Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menyoal Akhir Kasus Pemerkosaan Mahasiswi UGM

5 Februari 2019   23:19 Diperbarui: 7 Februari 2019   15:03 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri ke kanan, Dekan Fakultas Teknik Nizam (menggunakan ikat kepala), Rektor UGM Panut Mulyono, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Paripurna P Sugarda dan Dekan Fisipol Erwan Agus saat jumpa pers terkait penyelesaian kasus dugaan pelecehan seksual di KKN UGM pada pertengahan 2017 lalu, di ruang Rektor UGM, Senin (4/2/2019).(KOMPAS.com / WIJAYA KUSUMA)

Komika Muhadkly Acho melalui akun twitter @MuhadklyAcho menuliskan kegelisahannya:

Memperkosa berakhir damai.
Ngetwit berakhir di penjara.
Indonesia keren sekali.

Bisa ditebak, Acho memang sedang menyoroti peristiwa yang terjadi beberapa hari belakangan. Ada berita heboh, musisi Ahmad Dhani yang sudah divonis harus mendekam di penjara karena cuitannya di twitter.

Berita ini kian ramai setelah "dibumbui" berita anak Ahmad Dhani yang menangis sedih saat konser (eks) Dewa 19 di luar negeri. Salah satu anaknya memang didaulat mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan diatas panggung. Tak hanya menggantikan posisi ayahnya, si anak juga didandani model pakaian yang sering digunakan Ahmad Dhani.

Sementara berkaitan dengan kasus pemerkosaan, yang dimaksud Acho tentulah kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi UGM. Melalui pemberitaan media online tersiar kabar bahwa pihak kampus mengumumkan kasus tersebut dinyatakan selesai, setelah korban dan pelaku (HS) sudah sama-sama menanda tangani nota kesepakatan damai.

Ilustrasi (Tribunnews.com)
Ilustrasi (Tribunnews.com)
Selain korban dan pelaku, Rektor UGM juga turut menanda tangani surat yang dibubuhi materai tersebut. Sementara itu Dekan Fisipol UGM, Erwan Agus Purwanto, menegaskan proses perdamaian antara mahasiswinya sebagai korban dengan pelaku berlangsung tanpa paksaan. Kesepakatan tersebut adalah keinginan korban sendiri.

Meski sudah berdamai, keduanya masih diharuskan mengikuti mandatory konseling dengan psikolog klinis. Psikolog tersebut bisa dari internal UGM maupun psikolog yang ditunjuk sendiri oleh keduanya.

Kasus ini sebenarnya terjadi pada akhir 2017 lalu saat mahasiswa UGM melakukan KKN di Maluku. Desas-desus sudah beredar di internal kampus, namun baru heboh saat BPPM (Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa) UGM secara khusus membuat ulasan investigasi dan kronologi kasus tersebut.

Ini langsung menjadi konsumsi publik, tak hanya di internal kampus. Tulisan berjudul "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan" sempat sulit diakses karena banyaknya orang yang berebut ingin membaca.

Konon kasus ini sudah sempat dibawa ke ranah hukum, dilaporkan ke pihak kepolisian dan masih dalam proses penyelidikan. Entah masih akan terus dilanjutkan atau tidak, setelah kemarin sudah ada kesepakatan damai antara pelaku dan korban serta disaksikan oleh otoritas kampus.

Bila akhirnya kesepakatan damai tersebut menjadi akhir penuntasan kasus ini, memang akan menyisakan banyak tanya di benak publik. Benarkah kasus pemerkosaan akan selalu bisa (dianggap) selesai setelah adanya tanda tangan di atas surat kesepakatan damai bermeterai? Sesederhana itukah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun