Mohon tunggu...
Edison Hulu
Edison Hulu Mohon Tunggu... Dosen - Ekonomi dan Keuangan

Dosen, Peneliti, dan Pelaku Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Desa yang Tidak Permai Lagi!

28 Februari 2016   09:26 Diperbarui: 20 Januari 2019   23:02 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Desaku yang kucinta, pujaan hatiku. Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku. Tak mudah ku lupakan. Tak mudah bercerai. Selalu ku rindukan. Desaku yang permai.  Demikian lirik lagu yang indah karya manis dari L. Manik yang menggambarkan betapa indahnya susasana di desa yang sulit terupakan. Demikian indahnya suasana pedesaan,  mengundang siapapun untuk menyukainya.  Susasana desa yang harmoni seperti itu yang disebut "desa yang permai".

Desaku yang permai adalah sebuah suasana yang penuh persaudaraan dan persahabatan yang elok, sehingga setiap insan yang teringat desanya akan rindu kembali kedesanya.  Alam desa yang hijau, air yang bening yang jernih, udara segar, tercipta harmoni kehidupan yang sejati.  Di malam hari sebelum tidur, terdengar sayup nyanyian sang kodok di persawahan yang hijau dan suara jangkrik, belalang.  Di pagi hari kita dibangunkan oleh suara ayam jantan berkokok dan udara yang menyegarkan penuh dengan oksigen.

Saat ini, program dana pembangunan satu miliar rupiah per desa mulai dikumandangkan dan mulai mengalir ke pedesaan.  Pertanyaan ialah apakah program pembangunan desa tersebut bertujuan untuk mewujudkan sebuah desa yang permai?  Atau, sebaliknya, program pembangunan desa yang sedang dikobarkan saat ini justru menghancurkan suasana desa yang permai, bahkan merubah arwah desa menjadi sama dan sebangun seperi arwah kota yang tidak permai lagi.  Sedih sekali kalau desa diubah menjadi kota, dan akhirnya hilanglah desaku yang permai seperti yang dikisahkan dalam syair lagu “Desaku yang Kucinta”.

 

Desa yang tidak permai!

Kalau memang terpaksa, biarkanlah sistem ekonomi kapitalis memporak-porandakan kehidupan kota, tetapi jangan sampai terbawa ke pedesaan sehingga tidak ada bedanya lagi antara desa dan kota. Biarlan kota berkembang hanya sekitar kota saja, tetapi janganlah meluas wilayah kota sehingga desa menjadi tidak kelihatan bentuknya lagi, tidak kelihatan sifat-sifat desanya.

Janganlah biarkan suasana desa permai itu menjadi tak nampak lagi. Harmoni pudar, aset penduduk desa berupa tanah, sawah dan kebun jumlahnya makin sedikit karena dieksploitasi habis oleh kapitalisme kota.  Hidup orang desa yang sederhana dieksploitsi habis oleh ekonomi uang yang tak kenal apa itu harmoni.  Di tempat ayah dan bunda serta handai tolan itu sudah membuat hidup di desa menjadi susah dan rentan. Bercocok tanam sudah tidak mungkin, pindah ke kota juga tak bisa berbuat banyak dan akhirnya menjadi beban kehidupan kota. 

Karena suasana desa yang tidak harmoni lagi, pada gilirannya, rakyatku di desa tidak betah lagi tinggal desa karena alam tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, karena telah dieksploitasi dari kota.  Mereka memilih pergi merantau ke negeri orang sekalipun tanpa jaminan berhasil atau tidak, hanya untuk memenuhi kebutuhan perut sekalipun. 

Undang-undang tentang desa yang telah dibuat DPR, akan sulit berharap banyak akan bisa mengembalikan desaku yang permai. UU desa semangatnya lebih berorientasi pada upaya membangun sistem kelembagaan.  Desa sekarang adalah menjadi bantalan politik dan bukan lagi menjadi sumber pencipta kekayaan desa.

Harmoni secara sadar dicabik-cabik sampai terjadi fragmentasi kehidupan yang bantalannya adalah politik.  Desa telah terkotak-kotak karena politik, ada desa biru, desa hijau, desa kuning, dan desa merah.  Masyarakatnya menjadi dieksploiasi oleh mesin politik si biru, si kuning dan si hijau untuk kekuasaan, bukan membangun kesejahteraan dan kemakmuran.

Seyogianya, suasana  Indonesia hanya dibedakan kota dan desa, dengan kemajuan yang sama pada ekonomi, dan hanya membedakan lokasi, yaitu, kota adalah daerah yang tingkat kesibukan ekonominya cukup tinggi, dan desa adalah tempat yang teduh untuk dinikmati di masa tua.  Seyogianya, pada masa kerja tinggal di kota, dan ketika masa pensiun akan tinggal di desa yang permai dalam mewujudkan kehidupan yang harmoni.  Hal seperti ini tidak lagi terlukis dalam rencana pembangunan desa yang ada saat ini.  Yang ada saat ini adalah pembaginan uang yang tidak jelas apa manfaatnya dan apa kegunaannya, dan apa tujuan akhir dari pembangunan desa itu sendiri.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun