Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Baranusa, Pesona Panorama, dan Kuliner Unik

19 Mei 2013   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:21 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_244206" align="alignleft" width="300" caption="Teluk Baranusa yang mempesonakan (doc munir)"][/caption] Baranusa adalah nama dari sebuah desa yang ada di pulau Pantar Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di balik keterisolirannya, Baranusa menyimpan sejuta pesona alam dan kuliner khas yang menakjubkan.

Baranusa letaknya persis di bawah gunung delaki dan Nambila. Desa ini letaknya di pesisir. penguni desa ini -/+ 7000 jiwa. Rata-rata masyarakat di desa ini berpenghasilan sebagai petani dan nelayan. Karena bertani di desa Baranusa adalah dengan berladang (panen setahun sekali), maka pasca musim panen, yang berprofesi sebagai petani pun turun laut mengais rejeki untuk menghidupi keluarga.

Konon “Baranusa” berasal dari dua kata, “bara dan nusa”. Bara artinya api/bara api, dan nusa artinya pulau. Atau jika digabung jadi Baranusa. Tapi saya tak begitu yakin dengan arti Baranusia yang demikian, karena basis filosofinya belum mendapatkan penguatan secara akademik.

Dari letaknya yang dikelilingi oleh gunung Delaki dan Nambila, Baranusa terlihat eksotis. Belum lagi teluk berliuk yang menjorok masuk membelah Pulau Kura dan Baranusa, semakin menambah pesona Baranusa.

[caption id="attachment_244209" align="alignleft" width="300" caption="Aktivitas nelayan dan masyarakat di teluk Baranusa (doc. Munir)"]

1368940930791213111
1368940930791213111
[/caption] Eksotisme Baranusa, akan semakin memanjakan mata, bila di pagi hari dan menjelang sore. Dikedua waktu itu, hilir mudik nelayan dan masyarakat yang menggunakan trasnportasi perahu, baris berjejeran dengan ayunan dayung yang memecahkan teduhnya teluk Baranusa dipagi dan sore hari.

Dipagi hari biasanya jejeran perahu itu adalah pelajar dari Pulau Kura yang hendak ke sekolah, dan juga pedagang atau masyarakat Pulau Kura yang hendak berdagang ke Baranusa. Begitu pun nelayan dan petani yang hilir mudik dengan perahu kecil atau biasa disebut tena.

Tak kalah ramainya adalah ketika kapal masuk dan keluar dari dermaga Baranusa. Di dermaga Baranusa, tak saja diramaikan hilir mudik penumpang yang hendak ke Kalabahi (Ibukota Kabupaten Alor-NTT), atau yang transit dari Flores, tapi juga berjubel panganan khas Baranusa dan hasil petani dan nelayan Baranusa yang dijajakan di dermaga.

Ada kaleso, cucur, jawada, wata gae dan kenari dan ragam kuliner khas lainnya yang dijajakan para ibu-ibu. Kaleso misalnya, panganan satu ini memang sudah sangat populer. Biasanya kaleso dimakan pada hari-hari besar Islam. Tapi kini sudah ramai dijajakan di dermaga.

Makan kaleso biasanya dipadukan dengan ikan tembang goreng balik tomat. Gurihnya kaleso dari beras merah yang ditumis dengan aneka bumbu dan dibungkus dengan daun gewang atau daun kelapa, semakin komplit dan saling memadu, bila dimakan dengan lauk ikan tembang goreng balik tomat. Kedua pasangan makanan ini sudah seperti saling jodoh di Baranusa.

[caption id="attachment_244211" align="alignleft" width="300" caption="Aneka ikan yang dijajakan di sepanjang dermaga Baranusa (munir.doc)"]

13689411641976326446
13689411641976326446
[/caption] Kalau ke Baranusa tak lengkap rasanya kalau belum makan kaleso dan oleh-oleh jawada atau wata gae. Jawada ini dibuat dari tepung beras dan gula air yang digoreng dengan bentukan unik hasil kreasi ibu-ibu Baranusa. Struktur kuenya apik, seperti anyaman yang rapih. Rasanya renyah. Tapi lebih pas bila sudah dingin dan dimakan saat sarapan dengan teh manis panas atau kopi tubruk.

Begitu juga wata gae atau jagung titi (emping jagung). Panganan Baranusa yang satu ini cara buatnya unik. Jagung digoreng dengan periuk tanah, dan ketika sudah menguning, dengan tangan telanjang jagung diambil lalu diletakkan di atas batu dan dititi hingga pelat. Jadilah wata gae.

Biasanya watage dimakan campur kenari (sejenis kacang-kacangan). Atau jika tidak, wata gae dicampur dengan air kelapa dan isinya. Wata gae direndam ke dalam air kelapa dan isinya hingga lunak. Setelah itu bisa disantap. Rasanya gurih, manis dan bisa membuat anda kenyang dalam waktu lama.

Tak hanya itu, di dermaga Baranusa juga menjajakan aneka ikan hasil tengakapan nelayan. Mulai dari ikan kering, ikan asap dan ikan-ikan yang masih segar. Tinggal dipilih saja berdasarkan selera anda. Belum lagi aneka kerang-kerangan yang dijual di sepanjang dermaga.

Untuk ke Baranusa rasanya tidak terlalu rumit. Bila dari Jakarta, anda harus dua kali naik pesawat. Dari Jakarta menuju Bandara Eltrai Kupang-NTT. Setelah itu anda bisa lanjutkan penerbangan dari bandara Eltarai Kupang menuju Kabupaten Alor. Sekitar 45 menit anda sudah mendarat di Alor/Kalabahi. Setiba di Kalabahi, untuk ke Baranusa anda bisa menggunakan kapal feri atau perahu motor. Untuk ke Baranusa dari dermaga Kalabahi, memakan waktu perjalanan kira-kira 4-5 jam. Penasaran? Silahkan coba. []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun