan nantinya...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Teknik Pelukisan Tokoh Karya Fiksi (1)

12 Juli 2012   10:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:02 2126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermula dari rasa kesal kepada Admin,-lalu, saya membabi-buta membeli buku yang berhubungan dengan karya sastra-karena cerpen dan cermin tidak pernah nangkring di HL Kompasiana. Akhirnya, saya menyadari kelemahan tulisan-tulisan fiksi yang telah saya publish. Setelah dengan seksama dikaji, jujur, terlihat benar jika tulisan saya amburadul. Mulai dari pilihan tema cerita, pemplotan sampai pada penokohan. Alamak, kacau!!

Terpengaruh oleh slogan "Mari berdaya bareng-bareng" nya Faisal Basri, saya ingin berbagi. Siapa tahu, setelah membaca "Teknik Pelukisan Tokoh Karya Fiksi," sahabat Kompasianer yang menulis fiksi menjadi bersemangat dan terinspirasi. Bersemangat membaca dan membaca lagi karya-karya yang berkaitan dengan sastra, lalu, terinspirasi untuk menulis dan menulis lagi karya-karya fiksi. Hingga, suatu ketika, kita semua yang belum merasakan nikmatnya nangkring di HL Kompasiana rubrik Fiksiana dapat paling tidak satu kali merasakan nikmatnya. Hehehehe

Secara teori, teknik pelukisan tokoh hanya ada dua, yaitu: teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik ekspositori yang biasa juga disebut teknik analitis, melukiskan tokoh cerita dengan memberikan deskripsi, uraian atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan dihadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Kutipan berikut merupakan contoh teknik ekspositori; pelukisan tokoh benama Suria, yang malas, sombong, dan berlagak.

Bapak yang masih duduk senang di atas kursi rotan itu jadi manteri di kabupaten di kantor patih Sumedang. Ia sudah lebih dari separuh baya-sudah masuk bilangan orang tua, tua umur-tetapi badannya masih muda rupanya. Bahkan hatinya pun sekali-kali belum boleh dikatakan "tua" lagi, jauh dari itu. Barang di mana ada keramaian di Sumedang atau di desa-desa yang tiada jauh benar dari kota itu, hampir selalu ia kelihatan. Istimewa dalam adat kawin, yang diramaikan dengan permainan seperti tari menari, tayuban, dan lain-lain, seakan-akan dialah yang menjadi tontonan! Sampai pagi mau ngibing, dengan tiada henti-hentinya. Hampir di dalam segala perkara ia hendak di atas dan terkemuka.... rupanya dan cakapnya. Memang ia pantang kerendahan, perkataannya pantang dipatahkan. Meskipun ia hanya berpangkat manteri kabupaten dan "semah" pula di negeri Sumedang, tetapi hidupnya tak dapat dikatakan berkekurangan. Rumahnya bagus, lebih daripada sederhana: perabotnya cukup, lebih banyak, lebih pantas daripada perkakas rumah amtenar yang sederajat dengan dia. Bahkan.....

(Katak Hendak Jadi Lembu, 1978: 12-3)

Sedangkan teknik dramatik terdiri dari beberapa jenis, yaitu: teknik cakapan; tingkah laku; pikiran dan perasaan; arus kesadaran; reaksi tokoh; reaksi tokoh lain; pelukisan latar, dan; pelukisan fisik.

Teknik cakapan, melalui percakapan tokoh-tokoh cerita, penulis menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Kutipan di bawah ini akan menggambarkan tokoh Teto (yang oleh Verbruggen dipanggil dengan sebutan akrab: Leo) mempunyai sifat pemberani, tidak penakut, barangkali juga keras kepala, untuk mempertahankan kebenaran dirinya, sekalipun ia berhadapan dengan komandan militernya. Ia juga bersifat setia kepada orang lain, mau membela nama baik dan kehormatan orang lain yang dicintainnya itu, bahkan untuk itu ia mau berkorban nyawa.

"Tetapi mayoor... perkenankanlah aku menguraikan duduk perkaranya."

"Saya tidak tertarik pada segala uraianmu, anak muda. Yang jelas ini: Nona.... siapa tadi (ia melihat lagi ke dalam map tadi). Laras-ati adalah salah seorang anggota sekretariat itu si perdana menteri amatir Sutan Syahrir. Dan rumahnya di Kramat IV, persis di dalam rumah yang sering kau kunjungi. Jadi... jadi apa kelinci kecil? Jadi setiap orang yang normal dalam situasi perang pasti akan menaruh syak kepada siapa pun yang tanpa mendapat perintah keluyuran sendirian ke satu alamat yang ia rahasiakan."

"Tetapi aku bukan orang republik. Soalku dengan gadis itu hanyalah pribadi saja. Keluarga merekalah yang menolong kami dalam pendudukan Jepang." (Mayoor Verbruggen tertawa keras dan ironis).

"Hahaaaa, ini dia: hanya kenalan biasa. Mana ada orang yang punya susu susu montok kok kenalan biasa. Tentu montok pasti gadismu. Apalagi anunya... lalu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun