Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Kita Telah Mendzolimi Ahok?

12 Juni 2017   10:28 Diperbarui: 12 Juni 2017   10:46 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bulan suci Romadlon dan berbagai peristiwa mutakhir yang menimpa beberapa tokoh muslim Indonesia agaknya adalah alasan yang sangat kuat bagi kita untuk melaksanakan perintah Allah SWT dan nabi Muhammad SAW, muhasabah, instrospeksi diri secara lebih mendalam.

Kita, sebagian umat  muslim Indonesia, sudah membenci atau paling tidak, tidak menyukai perilaku dan pribadi mantan Gubenur DKI, Basuki Tjahaya Purnama, jauh sebelum Buniyani mengunggah sebagian video yang berisi pidato Ahok (yang menyebut nyebut QS Al Maidah 51) di kepulauan seribu. Tayangan video yang  sudah dipotong itupun mengkatalisasi "kebencian" kita menjadi amarah massal.

Kalau saya tidak salah duga, kebencian itu disebabkan tidak saja karena Ahok sering berbicara kasar, china, non muslim, "geng-nya" Jokowi (yang tidak kita pilih pada pilpres 2014) tetapi juga, terutama, karena Ahok, dengan karakter kerasnya itu telah berhasil merubah Jakarta menjadi lebih baik. Meskipun sebagian besar dari kita berusaha tidak mengakui keberhasilan ini.

Kemudian kita menggalang gerakan masa yang kita sebut sebagai aksi bela Islam. Dalam aksi-aksi tersebut kita meminta kepolisian agar segera menangkap dan menahan Ahok sebagai tersangka penistaan agama. Bahkan ada beberapa tokoh kita yang menyuarakan pembunuhan Ahok.

Rupanya Polri segera merespon kehendak kita dan bergegas menjadikan Ahok sebagai tersangka meskipun, mungkin sebagian besar dari kita tidak tahu, dengan menersangkakan BTP berarti Polri telah "melanggar" Surat edaran Kapolri  tahun 2015 yang menyebutkan bahwa proses penyidikan terhadap tindak pidana yang diduga telah dilakukan oleh calon peserta pilkada ditangguhkan sampai pilkada serentak selesai digelar. Ahokpun mengikuti semua proses ini dengan sangat kooperatif, bahkan datang ke Bareskrim Polri sebelum yang bersangkutan dipanggil. Kemudian selalu memenuhi setiap panggilan sidang pengadilan diantara kesibukannya yang luar biasa sebagai gubernur DKI Jakarta.

Tetapi kita tetap belum puas, dan segera menyelenggarakan aksi bela Islam susulan dengan tuntutan agar Ahok segera ditahan. Bukan itu saja,  orator orator kita  juga meneriakkan agar hakim independen dan presiden Jokowi tidak mengintervensi proses pengadilan Ahok.

Ketika proses peradilan tengah berlangsung kita sudah yakin sekali bahwa Ahok benar benar telah menistakan agama Islam, maka ketika ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa Ahok tidak menistakan agama Islam maka kita ramai ramai membully mereka dan meneriakinya sudah "terbeli" oleh Ahok dan 9 naga.   Begitu juga ketika tim jaksa menuntut Ahok dengan hukuman percobaan kitapun meradang dan menilai tim jaksa sudah mengalami intimidasi dari "atas" sehingga tuntutannya ringan sekali.

Begitu hakim memvonis Ahok dengan hukuman dua tahun penjara kitapun  memuja muji hakim sebagai pengadil yang betul betul independen. Sebaliknya kita kembali mencaci maki Ahok dan tim penasehatnya yang berencana mengajukan banding atas vonis tersebut. Kita menganggap mereka tidak tahu diri karena semestinya Hakim menghukum Ahok 5 tahun penjara. Namun ketika Ahok membatalkan niat bandingnya, lagi lagi kita menuduhnya sebagai pencitraan.

Kini Basuki Tjahaya Purnama sudah menjadi terpidana dan menjalani hukumannya di penjara. Tetapi rupanya kita belum puas juga sehingga kita "menyempatkan diri" untuk mengajari anak-anak kita, calon-calon pemimpin Islam yang masih polos itu, untuk menyanyikan lagu "Bunuh bunuh si Ahok, bunuh si Ahok sekarang juga ......." pada pawai obor menyambut bulan suci Romadlon yang, mestinya, penuh ampunan, rahmat dan kasih sayang ini.

Bukan itu saja, ketika Polri "mengejar ngejar" tokoh ulama kita, imam Besar FPI, Habib Riziq Shihab untuk mempertanggungjawabkan segala dugaan pelanggaran pidana yang telah diperbuatnya, kita menilai bahwa itu semua merupakan tindakan balas dendam dari Presiden Jokowi  yang masih belum legawa atas kekalahan "sohibnya" di pilkada DKI. Terakhir, bahkan ketika jaksa penuntut pada persidangan kasus korupsi alkes menyebut  nama Prof.Amien Rais telah menerima aliran dana sebesar Rp.600 juta, sebagian dari kita kembali menyalahkan Ahok. Pokoknya semua gara gara Ahok. Jadi Ahok memang pantas dilumpuhkan, baik secara fisik maupun secara mental.

Jadi, di pertengahan bulan mulia ini, adakah diantara kita yang mencoba instrospeksi diri, jangan jangan dengan alasan menjunjung tinggi dan membela kehormatan QS Al Maidah 51 kita tidak saja telah melanggar QS Al Maidah 8 tetapi telah pula mendzolimi Ahok ?! Bukankah laki laki itu saudara sebangsa dan setanah air kita yang meskipun tidak seiman dengan kita tetapi memiliki hak konstitusional yang sama persis dengan kita ?! Bukankah kita memiliki Pancasila dan UUD 1945 yang sama ?!

Allahua'lam bishowwab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun