Mohon tunggu...
Binoto Hutabalian
Binoto Hutabalian Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis di www.sastragorga.org

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Netralitas, Jebakan atau Dosa? (Simalakama Hak Pilih ASN)

14 Januari 2019   22:04 Diperbarui: 14 Januari 2019   23:16 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Netralitas ialah sebentuk upaya pemerintah untuk mengatur keberadaan para aparatur negara dalam proses perpolitikan di negeri ini. Aturan tegas yang secara terus-menerus selalu ditekankan pada setiap kali pesta demokrasi digelar. Baik pemilihan umum legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden. ASN dihimbau netral.

Demi mengantisipasi penyalahgunaan kekuasaan oleh para petahana yang berpeluang mengerahkan dominasi aparatur negara itu, belakangan telah ditetapkan aturan peraturan perundang-undangan oleh pemerintah pusat dan juga oleh pemerintah daerah baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan daerah.Berbeda dengan anggota Polri dan TNI, posisi netralitas politik para Aparatur Sipil Negara (ASN) agak sedikit kontras dalam setiap pesta demokrasi.

Sebagai pihak yang juga diwajibkan netral, ketika anggota Polri dan TNI sama sekali tak ada lagi hak dipilih dan hak memilih, sebaliknya ASN yang diharapkan bisa netral secara aturan juga malah masih diberikan hak. Memilih dan dipilih.

Pada posisi ini, meski tak berani blak-blakan untuk protes, para ASN sebagai masyarakat non awam yang hidupnya dominan dibawah aturan dan etika pemerintahan kebanyakan mengeluh dan mengaduh.

Mengeluh sebab diharuskan netral. Dan mengaduh ketika harus menjatuhkan pilihan kepada sosok calon sesuai hati nurani sebagai warga negara yang baik.
Ibarat buah simalakama. Seperti kata pepatah: "Jika dimakan ibu mati, tak dimakan ayah mati."

ASN masih sebangsa makhluk-makhluk penurut. Pengangguk. Yang masih menganut paham-paham penakut dan mangut-mangut. Yang cuma bisa bersungut-sungut dan cemberut. Tanpa berani apa-apa. Sebab aturan adalah seibarat dewa yang berkuasa atas keselamatan karir kerjanya. Semenjak itu patuh adalah pilihan terakhir.

Selain undang-undang, peraturan pemerintah dan Peraturan Daerah, Panca Prasetia Korpri termasuk firman yang begitu berkuasa mendoktrin kejiwaan para aparatur negeri. Dan memang begitulah konsekuensi kehidupan berorganisasi yang sesungguhnya. Loyal, menjaga rahasia organisasi, berintegritas dan tetap setia kepada negara.

ASN mesti patuh peraturan. Di satu sisi, ASN harus netral. Dan disisi lain ASN harus memilih dan harus mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan kecondongan pilihan yang secara terang-terangan telah dipaksa  harus tidak netral.

Pada 17 April mendatang, pemilihan umum serentak akan kembali digelar. Posisi kepatuhan ASN kembali diuji dan dipertaruhkan. Antara patuh dan tidak patuh. Dimana ASN dan keluarga masih harus turut mencoblos di TPS dan lagi-lagi tak kuasa mempertahankan netralitasnya. Maksud hati mematuhi Undang-Undang, tapi apalah daya aturan harus dilanggar.

Bagi ASN yang kritis, Netralitas masih menjadi momok menakutkan. Intaian dan ancaman selalu menanti pasca pemilihan usai. Terlebih-lebih dampak yang lebih mengerikan itu paling terasa pada setiap proses pemilihan kepala daerah. Dimana posisi para ASN itu sangat diradar dan  dipantau ketat melalui teleskope khusus.

Pada pemilihan kepala daerah, ASN pantang netral. Sebab netral itu dianggap abu-abu. Pada posisi inilah sikap penakut atau fobia berlebihan itu muncul pada seluruh ASN daerah. Barangkali, Undang-Undang netralitas aparatur itu tak berlaku di Pemilukada. Banyak yang bergumam demikian. Sebab di Pemilukada, siapa netral pasti dia terbuang.

Pengalaman pahit dampak dari netralitas Pemilukada telah sangat banyak menerlantarkan para pejabat pemerintah daerah pasca pelantikan pemerintah daerah terpilih. Sebab sejarah perekrutan kabinet kerja para pemenang Pemilukada itu pasti selalu didasarkan oleh kejelasan warna  masing-masing ASN. Di Pemilukada, netral adalah abu-abu. Dan abu-abu itu ialah penonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun