Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Blusuker, Bukan Sekedar Traveller

9 Januari 2018   01:03 Diperbarui: 9 Januari 2018   02:41 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Cetho di Lereng Gunung Lawu

Menapak jejak di Candi Sukuh, Gunung Lawu
Menapak jejak di Candi Sukuh, Gunung Lawu
Traveller, julukan pas pagi penghobi Travelling. Mereka adalah penikmat pantai, pendaki gunung, penyuka jalan-jalan, tentunya termasuk pula penikmat kuliner. Namun, ada lagi traveller yang fokus mengunjungi objek-objek sejarah purbakala. Baik objek yang mainstream. Terkenal dikalangan lokal dan nasional. Termasuk objek yang mendunia tentunya. Atau bahkan, mereka sudah meninggalkan jejak di objek yang belum dikenal dunia. Lantaran tempatnya terpencil, tersembunyi atau bahkan sengaja disembunyikan, tidak dipublikasikan untuk menjaganya dari pencurian dan penistaan!

Kompleks Candi Arjuna di Dataran Tinggi Dieng
Kompleks Candi Arjuna di Dataran Tinggi Dieng
Blusukan ke Goa Pasir Tulungagung
Blusukan ke Goa Pasir Tulungagung
Merayap Tebing Goa Pasir Tulungagung
Merayap Tebing Goa Pasir Tulungagung
Blusuker

Ya, mencari istilah yang tepat untuk penyuka travelling jalan-jalan ke objek sejarah purbakala ini memang sangat sulit. Sejatinya mereka adalah Traveller, tatkala sedang berkunjung ke Candi Borobudur, Candi Prambanan, termasuk saat berkunjung ke candi-candi di Trowulan Mojokerto yang gampang dijangkau dan ada di kota. Sebutan wisatawan pun masih tepat disandangkan saat mereka mengunjungi Candi Sukuh, Candi Cetho yang terpencil di Gunung Lawu atau Candi Arjuna di Dataran Tinggi Dieng.

Tapi,  ketika mereka sedang merayap ditebing guna melacak tumpukan batu2 andesit di lereng-lereng gunung. Mengais-ngais tanah di kebun orang guna menyingkap batu-batu "bertulis". Atau saat mereka berjalan ber jam-jam untuk menemukan tumpukan bata merah kuno yang berserakan, saat itulah mereka menyandang sebutan baru yakni:  Blusuker!

Apa yang dicari oleh para blusuker? Entahlah! Latar belakang mereka bermacam-macam. Ada pekerja swasta, wiraswasta, PNS, guru, dan dokter dan lain-lain. Jarang yang berprofesi sebagai arkeolog atau lulusan jurusan arkeologi. Tapi mereka memiliki interes yang sama yaitu peninggalan sejarah purbakala. Kebanyakan mereka tergabung dalam komunitas-komunitas lokal yang memudahkan untuk sharing dan connecting. Baik lewat media sosial maupun dunia nyata.

Blusuker saat jelajah ke Goa Gembyang
Blusuker saat jelajah ke Goa Gembyang
Anti Sambat, Anti Pegal

Selain diskusi, ngobrol, dan chatting via medsos, ajang paling seru bagi para blusuker adalah  kegiatan Jelajah Alam. Saya menyebutnya hunting. Jelajah alam ini ada yang bersifat individual atau berkelompok. Kegiatan ini jelas memerlukan persiapan yang matang. Paling utama adalah kesiapan fisik.  Kondisi fisik mutlak harus sehat. Dalam perjalanan, pantang bagi seorang blusuker untuk sambat (mengeluh) dan pegal.

Tidak ada ceritanya seorang blusuker mengeluh lantaran menempuh jalan becek, merangkak di jalan terjal. Atau mengeluh pegal saat harus keliling-keliling situs saat cuaca panas. Coba diamati. Bedanya blusuker dan traveller. Para traveller begitu semangat akan saat mendaki tangga-tangga di Candi Borobudur. Setelah mengeksplor pemandangan, stupa, batu candi beberapa relief , biasanya mereka akan menyerah dan menepi,  berlindung di sisi-sisi langkan candi. Bahkan banyak yang bergegas segera turun!

Berbeda dengan para blusuker. Di cuaca apapun mereka akan semangat mengeksplorasi objek yang jadi sasaran kunjungan. Tak peduli matahari menyengat di atas teratai Borobudur atau sedang bertengger di puncak Prambanan.  Tak peduli banyak orang atau sedikit orang. Mereka akan berputar-putar di seluruh penjuru objek. Detil-detil tak akan dilewatkan. Walaupun itu hanya berupa serpihan-serpihan batu atau terakota. Mereka akan tetap asyik memfoto, mengamati dan menikmati.  Objek yang sering dicari adalah prasasti dan angka tahun yang kadang tersembunyi.

Bahkan, objek-objek yang tersebar di lereng gunung semacam candi-candi di Gunung Penanggungan adalah objek yang menantang untuk dikunjungi. Atau, situs-situs yang tersebar luas di sebuah area seperti Keraton Boko tak akan dilewatkan sedikitpun oleh para blusuker. Tak peduli cuaca panas yang membuat keringat mengucur deras. Bagi mereka, setiap titik kekunaan, setiap jejak peninggalan masa lalu adalah barang berharga yang harus dikunjungi. Kuncinya, kaki bebas pegal. Nah, untuk menjaga kondisi kaki agar selalu bersahabat agar bisa jalan-jalan, blusuker selalu menyiapkan Geliga.

Bagi blusuker dan traveller, membawa Krim Geliga, saat  jelajah  sangat dianjurkan. Krim yang diproduksi PT Eagle Indo Pharma ini mengandung Metyl Salicylate, Mentor dan Champor. Ramuan bahan ini terbukti menimbulkan efek panas saat digunakan dan akan masuk ke dalam kulit. Inilah yang akan mengurangi rasa sakit bagi yang kadung mengalami keseleo atau nyeri  sendi dan punggung. Bahkan, otot-otot yang lelah setelah diajak berjam-jam keliling objek wisata akan kembali normal setelah krim ini digosokkan. Tak berlebihan kiranya jika dengan Geliga, jalan-jalan makin asyik  tak kenal lelah. Geliga, Anti Sambat dan  Anti Pegal. Dengan Geliga, jadi Bebas Pegal, Bebas Kemana Saja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun