[caption id="attachment_190541" align="aligncenter" width="272" caption="STIE Kerjasama tahun 2006/pointer.co.id"][/caption] Hari sabtu wage, tanggal 27 Mei 2006. Pagi hari di saat matahari mulai terbit, cuaca yang cerah dan suasana tenang disekitar rumahku, eh rumah mertuaku maksudnya. Pukul setengah enam lebih aku membopong anakku yang nomor tiga, saat itu baru berumur satu tahunan, biasa kuajak jalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Berjalan bolak-balik di gang depan rumah. Saat mengakhiri jalan-jalan pagi itulah, tepat di depan rumah, bencana itu datang dengan sekonyong-konyong..., lindhu kata orang Jawa. Gempa bumi terbesar yang pernah saya rasakan. Bumi yang kupijak terasa berguncang hebat, seakan tubuh ini terlempar. Allahu akbar lahaulawalaquwwata illa billah...segera sadar menyebut namamu Ya Allah, apa yang terjadi ya Allah, sambil terus membekap anakku.Segera kuingat anakku yang nomor satu dan dua masih tidur didalam kamar. Tapi sungguh goncangan yang begitu kuat dan sambil menggendong anak menyulitkanku untuk bergerak menolong. Akhirnya kupasrah, jika memang Allah berkehendak mengambil nyawa anakku dengan takdir bencana ini, minimal aku sudah berusaha menyelamatkan satu anakku yang ada dalam pelukanku. Semua tetangga berhamburan keluar rumah, sambil berteriak lindhu...lindhu...lindhu. Semua menyelamatkan diri masing-masing mencari tempat yang aman. Dan syukurlah ternyata anakku yang pertama dan kedua di seret keluar rumah oleh istriku dan simbah-nya(ibu mertua). Suasana pagi yang tenang menjadi kacau dan mencekam. Beberapa genteng rumah melorot jatuh dan pecah. Beberapa tembok rumah tetangga ada yang retak. Setelah terhenti sejenak, gempa susulan beberapa kali terjadi. Aku mengira gempa ini karena letusan gunung Merapi, karena saat itu sedang aktif mengeluarkan awan panasnya. Segera saja kucari batu baterai agar dapat menyetel radio, untuk mencari informasi, karena beberapa saat setelah gempa listrik sempat mati. Tidak lupa pula mengisi bensin motorku dengan full, karena biasanya kalau ada bencana susah nyari BBM. Tinggal satu atau dua stasiun radio yang masih bisa siaran saat itu, salah satunya radio Sonora. Lewat radio inilah aku mengikuti perkembangan bencana gempa ini. Sekitar dua jam setelah gempa yang pertama beredar issue akan datangnya tsunami. Banyak orang yang panik mendengar issue ini termasuk tetangga-tetanggaku, hingga banyak yang mengungsi ke daerah yang lebih tinggi seperti Kaliurang. Tapi aku tidak memperdulikan issue ini. Setelah agak tenang kondisinya, siang harinya aku dan teman pengin melihat kondisi kota Jogja. Dari arah utara menuju ke kota, terus ke selatan melewati jalan Bantul,di daerah sini banyak jalan aspal yang retak selebar 5-10cm, rumah-rumah banyak yang rata dengan tanah, terus ke arah timur dan balik lagi ke utara sekalian pulang lewat jalan Parangtritis melewati kampus ISI Yogyakarta yang sekilas rusak parah , juga kampus STIE Kerjasama rusak parah seperti dalam gambar. Kesimpulanku sementara kerusakan terparah daerah Bantul. Sungguh ini merupakan peristiwa yang takkan terlupakan. Gempa berkekuatan 5,9 SR yang berpusat kurang lebih 25 km barat daya kota Jogja ini telah merenggut nyawa lebih dari 5000 orang, melukai puluhan ribu orang dan ratusan ribu rumah rusak dari yang ringan sampai ambruk rata dengan tanah. Kota Bantul dan Klaten merupakan kota yang terparah mengami kerusakan. Syukurlah reaksi pemerintah waktu itu cukup cepat, untuk menanggulangi bencana ini dan pemulihannya. Masyarakat Internasional pun bertindak cepat mengingat waktu itu masih banyak lembaga bantuan yang masih berada di Aceh untuk menangani bencana tsunami. Semoga saja bencana ini tidak terulang kembali. Dammam, 26 Mei 2012