Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Idealisme, Duit dan Popularitas

14 September 2018   02:05 Diperbarui: 30 Januari 2021   00:04 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://bykateward.medium.com/32-lessons-from-millennial-philosopher-king-ryan-holiday-b95a888f9060

oleh hanif sofyan-acehdigest

Menimbang-nimbang penuturan Ryan Holiday, dalam Trust Me, I'am Lying rasanya ada benarnya. Apalagi jika dikait-kaitkan dengan urusan politik konteks Indonesia, dan juga Aceh. Begitu pula dalam kaitan menuliskan pikiran di media.

Keyakinan publik bisa diacak-acak oleh survey politik-berbayar (baca: by order) atau debat kusir para politikus di media. Konon lagi ketika informasi personal publik bisa dicatut menjadi medium pemenangan, seperti dalam kasus Donald Trump yang menghebohkan. 

Mark Zuckerberg sampai harus memuat kata maafnya di New York Times dan tiga media kondang lainnya, atas ketidakberdayaannya tidak bisa mencegah kebobolan manipulasi media. Pun harus menggelontorkan jutaan dolar 'membersihkan' puing-puing pencurian data facebook untuk pemenangan Trump yang kontroversial itu.

Ketika Ryan Holiday blak-blakan memproklamirkan dirinya sebagai manipulator media, Tim Ferriss penulis buku terlaris #1 versi New York Times, The 4-Hour Workweek menyebutnya, setengah Machiavelli, setengah Ogilvy. Itu tidak lebih karena Niccol Machiavelli adalah diplomat, politikus dan filsuf Italia, figur utama dalam realitas teori politik, era Renaisans Eropa. 

Pikiran-pikiran dan penganutnya (baca: MACHIAVELIS atau Makiavelis) menjadi simbol untuk orang yang melakukan hal buruk dengan menghalalkan segala cara dalam mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan).

Dalam konteks politik, merebut kekuasaan melalui pemungutan suara adalah menggelontorkan dana besar-besaran untuk "membeli" suara rakyat, melakukan berbagai kebohongan terhadap publik, dan melakukan tindakan kriminalisasi untuk memperoleh elektabilitas maksimal adalah wujud nyatanya.

Dalam konteks media, mungkin bisa digambarkan sebagai idealisme yang berbalut manipulasi berita dengan bumbu tertentu untuk menutupi maksud tersembunyi; popularitas. Meskipun mungkin tidak sepenuhnya mengenyampingkan kebenaran. Seperti kata David Mackenzie Ogilvy, yang dikenal luas sebagai "Bapak Periklanan" menurut New York Times. 

Pada tahun 1962, majalah Time menyebutnya sebagai "penyihir yang paling dicari di industri periklanan." Ia berkeyakinan dengan prinsip-prinsip Ogilvy, terutama bahwa fungsi periklanan ialah "menjual dan bahwa periklanan produk apapun yang berhasil berdasarkan pada informasi mengenai konsumennya". 

Ketika semua muara informasi mengedepankan 'syahwat' orang banyak maka informasi itu menjadi popular dan benar?. Tidak peduli apakah itu akan "melukai" atau sekedar mencari pembenaran agar populer. Yang penting turuti saja apa maunya khalayak!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun