Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Akselerasi Benahi BUMN yang Merugi dan Bangkrut

4 Desember 2019   15:27 Diperbarui: 4 Desember 2019   15:46 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Betapa pusingnya Erick Thohir sebagai Menteri BUMN baru melihat secara nyata  kondisi  perusahaan-perusahaan yang berada di lingkaran BUMN.

Sebelumnya orang hanya mengenal bahwa aset dari BUMN itu mencapai Rp.8,092 triliun.  Aset sebesar itu ternyata tidak punya arti apa-apa jika melihat kinerja keuangan dari perusahaan yang berada di BUMN.

Begitu pelantikan selesai Erick Thohir tampak galau melihat sejumlah140 perusahaan itu hanya 15 perusahaan yang dianggap sehat , sisanya  perusahaan pelat merah itu dianggap sakit bahkan  sekarat.

Tidak semua perushaan itu meraup untung, ada yang merugi karena laba BUMN senilai RP.21 trilun, hanya 70% berasal dari 15% saja. 

Padahal Pemerintah sudah memberikan suntikan modal atau disebut dengan LKPP BUMN di tahun 2018 terhadap 13 perusahan pelat merah yang dianggap berapor merah.   Dengan adanya suntikan modal (penyertaan modal negara (PMN) terhadap perusahaan BUMN yang mengalami kerugian itu.  Dibandingkan dengan tahun 2017 hanya 3 perusahaan  BUMN yang disuntik modal negara. Jadi jumlah perusahaan yang disuntik semakin besar artinya kemunduran dari perusahaan negara itu makin banyak.

Apa akar masalah kerugian perusahaan-perusahaan BUMN?

Banyak perusahaan negara itu yang berada di BUMN itu tidak lagi  berbisnis di core business atau bisnis intinya tetapi sudah melenceng dari bisnis intinya. Sebagai Contoh,  Pertamina yang punya bisnis di bidang minyak itu ternyata punya anak perusahaan yang begitu banyak di bidang hotel, penerbangan . PT. Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) bergerak di bidang pembiayaan kapal, memiliki 2 hotel.  Ada 22 perusahaan air minum di bawah BUMN yang fokus bisnisnya justru bukan di sektor air. Selain itu ada anak dan cucu perusahaan yang bertaburan bukan menunjang bisnis inti . Sebagai contoh, PT. Krakataru Steeel memilihi 60 anak perusahaan yang tak ada kaitannya dengan baja.

Apa akibatnya jika mereka tidak fokus dengan bisnis intinya?

Pertamina sebagai bisnis monopoli dalam bidang minyak.  Pernah berkibar atau jaya atau meraup untung besar di tahun 1970.  Namun, sayang di bawah kepimpinan Ibu Sutowo,  bisnis minyak yang seharusnya untuk kepentingan negara dan masyarakat itu ternyata banyak kolusi dan korupsi bahkan memberikan banyak foya-foya untuk pejabat dengan banyak proyek di luar bidang minyak dengan adanya hotel , rumah sakit besar dan penerbangan eksklusif bagi pejabatnya saat hendak bertemu untuk meeting.

Akhirnya  Pertamina mengalami besar pasak dari tiang,  besarnya kewajiban yang harus dibayar dibandingkan dengan kemampuan bayarnya.   Apabila negara tidak cepat mengatasi hutang Pertamina yang begitu besar dengan menjual sebagian asetnya  maka dipastikan Pertamina akan bangkrut dan tidak dapat menyelesaikan masalah sendiri.

Pada saat itu usia Pertamina baru 18 tahun, tepatnya pada 10 Desember , sekarang sudah hampir di usia 62.  Ibaratnya Pertamina itu jika dibandingkan dengan manusia,  usia yang sudah makan asam garam kehidupan dan satu-satunya perusahaan yang pernah masuk dalam daftar Fortune Global 5000 di tahun 2019 .  Parameter dari penilaian itu bedasarkan indikator penerimaan, laba bersih, nilai kapitalisasi pasar dan jumlah karyawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun