Mohon tunggu...
pangi syarwi
pangi syarwi Mohon Tunggu... -

||=Penulis Buku Titik Balik Demokrasi=||=Peneliti Indonesian Progressive Institute=||=Direktur Eksekutif Indonesian Border Watch (IBW)=||=Menulis di Kompas, Media Indoneia, Jurnal Nasional, Suara Karya, Koran Jakarta,Singgalang, Padang Ekspres,=|| Haluan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinasti Politik di Indonesia

21 Juli 2012   13:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:44 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342881355430245845

Oleh: Pangi Syarwi

Kekhawatiran Indonesia akan terjebak dalam demokrasi oligarkis yang menjurus pada politik dinasti muncul seiring dengan wacana pencalonan Ibu Negara Ani Yudhoyono sebagai calon Presiden pada Pemilihan Presiden 2014 nanti. Walaupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menegaskan keluarganya tidak akan mencalonkan diri, sejumlah kalangan demokrat kencang mendorong pencapresan istrinya tersebut.

Politik dinasti (dynasty politics) secara sederhana dapat diartikan sebagai praktik kekuasaan dimana anggota keluarga (sanak family) diberi dan/atau mendapat posisi dalam struktur kekuasaan, jadi kekuasaan hanya terbagi kepada dan terdistribusi  dikalangan kerabat, keluarga sedarah.

Politik dinasti terlihat menonjol, misalnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), tokoh sentral partai tersebut adalah Megawati Soekarno Putri yang aliran atau trah Bung Karno yang menunjuk kerabatnya pada waktu itu untuk posisi penting di partai tersebut, saya melihat PDI-P trah akan berlanjut ke Puan Maharani anak kandung dari Megawati Soekarno Putri, ketua umum  PDI-P paling lama.

Partai Demokrat misalnya figur utamanya adalah Sosilo Bambang Yudhoyono yang kemudian menempelkan kerabatnya termasuk istri dan anaknya, dalam struktur Partai seperti Edie Baskoro sekjen partai demokrat sebagai partai pemenang pemilu 2009 di Indonesia, tidak hanya sampai disitu SBY juga menempatkan dan mengangkat Letjen Erwin Sudjono (ipar) sebagai kepala Staf Umum TNI, kemudian menempatkan Mayjen Pramono Edhie Wibowo (Ipar) sebagai pangkostrad pada waktu itu, dan pada awal 2011 Pramono dipromosikan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.

Klan dan trah Soeharto juga nampak mengisi panggung politik Orde Baru. Kristianto (2011) menyebutkan bahwa Orde Baru dengan dinasti politik ekonomi bisnis baru, yakni kerabat dan kroni keluarga Cendana. Dinasti politik pada rezim Orde Baru berkembang  dalam  dua arena sekaligus yakni arena bisnis dan arena politik, dinasti politik Soeharto melalui sejumlah kroni Cendana juga ikut berperan besar membuka peluang munculnya dinasti bisnis dan politik baru disekelilingnya (baca: Nyarwi, 2011: 54-55).

Fakta dalam pemilu legislatif 2009 lalu, banyaknya para kerabat  elite politik lokal dan nasional yang banyak menyerbu kursi-kursi di DPR, DPD, Walikota, Bupati dan Gubernur yang beramai-ramai untuk mengambil-alih kekuasaan untuk melanjutkan estafet dinasti orang tuanya. Dunia politik semakin diwarnai dengan menguatnya oligarki dan monarki di lembaga pemerintahan.

Sejarah dinasti politik juga berkembang di Asia yang tersebar ke seluruh belahan Benua Asia, akibat pertumbuhan emperium di sejumlah negara di Asia, pudar era kolonialisme ternyata juga tidak mampu menepis politik dinasti. Politik dinasti tidak hanya di Indonesia di Filipina misalnya, kepemimpinan Ferdinand Marcos yang dilanjutkan dengan Presiden Arroyo, beberapa tahun terakhir sudah tercatat 250 keluarga politisi Filipina. Di Pakistan juga dan India, keluarga Bhutto merupakan salah satu dinasti politik yang sangat popular, Ayahnya Benazir pernah menjadi Perdana Menteri Pakistan terpilih pertama. Di India Kelurga Gandhi yang kemudian anaknya menjadi Perdana Menteri.

Salahkah Dinasti Politik?

Politik dinasti bahaya atau tidak merusak demokrasi, dalam penyelenggaraan negara apakah boleh-boleh saja? dinasti politik tidak punya implikasi buruk terhadap pembangunan sistem demokrasi. Saya mengatakan kalau dalam sistem demokrasi praktiknya adalah dinasti politik tentu ini merusak demokrasi, namun tidak merusak demokrasi  kalau  dari awal  memakai sistem kerajaan “monarki” seperti Malaysia. Sistem kerajaan bisa diterima masyarakat. Sulit memang karena Indonesia pernah menjalankan bentuk pemerintah kerajaan sebelum demokrasi datang, jadi potensi dan bakat dinasti kerajaan masih menguat sampai sekarang, karena republik Indonesia dibangun dari kerajaan-kerajaan yang disatukan ke dalam bingkai NKRI.

Pemahaman lainnya  yang menyatakan dirinya sebagai negara demokratis, demokrasi menjunjung nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan, apakah dinasti politik membahayakan demokrasi? Politik dinasti bisa saja menjadi musuh bagi demokrasi karena peran publik dalam politik dinasti tidak dianggap penting, yang paling substansial dalam demokrasi adalah keterwakilan publik, untuk memilih pemimpinnya agar memperoleh pelayanan dan kesejahteraan.

Dinasti politik hanya akan menjadi bahaya bagi politisi “negarawan” sebab demokrasi mengajarkan kebebasan untuk memilih pemimpin, dinasti hanya fokus kepada keinginan pribadi dan golongan untuk memerintah. Konsep demokrasi yang diterima banyak orang adalah demokrasi konsensus melalui legitimasi yang disetujui banyak orang. Dinasti politi bisa saja menghilangkan akal sehat yang menghancurkan substansi politik dan demokrasi.

Namun juga tidak salah  pihak yang mengatakan bahwa politik dinasti syah saja, bahkan harus dipertahankan, sebab dinasti politik selama ini tidak merusak demokrasi. Dinasti politik bukan gejala yang mengkhawatirkan seperti pengalaman India, dinasti politik harus tetap muncul dengan syarat tetap stabil dan berkualitas, sifat baik dan buruknya dinasti politik tergantung kepada landasan dan filsafat politik, bagi yang memegang liberal ekstrem berfikir bahwa politik adalah inti dari hak-hak individu, dinasti politik diperbolehkan bahkan dipertahankan.

Mengutip pendapat Puan Maharani menyatakan “tidak ada aturan yang melarang politik dinasti. Politik dinasti dibenarkan sejauh orang yang dipersiapkan memiliki kompetensi kapasitas dan narasi”.

Penah Dipublikasikan di Suara Karya Pertanggal 10 Juli 2012

Pangi Syarwi Adalah Penulis Buku Titik Balik Demokrasi dan Mahasiswa Program Pascasarjana (PPs) Ilmu Politik UI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun