Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lupakan Ahok, Sambut Kang Kamil

13 November 2015   10:16 Diperbarui: 13 November 2015   15:14 7081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil survei Ciyrus, tingkat kesukaan [likeability ] dan elektabilitas Ridwan Kamil, sudah menyerempet Ahok [Gubernur DKI]. Dari segi elektabilitas, Ahok unggul dari kedua wali kota itu. Tingkat keterpilihan Ahok adalah 96,8 persen. Risma ada di posisi kedua dengan 81,4 persen dan Ridwan Kamil di posisi ketiga dengan 80,4 persen  

Rilis hasil survei Cyrus Network juga mengungkapkan, pada Rabu, 11 November 2015, Ridwan Kamil dan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dapat menjadi saingan berat Ahok di Pilgub DKI 2017. Dalam survei tersebut membuktikan, bahwa warga Jakarta menganggap kedua sosok wali kota ini adalah pemimpin yang berprestasi. Ahok, Ridwan Kamil, dan Risma, juga memiliki tingkat popularitas dan likeability yang berkejar-kejaran.

Tingkat disukai Ridwan Kamil bertengger di posisi pertama menyalip Ahok, dengan persentase 72,4 persen. Risma ada di posisi kedua, dengan persentase 71,9 persen dan Ahok hanya mampu berada di posisi ketiga dengan persentase 67,2 persen. Melihat tingkat likeability warga Jakarta ini, mendeskripsikan bahwa ekspektasi warga Jakarta terhadap Ahok mulai luntur. Meski Pilkada DKI masih 2017, namun posisi Ahok mulai tergerus dan disalip perlahan-lahan oleh munculnya tokoh-tokoh muda baru yang lebih mumpuni secara leadership dan managerial.

Mengukur Ahok dan Ridwan kamil dari sisi leadership secara kasat mata, menempatkan Ahok di belakang pria yang akrab dipanggil kang Emil. Walikota Bandung ini adalah sosok pemimpin yang tenang, berkarisma, memiliki kerja riil dan cenderung persuasif dalam berbagai kebijakannya. Ia mampu merubah waja Bandung lebih estetis dan mendekatkan warga Bandung pada pelayanan yang lebih berkualitas di bandingkan walikota sebelumnya.

Ridwan mampu membangun suatu gaya kepemimpinan “seni membangun”. Ia mampu melekatkan social genius orang Sunda yang lembut dalam gaya membangunnya. Karakter leadership kang Emil sperti ini, lebih dekat pada gaya kepemimpinan moderen yang mampu mendudukkan warga dan pemerintah setara. Muaranya adalah melahirkan kepemimpinan parsitipatif. Di era masyarakat yang makin cerdas, kepemimpinan harus tumbuh dari social genius warga. Dengan begitu, demokrasi tumbuh secara orisinil dari nilai-nilai sosial budaya yang diyakini suatu masyarakat. Alhasil, pembangunan bisa tumbuh, seiring sejalan dengan nilai-nilai yang melekat pada masyarakat. Kang Emil punya cakrawal ini !

Berbeda dengan gaya kepemimpinan Ahok yang cenderung gaduh dan diktator dalam beberapa kebijakan pembangunannya. Dalam berbagai langkah kebijakannya, Ahok acap kali mempertontonkan rakyat [warga Jakarta] sebagai musuh pembangunan. Vis a vis nya warga Jakarta dan Pemda DKI dalam gaya kepemimpinan Ahok, seakan memburamkan wajah demokrasi Jakarta. Ditambah kebijakan kontroversial mengatur demonstrasi, yang menggambarkan selangkah lagi Ahok benar-benar menjadi gubernur diktator pasca negara orde baru.

Dibandingkan dengan Ahok, dengan latar belakang kang Emil sebagai master arsitek University of California, Berkeley ini lebih memahami kota sebagai pilar peradaban. Salah satu pikiran brilian Kang Emil yang disampaikan pada acara Mata Najwa [13 Maret 2015] sungguh menggambaran ia sosok yang cerdas dalam ide-ide pembangunan masyarakat kota [lihat : link : https://www.youtube.com/watch?v=8XQ0pxY0A68].

Sebuah kota menurut pengguna twitter aktif ini adalah ruang yang harus membentuk watak dan cara berfikir warga. Karenanya, kota harus dibuat menjadi tempat yang nyaman dan estetis, sehingga karakter warga yang hidup di dalamnya ikut terbentuk. Brilliant! Pikiran besar inilah yang membingkai alumni arsitek ITB [S1] ini membangun kota Bandung sebagai kota yang nyaman. Karena konsepnya tentang membangun masyarakat kota inilah, Kang Emil acap kali diundang di forum-forum internasional sebagai pembicara.

Berbeda dengan Ahok, dengan semua janji yang sudah dibikinnya berbusa-busa saat Pilgub DKI 2012. Sampai hari ini, sejak terpilih sebagai pasangan Gubernur dan wakil [bersama Jokowi], Jakarta masih tetap begitu-begitu saja. Menjadi sebuah kota dengan tingkat kemacetan terparah dan rawan banjir [lihat data BPS 2015 tentang kemacetan Jakarta]. Ahok gagal konsep membangun kota Jakarta sebagai suatu tempat tinggal yang nyaman dalam membentuk pola pikir warganya. Justru terbalik, karakter Ahok yang culas dan represif, ikut memantik Jakarta sebagai kota yang sumpek dan membuat warganya sebagai masyarakat yang tempramen vis a vis pemerintah DKI.

Dengan semua gaya kepemimpinan itu, tentu berdasaran survei Cyrus Network [2015], warga Jakarta mulai menghela ekspektasinya, perlahan-lahan meninggalkan Ahok. Lupakan Ahok sambut Kang Emil? Bisa jadi begitu.

Ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun