Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyandingkan Makna "Gaduh vs Teduh"

3 Agustus 2015   23:09 Diperbarui: 3 Agustus 2015   23:10 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sambutanya Gus Mus menyampaikan bahwa dirinya bersama-sama para kyai sepuh benar-benar prihatin ketika di suguhi koran Jawa Pos dengan Head Line “Nahdlatul Ulama’ Gaduh dan Muhammadiyah Teduh”. Setelah rapat dengan ulama-ulama sepuh, ahirnya Gus Mus menyampaikan keprihatinan yang risakan oleh para kyai. Gus Mus mengaku semalam belum tidur, karena prihatin dengan sikap para muktamirin.

  Dengan modal itu, Gus Mus akhirnya mampu meredam para muktamirin yang sedang panas-panasnya terkait dengan polemic “ahwa”. Rupanya “awha” itu benar-benar bisa memancing hawa nahfsu amarah muktamirin. Tausiyah Gus Mus maha dasyat, mencerminkan orang yang Ihlas dalam berjuang untuk Nahdlatul Ulama.

 Untuk menentukan dan memilih seorang pemimpin yang berkualitas ilmu dan pengetahuan, juga kedalaman spiritual dan keluhuran budi pekertinya tidak mudah. Juga  tidak boleh gegabah. Doktor, professor, hafal kitab suci Al-Quran dan hafal Alfiyah Ibn Malik, masih belum cukup menjadi pemimpin  organisasi yang di rintis dan didirikan oleh para ulama dan habaib, serta auliaya’ Allah SWT.

Nahdlotul Ulama itu sudah memiliki ribuan penghafal Al-Quran, serta cukup banyak ulama yang mengerti dan mendalami ilmu hadis. Penceramah, dai, pemimpin pesantren juga banyak. Semua itu juga belum cukup untuk memimpin ribuan kyai dan santri dari seluruh pelosok nusanatra.

Apalagi, putra-putri organisasi NU ini beragam, ada yang berfikirnya agak kebablasan yang disebut dengan dengan istilah “Jaringan Islam Liberal”. Ada juga yang sukanya keras-keras kemana-mana membawa fentungan, sebut saja “Front Pembela Islam”.

 Ada juga yang suka bermain politik, mereka memiliki wadah politik yaitu “PKB dan juga banyak yang di PPP”. Ada juga yang masuk diberbagai partai politik lainya. Di situlah mereka menyalurkan dan memuaskan sahwat politiknya. Mereka suka bermain di parlemen dan juga banyak yang menjadi menteri.

 Ada juga warga NU yang sukanya wiridan, dibaan dan maulidan, seperti; Habib Syekh dibuatlah. Ada juga yang mengikitu toriqoh mu’tabarah yang disebut dengan “Jatman” yang dipimpin langsung oleh Habib Lutfie Pekalongan. Ada juga yang sukanya ziarah para walisongo. Ada juga yang suka nyanyi dan seni, juga suka olahraga. Semuanya diberi wadah untuk menyalurkan bakatnya masing-masing.

Jika hanya seorang professor atau doctor, akan sulit memimpin organiasai sebesar Nahdlotul Ulama. Belum lagi Ikatan Gus-Gus Indonesia yang sukanya nyeleneh-nyeleneh, baik tingkah dan ucapanya. Jadi, wajarlah jika para Kyai kadang harus bersitengang dalam menentukan siapakah yang layak untuk memimpin Nahdlatul Ulama selama lima tahun ke-depan. Belum memilih saja, kadang harus mati-matian untuk menentukan prosesnya, seperti yang terjadi pada Muktamar tahun ini.

Dalam adu argumentasi, para muktamirin itu sering kali lupa bahwa di depan mereka itu adalah para kyai dan ulama yang selama ini ngemong dan ngajari ngaji. Mereka ingin arguemntasinya diterima, begitu juga dengan yang lainnya. Ratusan orang memiliki alasan dan gagasannya yang beragam. Ketika semua asik dengan argumentasinya, mereka lupa diri, karena nafsunya ingin menang dan inginnya mengalahkan rekanya. Maka, tidak ada yang akan mampu menundukkan mereka, kecuali Kyai sepuh yang kerjanya setiap hari mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dulu, ketika para sahabat bertengkar (gaduh), masing-masing ingin pendapat dan gagasan diterima. Mereka mengajukan alasan yang logis, tetapi alasan-alasan itu dibantah oleh sahabat lainnya. Bantah membantah dengan argumentasi yang logis sudah menjadi bagian dari musyawarah. Tujuan utamanya agar pemimpin yang dipipih itu bukan orang sembarangan, malainkan bisa ngemong, bijaksana dan sesuai dengan tuntunan Rosulullah SAW. Karena yang dipimpin itu bukan kampus, bukan juga perusahaan, dan juga bukan pula rumah sakit.

Ahirnya, Abu Bakar ra yang bijaksana, usianya lebih, tua, dan termasuk orang yang pertama kali bersahadat kepada Rosulullah SAW, sekaligus rekan Nabi SAW sejak kecil. Abu Bakar itu bisa menjadika para sahabat yang bersitegang itu menjadi luluh, dan menerimanya. Dan ahirnya, membaiatya sebagai pemimpin mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun