Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Lebih dekat dengan Pak Tjip melalui “Sehangat Matahari Pagi”

15 Mei 2016   16:30 Diperbarui: 16 Mei 2016   12:38 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membeli buku dengan cara yang unik:

Terus terang baru pertama kali ini saya membeli sebuah buku dengan cara yang unik sekali.  Bagi saya membeli buku seperti membeli emas, atau properti yang berharga.  Saya akan baca dulu review, ulasannya, pengantarnya dan daftar isinya.  Paling sedikit dengan membaca hal itu, maka saya akan dapat memutuskan apakah buku yang akan saya beli itu berharga untuk dibaca atau tidak.  Berkali-kali saya sering membeli, tetapi ketika dibaca ternyata isinya tak menarik dan akhirnya hanya setengah membacanya, lalu disimpan untuk dijadikan perpustakaan.

Tapi kali ini, saya merasa heran ketika saya yang sudah lama tak aktif di Kompasiana, padahal susdah sejak 2012 saya sudah menjadi anggotanya, tiba-tiba  ingin aktif menulis.  Menulis tentunya harus mengetahui siapa sich pembacanya, dan topik-topik yang menarik yang jadi headline.  Ketika melihat headline itulah saya sering melihat satu nama yang tak lain Pak Tjiptadinata Effendi.   Saya baca tulisannya yang sangat gamblang dan judulnya adalah tentang keseharian.   Ketika selesai membaca, saya merasa apa yang baca itu penuh dengan makna keteladanan dan roh jiwa dari penulisanya yang memenuhi tulisan itu.  

Setelah peristiwa itu, saya hanya sedikit komentar tapi tak pernah mengenal lebih jauh lagi.  Ketika Kompasianival 2015, dan saya  mendapat undangan ke Istana, saat itu saya  tak pernah bermimpi untuk bertemu dengan Pak Tjiptadinata dan istrinya. Ketika pagi hari itu tiba di Gandaria City, saya baru sadar bahwa saya ketemu dengan Pak Tjip dan Bu Ros yang sedang bingung karena namanya belum terdaftar. Perkenalan singkat dan foto bersama itu membawa kesan terdalam bagi saya.

Pulang dari Kompasianival, tiba-tiba ada tawaran untuk membeli buku yang berjudul “Sehangat Matahari Pagi”.   Saya sendiri yang biasanya berpikir 1000 kali untuk beli buku yang belum tau isinya, mengkonfirmasi.   Singkatnya ketika buku itu telah dibayar dan dikirimkan, saya segera buka buku itu dan hanya dalam waktu singkat buku itu habis terbaca.  Dengan buku itulah pengalaman dan perkenalan saya dengan figur yang bernama Pak Tjip itu serasa lebih dekat .

Review Buku  Sehangat Matahari Pagi:

Membaca buku “Sehangat Matahari Pagi”  yang merupakan kumpulan tulisan dari para  kompasianer (disebut tulisan keroyokan) dengan topik Tjiptadinata Effendi.   Satu persatu dari Kompasianer itu memberikan ulasannya   siapa sosok Pak Tjiptadinata Effendi itu.  Masing-masing memberikan impresi apa yang dikenalnya melalui tulisan yang pernah dibacanya  maupun yang pernah diundang oleh Pak Tjip secara personal.

Buku ini terbagi dua .  Yang pertama adalah Antologi (keroyokan) dari tulisan dari para kompasianer dengan topik utamanya Pajk Tjip.   Sedangkan yang kedua adalah resensi dari buku-buku yang pernah ditulis oleh Pak Tjip seperti Beranda Rasa,  Your choice is your life, Enlightment, Mencapai Pencerahan diri Transformasi  Diri.

Bagi saya buku ini adalah sesuatu yang lebih berharga dari apa pun .  Berharga karena saya mendapatkan Guru kehidupan yang sangat penuh dengan pengalaman hidup yang kaya dan berkualitas di jalani, kearifan dengan motivasi dan mampu mengarunginya dengan kekayaan batiniah yang sangat dalam pada saat kesulitan,kesengsaraan, itu dialaminya.

Kehidupan berkualitas sebagai seorang manusiawi yang sesungguhnya sulit dilakukan sebagai seorang biasa tetapi dengan kekuataan dari datang dari istri maupun kearifan serta nilai hidup dari orangtua yang diingatnya, Pak Tjip berhasil memperjuangkan kehidupannya mengarungi kehidupan ini dengan melawan realitas kepahitan dengan kesuksesan nilai luhur yang dianutnya.

Berkali-kali  saya harus terhenti untuk membaca dan membayangkan apa yang terjadi ketika seorang teman baiknya yang dibantu justru membalas kebaikannya dengan menguras habis dan menipu sehingga terjembab dalam kesulitan ekonomi di titik nol.   Kemanusiaan saya tak mampu menerima apa yang ditawarkan oleh Pak Tjip ketika dia masih bisa menerima dan mengampuni musuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun