Mohon tunggu...
Dini Wikartaatmadja
Dini Wikartaatmadja Mohon Tunggu... profesional -

Pustakawan, Penulis, Violist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ini Pun Akan Berlalu!

10 Januari 2016   21:50 Diperbarui: 10 Januari 2016   22:27 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup akan membawamu pada rupa- rupa rasa yang akan kau kenali sebagai kenangan. Entah itu kenangan yang baik atau buruk. Semua itu akan menjadi benih dalam hati dan pikiranmu yang kemudian melahirkan kebijaksanaan dalam dirimu. Karenanya dewasa tidak pernah diukur dalam hitungan angka yang sudah dikumpulkan dalam hidup, melainkan hitungan kenangan yang kau ciptaan untuk orang lain dan dirimu sendiri. [DW:2014]

Pagi ini, saya bangun dengan penuh syukur. Bersyukur sampai sekarang Tuhan berikan kesempatan hidup. Walaupun beberapa bulan yang lalu dirasa hal itu tidak mungkin. Hal yang paling disyukuri adalah keberadaan Abah dan keluarga tersayang yang ada dalam keadaan sehat dan bahagia. Juga para guru dan sahabat yang terkasih dalam keadaan yang juga sehat. Minimal pagi ini saya yakini mereka yang saya sayangi dalam keadaan yang baik dan akan selalu dalam perlindungan Yang Maha Kuasa. Aamiin.

Dalam perjalanan dari rumah ke kantor yang saya tempuh hampir dua jam itu biasanya saya isi dengan membaca buku. Sebab di saat itulah kesempatan saya bisa membaca dengan baik tanpa terganggu. Kali ini yang saya baca adalah tentang Cacing dan Kotoran Kesayangannya karya Ajahn Bram.

Dalam berkeyakinan pada Yang Maha Kuasa saya telah memilih jalan hidup saya dalam nafas Islam. Namun, dalam membaca saya sangat terbuka dengan agama manapun. Salah satu favorit saya adalah Ajahn Brahm, seorang biksu yang telah mendermakan hidupnya untuk menyebarkan dharma Budha kepada umat manusia di dunia. Biksu yang pernah meraih gelar Sarjana Fisika Teori dari Universitas kenamaan, Cambridge University ini memutuskan menjadi petapa di hutan Thailand pada usianya yang terbilang muda,23 tahun! Saat membaca profilnya saya pun sempat kaget. Di usia yang begitu muda dimana keinginan untuk mencapai ini dan itu, menciptakan impian ini dan itu, seorang Ajahn muda memilih jalan hening. Hening dari segala macam keributan dunia dan kesumpekannya. Dari situ saja saya sudah bisa mengambil kesimpulan betapa Ajahn memiliki hati yang bening.

Kebeningan hati yang lain juga saya temukan pada Ustad dan Ustadzah saya di Jatibening [hiks,tetiba kangen mereka sangat, sorry intermezzo].

Nah, lanjut lagi. Buku Cacing dan Kotorannya, Jilid 3 memuat berbagai kisah penuh hikmah yang dikelompokkan sesuai tema yakni Kepekaan, Jangan Serius-Serius Amat, Ketidakpastian, Kematian dan Kehidupan, Hidup Mawas, Kebahagian dan Inspirasi, Masalah dan Tak Masalah, Kejujuran dan Penerimaan, Kewelasan, Kebeningan, dan Keheningan. Mengingat saya sedang dalam ketidakpastian maka sayapun mengambil tema tersebut.

Dalam tema tersebut ada beberapa kisah dan saya memilih membaca dengan judul “Ini Pun Akan Berlalu”.

Di dalam kisah tersebut diceritakan seorang Raja yang kurang cakap dalam memimpin dan plin-plan dalam mengambil keputusan. Para bijak bestari pun memutar cara untuk menasehati dengan cara yang sederhana dan tidak membuat hati sang Raja tersinggung. Akhirnya, dibuatkanlah cincin dengan bertuliskan “Ini Pun Akan Berlalu”. Cincin ini tak pernah lepas dari jarinya. Selalu dibawa saat dalam pengambilan keputusan untuk kerajaan dan rakyatnya. Mulai dari keadaan yang bahagia hingga keadaan yang genting cincin ini selalu menemaninya. Ternyata, sang Raja pun telah mengetahui makna tulisan dalam cincin tersebut sehingga membuat dia menjalani semua keadaan dengan tabah dan tegar juga penuh syukur. Setiap dia mendapatkan kebahagiaan, sang Raja pun segera ingat bahwa “Ini Pun Akan Berlalu”.

Begitu pula dengan kesedihan dan kemalangan yang terjadi pada dirinya kerajaan dan rakyatnya, saat itu juga dia sadar bahwa “Ini Pun Akan Berlalu”.

Memahami makna “Ini Pun Akan Berlalu” maka sang Raja memiliki sikap yang bijaksana. Dia menikmati semua momen yang terjadi dalam hidupnya tanpa sangat membangga-banggakan diri saat mendapatkan kesenangan juga tidak sangat mengutuki dan mengasihani diri sendiri saat dia mendapat kemalangan. Akhir cerita, sang Raja kemudian meninggalkan dunia dengan hati yang damai karena telah menikmati dan menjalani perannya dengan baik dalam hidup yang juga akan berlalu.

Kisah ini cukup membuat saya merenung dalam. Betapa terkadang saya sangat tidak bijak dalam memutuskan hal-hal dalam hidup saya. Kerap mengeluh dengan segala hal yang menyakitkan dan sesuatu yang tidak sesuai rencana. Juga berlebihan dalam bergembira. Sehingga pada akhirnya melahirkan jiwa yang tidak stabil. Turun naik yang menyebabkan kegalauan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun