Mohon tunggu...
Vincentius Wishnu
Vincentius Wishnu Mohon Tunggu... Psikolog - Karyawan swasta yang mencoba mencari dan memaknai sebuah gagasan yang menarik untuk kembali ditaburkan hal baik ke sekitar

Cancer Boy Interest in human, educationm and people development

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bebaskan Anak untuk Memilih dan Bertanggung Jawab sejak Dini

2 Desember 2015   23:59 Diperbarui: 3 Desember 2015   16:48 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - mendidik anak (Shutterstock)

Akhir-akhir ini, saya banyak mendengarkan sharing, curhat, dan keluhan dari saudara dan kerabat yang saat ini menjadi orangtua. Jika ditarik benang merahnya, isi dari cerita mereka memiliki kesamaan, yaitu saat ini anak mereka duduk di bangku kelas 3-5 SD. Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh mereka berkaitan dengan perilaku anak yang menunjukkan sikap mudah marah, protes, mengeluh tidak bisa, menunda tanggung jawab, kurang memiliki semangat dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Ketika saya mencoba menggali dan mengetahui bagaimana respon anak mereka ketika menunjukkan perilaku yang telah saya sebutkan diatas, muncul berbagai respon spontan dari anak mereka seperti berikut. Ungkapan dari salah satu anak yang menunjukan protes terhadap tugas-tugas sekolah karena Si Anak tidak mampu menyelesaikan tugas rumahnya, “Bun... aku ki wes kesel, mosok mbendino mesti ono PR, tambah kuis teko matapelajaran liane. Padahal sesuk ki aku libur lho Bun...” (terjemahan. Bun aku udah capek... masak tiap hari selalu ada PR (Pekerjaan Rumah) ditambah kuis dari mata pelajaran lain. Padahal besok itu aku libur). Ada lagi ungkapan anak yang mengungkapkan keinginannya demikian, “Bun, kenapa sekolah cuman ada pelajaran olahraganya cuma seminggu sekali aja? Kenapa gak tiap hari ada pelajaran olahraga?”.

Jika Anda yang kini sudah menjadi orangtua, jika anak Anda mengungkapkan seperti dua ungkapan diatas, kira-kira bagaimana cara Anda merespon ungkapan dari anak Anda. Tentu tidak mudah bagi orangtua menjawab respon spontan dari anak-anak. Dan belum tentu pula respon yang Anda berikan dapat diterima Si Anak. Mungkin respon dari yang Anda ungkapkan justru membuat anak menjadi protes dan tiada hentinya menjawab respon yang Anda berikan.

Memang saya saat ini belum menjadi orangtua. Akan tetapi cerita yang saya dapat dari para orangtua tersebut membuat saya bercermin kembali pada masa lalu saya saat masih duduk dibangku SD. Ketika saya masih SD, saya masih memiliki waktu untuk bermain bersama dengan teman di sekolah maupun dengan teman anak tetangga di sekitar rumah. Bahkan ketika menjelang ujian akhir sekolah yang diselenggarakan oleh Negara, saya masih dapat mengajak teman-teman disekitar rumah yang seangkatan dengan saya untuk belajar bersama di rumah. Saat itu saya masih mengalami ujian dua kali, yaitu ujian akhir sekolah yang diselenggarakan oleh yayasan dan yang ujian akhir sekolah yang diselenggarakan oleh Negara.

Memang perbedaan era saat ini berbeda dengan era saya di tahun 90-an. Tidak dapat dipungkiri tuntutan sekolah anak-anak usia SD saat ini (mungkin) lebih tinggi dibanding dengan zaman saya. Saat ini, anak usia Taman Kanak-kanak saja sudah dijejali dengan pelajaran berhitung. Kelas dua SD saja, anak-anak sudah harus hafal perkalian.

Selain beban sekolah yang tinggi, tantangan terbesar bagi orangtua zaman sekarang adalah bagaimana mengatur waktu bagi anak untuk pemakaian gadget. Memang banyak sekali aplikasi yang tersedia di gadget memberikan pelajaran-pelajaran positif bagi perkembangan anak. Akan tetapi perlu diperhatikan pula apabila intensitas penggunaan gadget terlalu tinggi dapat memicu anak untuk menjadi pribadi yang anti sosial. Selain itu dampak fisik yang terlihat dari anak yang telah kecanduan gadget, memungkinkan perkembangan motoriknya tidak berkembang secara optimal. Maka tidak heran banyak anak yang sudah obesitas saat usia dini.

Lalu bagaimana upaya-upaya yang dapat kita lakukan untuk mendampingi anak usia pra sekolah (usia 3-6 tahun) agar dapat menjadi pribadi yang mampu bertanggung jawab? Mengapa harus dimulai pada anak usia pra sekolah?

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melatih anak sejak dini untuk mampu membuat pilihan dengan baik. Dengan kita melatih anak untuk mampu membuat pilihan dengan baik selain mengajarkan anak untuk mampu bertanggung jawab atas pilihanya, juga mengajarkan anak untuk percaya diri dengan pilihannya. Dengan melatih sejak dini anak pra sekolah dalam membuat keputusan berarti membiasakan anak agar dapat konsekuen dengan tugas yang diemban pada saat mereka masuk dalam usia sekolah.

Berikut merupakan tips dalam melatih anak dalam membuat keputusan dengan baik yang saya kutip dan saya kembangkan dari artikel yang berjudul “Teaching Your Kid to Make Good Decisions” dari parents magazine.

Pertama, berikan pilihan kepada anak. Susu rasa coklat, strawberry, atau vanilla? Hari Minggu mau main ke pantai, taman, kebun binatang, atau mall? Mungkin itu sebagian dari contoh pertanyaan-pertanyaan pilihan. Dengan mengajukan beragam pilihan tersebut tentu anak akan langsung membayangkan situasi dai berbagai pilihan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun