Mohon tunggu...
Dewi Sumardi
Dewi Sumardi Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel dan ibu Rumah Tangga

IRT. \r\nMenulis untuk berbagi manfaat. \r\n Buku : 1. Let's Learn English Alphabethical A-Z, oleh nobel edumedia 2. Buku Keroyokan "36 Kompasianer Merajut Indonesia", oleh Peniti Media 3. Buku Keroyokan "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" oleh Peniti Media 4. Novel "Duka Darah Biru", penerbit Jentera Pustaka 5. Novel "Janji Di Tepi Laut Kaspia' oleh penerbit BIP 6. Novel " Ada Surga Di Azzahra" oleh penerbit Jentera Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Antara Zakia, Trinil dan Brama Kumbara , episod : Radio, hiburan di masa lalu

7 Maret 2013   21:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:09 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1362688577415505558

[caption id="attachment_247525" align="alignleft" width="400" caption="radio antik"][/caption]

Sumber gambar :http://download-gambar.com/gambar-radio-antik-tempo-dulu.html


"Di Radio aku dengar lagu kesayanganku, kutelepon di rumahmu sedang apa sayangku....", cukilan lagu milik penyanyi Gombloh itu memang selalu mengundang senyum.
Membaca artikel mbak Find Leilla, jadi tergelitik juga menulis tentang Radio. Radio, semua lapisan masyarakat pasti mengenalnya. Benda yang pertama kali ditemukan oleh seorang berkebangsaan Italia bernama Guglielmo Marconi. Dulu sebelum orang mampu membeli televisi, radio menjadi pilihan yang mewah untuk sarana hiburan di rumah-rumah. Hampir dipastikan semua rumah mempunyai radio transistor. Selepas bekerja, sebagian bapak akan berehat, duduk mendengarkan radio sembari merokok, menyeruput kopi pahit dan makan singkong atau pisang goreng. Masih ingat gak jingle musik untuk pengantar berita di RRI? Atau jingle lagu Pemilu dan Keluarga Berencana?


Era 70 dan 80 -an meski Televisi sudah mulai banyak dimiliki, rasanya radio masih tetap digandrungi. Stasiun Televisi memang baru ada satu, yaitu TVRI jadi ketika orang mendapati acara televisi kurang menarik, akhirnya Radio tetap jadi pilihan. Karena aku menghabiskan Masa kecil dan Remajaku di Semarang, stasiun Radio yang waktu itu menjadi favoritku adalah radio Gajahmada dan radio Imelda. Belajar sembari mendengarkan sapaan penyiar radio yang suaranya empuk dan renyah banget (duhhh makanan kalee), mendengarkan orang kasmaran saling berkirim lagu (siapa yang pernah mengalami hayo tunjuk gigi.. eh jari?) Kenangan lagu-lagu era Vina Panduwinata, Krakatau, sampai romantisme Dewa 19 dan KLA Project selalu hadir di telinga sebelum merajut mimpi dan merenda asa di malam yang sepi.


Dulu waktu di Sekolah Dasar, aku ingat kalau datang waktu Ramadhan, ibuku membuat peraturan untuk putrinya yang berjumlah 8 orang bergantian bangun untuk menemani ibu membuat makanan sahur. Nah ada satu lagu yang khasssss banget, sampai sekarang masih nyantol kalau aku dengarkan. Seolah-olah aku sedang masuk ke lorong waktu menembus masa 30 tahun yang lalu. Aku ingat sekali, beradu merdu dengan kentongan yang dipukul anak-anak kampungku sebagai pertanda waktu sahur, lagu Zakia dari si kribo Achmad Albar menjadi musik penghantar pada acara Sahur di kala itu.

---- Zakia, Zakia penari gurun pasir ternama
---- Zakia, Zakia terpesona aku melihatnya
---- Zakia, Zakia begitulah panggilan. namanya
---- Semua yang melihat, tak kan dapat melupakannya

Wuihhhh jadi merasa kembali di jaman rambut masih berkucir dua dan berpita warna-warni

Kalau sekarang mungkin mencari hiburan di rumah bisa berebut remote TV, jaman dulu Radiopun bisa jadi benda yang diperebutkan ketika selera telinga tak selaras satu dengan lainnya. Kamipun adik beradik dulu begitu, kecuali satu acara yang tak satupun dari kami melewatkannya. Kalau memang masing-masing masih dengan aktivitasnya, Volume radiopun dibesarkan agar semua bisa mendengarkan. Acara apa itu? Sandiwara Radio. Ya Sandiwara radio merupakan cara menikmati hiburan yang menimbulkan keasyikan dan sensasi tersendiri. Pendengar diajak untuk berimajinasi tentang tokoh yang tampan, cantik, baik atau jahat. Pendengar juga larut dalam situasi romantisme, peperangan sampai situasi kuburan yang menyeramkan. Suara ombak dilaut, atau suara dentingan dua pedang yang beradu kala sang jagoan bertarung terasa begitu nyata di depan mata. Suara-suara merdu para tokoh cerita yang biasanya dibawakan oleh sanggar prathivi sangat akrab di telinga kita. Sebut saja Ferry Fadli, Elly Ermawati, Ivonne Rose, dll.


Banyak Sandiwara Radio di masa lalu yang meninggalkan kesan yang mendalam sampai sekarang. Seperti "Butir-Butir Pasir di Laut", drama ini bekerja sama dengan BKKBN dan mengangkat kisah yang berhubungan dengan keluarga berencana. Cerita lain adalah " Dokter Darman" dan yang tak kalah menariknya adalah cerita Baskoro dan Pak Sasongko dalam "Ibuku malang ibuku tersayang".

Kalau tentang sandiwara yang bertema kerajaan, semua pasti terpesona dengan sosok si Brama Kumbara, ksatria dalam "Saur Sepuh", karya Niki Kosasih. Suara Ferry Fadli sebagai Sang Brama Kumbara yang kharismatik benar-benar membius dan menghipnotis pendengar wanita di kala itu. Sosok Brama kumbara yang ada di bayangan setiap pendengarnya adalah seorang ksatria yang gagah dan tampan, yang tentu saja menarik perhatian wanita, termasuk Lasmini (akhirnya menjadi musuh Brama), Dewi Harnum dan Paramita. Sandiwara bertema kerajaan yang lainnya adalah cerita kakak beradik Arya Kamandanu dan Arya Dwipangga dalam "Tutur Tinular" dan "Satria Madangkara". Nah kalau mau cerita yang sedikit misteri, pasti ingat juga dengan ketawanya Mak Lampir dalam Misteri Gunung Merapi. Saking antagonisnya itu tokoh, sekarang kalau ada wanita yang dianggap jahat tidak jarang di beri julukan Mak Lampir.. He he he.


Tapi bagiku, Mak Lampir masih kalah serem dengan Sandiwara Radio berbahasa Jawa. Mungkin yang tinggal di sekitar Jawa Tengah atau Jawa Timur masih ingat cerita Trinil. Cerita tentang kehidupan seorang janda dan anak gadisnya, Trinil. Berlatar belakang persaingan asmara, cinta seorang pemuda Bagus Sujiwo, akhirnya Trinil membunuh ibunya. Dia memisahkan kepala dan badan ibunya. Kepalanya dibuang di sungai dan badannya di tanam. Kata-kata "Trinilllllll, balekno gembungku ( Trinil pulangkan badanku) " adalah kata-kata yang ditunggu-tunggu, tapi selalu membuat bulu kuduk merinding puoolll. Kuping ditutup, tapi tetap pengen tahu ceritanya... He he he...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun