Mohon tunggu...
Oki lukito
Oki lukito Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Insan Bahari

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kontroversi Pengamanan Laut

21 November 2015   20:51 Diperbarui: 31 Desember 2015   03:55 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peraturan Presiden No.115 Tahun 2015 Tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara illegal yang ditandatangani Joko Widodo, 19 Oktober 2015 dan sekaligus menunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai Komandan SatgasIllegal Fishing, kembali mengundang kontroversi. Hal itu dianggap sebagai kegelisahan rezim Poros Maritim mengatasi tindak kejahatan di laut yang silang sengkarut disebabkan faktor internal maupun eksternal. Tindakan penenggelaman 107 kapal yang diharapkan menimbulkan efek jera ternyata belum berdampak signifikan.

Kesan yang selama ini mengemuka terkait dengan problem itu adalah masih lemahnya kekuatan keamanan laut, tumpang tindih pengaturan pengamanan laut, kelembagaan dan lemahnya koordinasi antar lembaga terkait. Padahal pengendalian laut sangat terkait sea power, bukan berarti hanya armada kapal perang saja tetapi juga mencakup segala potensi kekuatan nasional yang menggunakan laut sebagai wahananya. Antara lain penegakan hukum, armada kapal niaga, pelabuhan, serta industri dan jasa maritime. (DR.Marsetio, Sea Power Indonesia)

Di tengah kegairahan negara-negara benua mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam di laut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masa depan bangsanya, naïf jika kita justru membiarkan laut nusantara menjadi ajang jarahan. Sangat disesalkan bahwa para elit pemerintahan masih saja berkutat dengan tarik ulur kewenangan pengamanan di laut.

Contoh, dari Laut Arafura dan Laut Banda saja sejak dekade 1980-an jutaan ton ikan dijarah setiap tahun oleh ribuan kapal asing menggunakan jaring tidak ramah lingkungan, fish trawl ataupun shrimp trawl karena minimnya pengawasan.

Palka kapal berkapasitas rata-rata 100-1000 ton selalu terisi penuh muatan berbagai jenis dan ukuran ikan demersal laut dalam. Ironisnya, terumbu karang tempat pemijahan ikan dan merupakan lokasi yang nyaman bagi koloni ikan itu ikut dihancurkan menggunakan mesin penghancur karang agar jaring tidak rusak.

Wilayah fishing ground di Laut Arafura, Laut Banda selama 24 jam menjadi surga penangkapan ikan secara ilegal. Di sana tidak pernah sepi kapal asing penangkap ikan. Hal yang patut disesalkan, kebanyakan kapal tersebut konon diageni sejumlah yayasan milik institusi pemerintah. Lalu ke mana dan di mana armada pengawal laut Nusantara selama ini berada?

Jika melihat dari data besaran angka kerugian dari pencurian ikan sebesar 1,924 miliar dolar per hari dan pencurian pasir laut sebesar 6,14 miliar dolar perhari, ada kejanggalan jika armadakapal patroli sulit menemukan ribuan kapal pecundang (versi pemerintah 5000-7000 kapal) yang beroperasi di salah satu paru-paru laut terbesar di dunia itu. Boleh dikata sejatinya kepedulian negara untuk mengawal laut sangat minim, itu pun jika tidak ingin disebut gagal.

Puluhan tahun pemerintah seolah tidak pernah peduli isi lautnya dijarah. Pembiaran terhadap sejumlah kejahatan di laut adalah bukti kelalaian mengamankan kekayaan negara. Fakta yang terjadi belum searus dengan gagasan blue economic dan merupakan tantangan rezim Poros Maritim kedepan. Jangan sampai tejadi jargon itu hanya dijadikan kamuflase atau dalih menutupi kelemahan dan keterpurukan kita di laut.

Menguntungkan Bangsa lain

Dapat dikatakan bahwa sejumlah tragedi di laut selama ini tidak dijadikan cermin dan motivasi bagaimana menyejahterakan ekonomi bangsa yang sarat utang ini dengan memanfaatkan kekayaan lautnya. Sebagai referensi, potensi perikanan tangkap mencapai 6,7 juta ton per tahun atau 7 peresen dari potensi lestari Sumber Daya Ikan laut dunia.

Sementara tingkat pemanfaatan budidaya laut baru seluas 1.114.161 hektar (Ha) dari total potensi 17.74.303 Ha (hanya 6,27 persen dari potensi), hal itu diabaikan dan laut dibiarkan menjadi lalu lintas penyelundupan imigran gelap, perdagangan manusia, perompakan laut, penyelundupan barang yang justru menguntungkan dan memperkaya bangsa lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun