Mohon tunggu...
Yasintus Ariman
Yasintus Ariman Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu ingin berbagi

Aktif di dua Blog Pribadi: gurukatolik.my.id dan recehan.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inspirasi dari Seorang Kartini

26 April 2017   10:58 Diperbarui: 26 April 2017   20:00 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membaca tentang Kartini mengingatkan saya akan perjuangan sosok perempuan di tengah belenggu tradisi nenek moyang. Kartini Lahir pada masa di mana bagsa Indonesia berada dalam belenggu penajajahan Belanda yang mana kala itu bangsa Indonesia mengalami situasi ketertindasan dalam bentuk kerja paksa.

 Kemudian muncullah politik etis yang memberikan angin segar bagi rakyat Indonesia untuk bisa mengenyam pendidikan. Sebagai seorang yang berasal dari keluarga ningrat, Kartini mengenyam pendidikan. Walau demikian, ia sama seperti perempuan Jawa lainnya yang mengalami situasi dipingit.


 Perempuan pada masa Kartini tidak mengalami kebebasan. Mereka tidak dapat menentukan nasibnya sendiri. Kehidupan mereka ditentukan oleh orangtua terutama dalam hal penentuan jodoh.

 Perempuan tidak dapat memilih sendiri pasangan hidupnya. Sehingga tidak jarang banyak diantara mereka harus menikah dengan pria yang sudah beristri. Perempuan pada masanya tidak dapat menolak kenyataan itu. Mereka harus menerimanya sebagai situasi terberi. dan hal itu sah-sah saja.

Kenyataan ini mendorong Kartini untuk membongkar kemapanan budayanya. Sebagai orang yang berasal dari keluarga ningrat, Kartini memang sedikit mendapat keistimewaan yakni ia bisa mengenyam pendidikan. hal itu lumrah pada masanya.

 Namun ada hal yang luar biasa yang dilakukan oleh Kartini yakni ia mengkritik kebiasaan saat itu yang membelenggu kaum perempuan. Ia tentu saja mengalami situasi dipingit dan situasi itulah yang mendorongnya untuk berani bersuara melalui tulisan-tulisannya.

 Ia memang mendapat pengaruh dari pendidikan yang memungkinkannya untuk berani bersuara. Pengaruh pendidikan memang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam hubungannya dengan perjuangan Kartini. Pendidikan membuka cakrawala berpikirnya untuk menentang segala bentuk ketidakadilan terhadap perempuan. Apa yang dibuat oleh Kartini ini memang patut diacungi jempol terutama karena keberaniannya mengoreksi kemapanan budaya yang dinilai benar pada masanya.

 Di era sekarang ini perempuan tidak lagi dipingit seperti era Kartini. Namun masih dijumpai kenyatan bahwa perempuan sering diperlakukan secara tidak adil baik dalam rumah tangga berupa kekerasan dalam Rumah tangga maupun dalam dunia kerja yakni perempuan sering dilecehkan secara seksual.

 Kenyataan lain lagi yang dijumpai adalah masih banyak perempuan yang bersikap tradisional yaitu perempuan hanya mengurus rumah sedangkan suami sebagai pemberi nafkah. Tanpa disadari perempuan memperlakukan dirinya sebagai kelompok yang rentan untuk dieksploitasi.

 Fakta lain yang paling memiluhkan adalah kisah-kisah tenaga kerja wanita yang diperlakukan secara sadis di negeri orang. Atau pun para pembantu rumah tangga yang tersebar di wilayah Indonesia yang hidup dalam diam dan tak berani bersuara. Tentu mereka memiliki alasan untuk itu.

Apa yang Harus Dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun