By : Alan Juyadi SH
Kecintaan saya kepada NKRI tidak bisa diukur dengan apapun karena rasa cinta ini telah menjadi satu kesatuan yang menyatu dalam jiwa sebagai anak bangsa Indonesia, sebagai generasi penerus bangsa kita harus mampu memahami secara mandiri tentang Strategi Perang Semesta melalui kajian Pertahanan Negara dan mampu menjelaskan, menerapkan konsep, teori dalam mengkaji fenomena Perang Semesta untuk merumuskan rekomendasi strategi, Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual.
Mampu membandingkan berbagai pendekatan, teori dan konsep kajian Pertahanan Negara sebagai dasar dalam menghasilkan penelitian ilmiah tentang suatu fenomena Perang Semesta, Mampu mempertimbangkan berbagai aspek dalam proses perumusan, pengaplikasian dan pengevaluasian kebijakan dan strategi dalam merespon fenomena Perang Semesta itu semua karena dirasakan semakin meningkatnya ragam ancaman dewasa ini, yang dimensinya tidak saja militer, tetapi juga nirmiliter, membuat Indonesia juga perlu mengembangkan ahli strategi pertahanan yang mampu memahami berbagai ancaman baru tersebut.
Secara umum Banyak yang berpikiran bahwa Perang Semesta sama artinya dengan “perang bareng-bareng dengan rakyat”, dan menjadikan rakyat sipil (non-kombatan) menjadi kekuatan bersenjata (kombatan) pada saat perang untuk meraih kemenangan. Kalangan aktifis HAM kemudian mengkuatirkan hal ini akan berdampak pada pelanggaran atas Konvensi Jenewa dan lain-lain, akan tetapi jika kita menelaah lebih dalam bahwa perang semesta itu menjelaskan bahwa perang juga tidak berarti atau tidak harus menggunakan kekuatan bersenjata, melainkan berkait dengan pelibatan semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perang (war) harus dibedakan dengan pertempuran bersenjata (battle). Perang juga tidak berarti harus dilakukan melawan Negara lain (lintas Negara), tetapi dapat juga berupa konflik berskala besar yang terjadi dalam suatu Negara sepanjang itu berkaitan dengan masalah kedaulatan Negara, seperti perang melawan separatisme atau terorisme.
“Perang Gerilya adalah Perang si kecil/si lemah melawan si besar/si kuat. Perang Gerilya tidak dapat secara sendiri membawa kemenangan terakhir, perang gerilya hanya untuk memeras darah musuh. Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yg teratur dalam perang biasa, karena hanya tentara demikianlah yang dapat melakukan offensif yg dapat menaklukkan musuh. Perang Gerilya biasanya adalah perang ideologi. Perang Gerilya adalah perang rakyat semesta. Akan tetapi Perang gerilya tidak berarti bahwa seluruh rakyat bertempur, perang gerilya adalah adalah perang rakyat semesta, perang militer, politik, sosial-ekonomi dan psikologis pokok – pokok perang gerilya.” AH Nasution (1918 – 2000)
Memang sulit untuk dipungkiri ketika kita membicarakan sebuah perang, yang terbayang adalah sebuah konflik berdarah yang diwarnai oleh dentingan senjata tajam yang beradu, letusan senjata api, ledakan bom dan lain-lain. Hal inilah yang juga masih terlihat dalam info-info media kepada khalayak masyarakat secara umum, walaupun dari awal sampai akhir saya mencoba untuk membawa alam pikiran pembaca tentang lingkup perang yang luas, tidak sekedar sebuah pertempuran bersenjata, namun berbagai contoh yang diberikan masih lebih banyak membicarakan jumlah korban, yang tentu saja sangat berkorelasi dengan penggunaan senjata.
Berdasarkan sekelumit pembahasan diatas saya ingin mencoba membangkitkan kembali rasa Nasionalisme dan persatuan kerakyatan pada jiwa-jiwa pemuda bangsa Indonesia yang terus tergerus oleh perkembangan zaman modernisasi, sungguh miris ketika saya melihat di sekolah international tidak adanya lagi acara Upacara Bendera di hari Senin, tidak terdengar lagi kebangsaan Indonesia Raya.
“GENERASI MUDA BANGSA INDONESIA HARUS DITUMBUHKAN SEMANGAT NASIONALISME SEJAK DINI’