Dari koran koran yang terbit hari ini kita mengetahui bahwa Novel Baswedan, penyidik KPK korban penyiraman air keras yang pelakunya belum bisa diungkap Polri itu kembali dilaporkan oleh Kombes Pol Erwanto Kurniyadi, Wadir Tipikor Bareskrim Polri. Beberapa hari sebelumnya mantan anggota Polri itu juga telah dilaporkan oleh atasannya sendiri di KPK (Brigjend Pol Aris Budiman) dengan alasan yang sama yaitu dugaan "pencemaran nama baik".
Dalam kehidupan kita sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat beradab, salah satu kwajiban umum kita  adalah menyelamatkan kehidupan orang lain. Tetapi kita sama sekali tidak bertanggung jawab terhadap "keselamatan" keyakinan (ajaran agama, nilai nilai sosial dan prinsip prinsip hidup yang dianut) orang lain. Namun terdapat kecenderungan yang nyata bahwa semangat "menyelamatkan" keyakinan orang lain, saat ini, jauh lebih membara dari pada semangat menyelamatkan kehidupan orang lain. Coba anda perhatikan, betapa banyak pidato pidato atau tulisan tulisan di media sosial yang isinya adalah ajakan untuk mengikuti "keyakinan" sang orator/penulis karena keyakinannyalah yang benar dan selamat di dunia dan akherat sedangkan (keyakinan) yang berbeda dengan itu akan celaka. Di saat yang sama kita sering mendengar, melihat atau malah mengalami sendiri, ada musibah yang menimpa seseorang, sementara orang orang yang ada di sekitarnya cuek bebek saja seolah tidak terjadi apa apa.
Ada sebuah kejadian yang menimpa seorang kenalan yang terjadi beberapa tahun lalu. Pada saat itu dia mau mudik dari Bali ke jawa dengan sepeda motor berboncengan dengan  istrinya. Di daerah hutan dekat gilimanuk, teman saya itu mengalami kecelakaan, sepeda motornya terpeleset sehingga istrinya pingsan dan tergeletak di pinggir jalan. Pak guru tersebut, karena dia sendiri juga terluka parah, dengan susah payah berupaya menghadang mobil mobil lewat yang rata rata dikendarai oleh orang orang dengan atribut keagaamaan yang sama dengan dia. Namun semua mobil itu mengabaikannya sehingga dia nyaris putus asa. Ketika hampir didera keputus asaan dan kepanikan karena kondisi sang istri, tiba tiba lewat sebuah mobil yang dikendarai oleh seseorang yang dari pakaiannya diketahui merupakah tokoh agama yang berbeda dengan pak guru itu. Mobil itu berhenti tanpa diminta kemudian bergegas membawa korban ke puskesmas terdekat. Ketika akan berpisah, pak guru menangis karena penolongnya mengangsurkan sejumlah uang yang tidak sedikit kepadanya. Begitulah para pengendara mobil terdahulu mengabaikan permintaan pertolongan para korban mungkin karena menganggap "menyelamatkan" kehidupan orang lain adalah tidak penting karena melihat korban "sekeyakinan" dengan dia sehingga tidak apa apa kehidupan nya dalam bahaya yang penting "keyakinannya" tidak berada dalam bahaya.Â
Kembali ke kasus Novel Baswedan, saya berpendapat bahwa memproses dengan cepat tepat dan akurat kasus "penyiraman air keras" adalah terkait dengan upaya (Polri) "menyelamatkan kehidupan" seseorang (Novel Baswedan). Sedangkan menangani pengaduan Brigjen Pol Aris dan Kombes Pol Erwanto terkait dengan "menyelamatkan keyakinan" Â (keyakinan dan kepercayaan bahwa mereka berdua adalah penyidik yang kompeten dan berintegritas). Dengan demikian menjadi sangat afdhol dan elok apabila Polri lebih mementingkan penyelesaian kasus yang pertama, Â karena "menyelamatkan kehidupan" seseorang itu jauh lebih penting daripada "menyelamatkan keyakinan" seseorang. Semoga Polri, dengan segala sumber daya yang dimiliki segera berhasil mengungkap semua kasus-kasus kekerasan yang membahayakan dan mengancam kehidupan seseorang, siapapun seseorang itu.Â